Pagi telah tiba, mentari pun muncul untuk menggantikan rembulan, suasana cerah pagi ini mampu membuat Hattala yang tengah menyesap teh hangat miliknya sembari duduk santai di barak itu tersenyum cerah.
namun tampaknya alasan di balik senyum teduh itu bukanlah cuaca cerah melainkan wajah pemuda manis semalam yang tiba-tiba melintas di dalam pikirannya membuat senyum itu kini bertambah lebar.
"cahaya mentari kalah terang sama senyum mu" tegur Soekardi.
Hattala terkekeh lalu mengangkat secangkir teh miliknya, "ngeteh mas?"
"sudah tadi di rumah" balas Soekardi.
tentara beranak satu itu lantas duduk di hadapan Hattala sembari menyambar bakwan jagung milik yang lebih muda lalu mengernyit heran, ada apakah gerangan batinnya penasaran.
"lagi seneng ta?" tanya Soekardi heran.
Hattala mengangguk sekilas, "semalam aku bertemu dengan sosok manis bersuara sutra yang menggelitik jiwa" katanya sembari tersipu malu.
"loh, siapa?" tanya Soekardi penasaran.
bahu tegap itu mengedik, "ndak tahu mas, tapi ku namai juwita malam dan paras eloknya berhasil mengalihkan dunia"
Soekardi mendengus, "mas kira, situ ndak bisa jatuh cinta" katanya acuh.
Hattala tergelak lalu bangkit seraya menyambar senapan panjang miliknya untuk memulai patroli pagi mengelilingi barak, "ini yang pertama dan terakhir." ujarnya pelan.
"satu sampai mati?" tanya Soekardi jenaka.
pemuda pejuang itu tersenyum kecil seraya mengangguk malu di tempat ia berdiri, "ku harap begitu" bisiknya pelan.
"minggu depan ada festival wayang dan dansa, situ pergi ndak?" tanya Soekardi lagi.
Hattala terkekeh, "sepertinya ndak mas"
"datang lah siapa tau juwita malam mu juga datang, biasanya para gadis senang untuk pergi ke pesta itu" balas Soekardi lagi.
pemuda pejuang itu sedikit tertegun akankah sang juwita akan datang saat acara festival dan juga prihal perkataan Soekardi tentang Gadis. hatinya tiba-tiba meringis kecil. sosok yang ia namai Juwita malam jelas sekali bukanlah seorang Gadis melainkan Pria.
"ku pikirkan dulu mas" katanya pelan sembari berjalan menjauh dari arah dapur barak.
Soekardi terkekeh, "semoga saja bisa bahagia dengan pilihannya" bisiknya pelan.
"diri mu ndak kepikiran buat punya kekasih?" tanya Wardana salah seorang guru muda di tempat Gentala mengajar.
tangan yang sibuk berada di atas mesin ketik itu bergerak dengan lincah, "ndak war" balas Gentala acuh.
"loh kenapa? padahal punya kekasih itu enak" ujar Warda senang.
Gentala terkekeh, "oh ya? memangnya dirimu punya kekasih?"
"yo punya lah" ujar Warda malas.
alis pemuda berumur dua puluh empat tahun itu mengerut, "sopo?"
agak terkejut saat mengetahui bahwa teman seprofesi yang merangkap sebagai teman dekatnya itu telah memilki seorang kekasih. Warda tak bercerita sama sekali prihal ini sebelumnya dan ia merasa telah melewatkan banyak hal akhir-akhir ini.
"mas djoko" jawab gadis tersebut malu-malu.
Gentala tertawa pelan, "oh mas djoko yang punya sawah itu ta?"
"iyoo, tampan kan kekasih ku" kata Warda menyombongkan diri.
"iyoo tampan dan mapan" jawab Genta seadanya.
memang benar prihal mas Djoko yang tampan dan mapan, beliau memiliki berbidang tanah dan sawah penghasil padi. bisa dibilang beliau adalah orang kayak di kampung mereka, sungguh beruntung sekali Warda ini.
Warda tertawa lalu menunjuk Genta menggunakan pulpen miliknya, "diri mu harus cari kekasih supaya hidup mu ndak terlalu monoton"
"iyoo nanti ku cari" balas Gentala asal.
ia tak begitu tertarik untuk mencari kekasih karena bagi Gentala hidup sendiri dan memikirkan dirinya saja sudah sulit apa lagi jika ia harus memiliki kekasih dan memikirkan keberlangsungan hubungan mereka, ia tak sanggup rasanya.
wanita yang memiliki rambut ikal dengan warna gincu yang sedikit menor itu mendengus, "minggu depan ada festival wayang! diri mu mau nonton ndak?"
"ndak kayaknya, tugas ku masih banyak tenan" balas Genta yang sekarang tengah duduk bersandar di kursi kayunya.
Warda menghela napas, "ayo lah, nanti ada acara dansa juga, diri mu bisa ketemu sama banyak gadis cantik"
"tidak" jawab Gentala singkat.
decakan terdengar dari arah depan yang membuat Gentala terkekeh, kalau begini ia tak bisa banyak menolak karena Warda jelas sekali begitu perajuk dan ia akan di diamkan berhari-hari jika tetap bersikeras menolak.
"kalau dirimu bantu aku hari ini, bisa ku pertimbangkan untuk datang ke festival" kata Gentala mengalah.
"bener yo? ndak bohong?" tanya Winda semangat.
Gentala mengangguk acuh sebagai jawaban yang membuat wanita itu melonjak serta berteriak senang, "IYO DIRI KU BANTU SAMPAI SELESAI MALAM INI!" teriaknya.
"kasih tau mas djoko buat jemput diri mu nanti malam" pesan Gentala sembari terkekeh.
Warda terkekeh lalu mengangguk dan berlarian keluar dari ruang guru yang sekarang hanya menyisakan Gentala seorang diri, duduk termenung di atas kursi reot miliknya dengan kepala berserabut.
"gadis mana yang suka dengan guru kere seperti ku." ujarnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Juwita Malam Season 1 [TELAH TERBIT]
FanfictionMana kala hati jatuh pada yang jauh dari norma, Hattala bisa apa? Paras Gentala selalu elok bagai delima, buat dia tak bisa pindahkan pandangannya. Cinta yang tak bisa ditunjukkan pada seluruh dunia memang tak pernah bisa dapatkan akhir yang benar-b...