Nugi Pt.3

16 2 1
                                    

Sore ini, setelah aku selesai menjalani perkuliahan yang melelahkan, aku mengajak Arif untuk pergi ke suatu tempat. Jujur saat mengajaknya saja aku sudah berdebar-debar apalagi sampai rencanaku terjadi.

"Hei! Bengong aja, ayo," panggil Arif melihatku masih melamun di bangkuku. "Eh, iya iya." Aku segera mengemasi buku-bukuku dan langsung menuju toko bunga tidk jauh dari kampus.

Sepanjang perjalanan menuju ke toko itu Arif tak henti-hentinya menahan tawanya, dan memandangku penuh arti.

"Apa kali ini?" tanyaku kali ini yang sudah tidak tahan dengan tatapan konyolnya.

"Apa? Kau masih bisa bertanya apa? Kau berhutang cerita padaku!" katanya setengah berteriak.

"Cerita?" tanyaku pura-pura tidak mengerti maksudnya.

"Kalau kau tidak cerita, aku akan turun di halte berikutnya," katanya sembari mengambil ancang-ancang untuk turun di bis yang kami naiki.

"Eh jangan dong, iya iya aku cerita," ucapku panik.

"Nah, gitu dong." Arif tersenyum puas penuh kemenangan.

"Iya... Ryu sepertinya juga suka padaku." Aku yakin sekali wajahku berubah menjadi kepiting rebus saking merahnya. Jantungku juga tidak ingin kalah menunjukkan eksistensinya dengan berdetak tak sesuai ritmenya. Aneh, padahal aku yang menyebutkannya, kenapa aku bahagia sekali.

"Wah, matanya pasti katarak, Bro," ledek Arif.

"Enak aja. Matanya hanya minus dan sudah ku pastikan dia tidak keberatan dengan wajahku karena aku sudah pernah pergi makan dengannya. Lagipula aku cukup tampan," bantahku setengah bercanda. Tapi aku serius. Aku rasa Ryu tidak alergi dengan wajahku.

"Memang sudah kau tanya?" tanya Arif menggodaku. Aku diam saja memberi tatapan sinis. Percuma cerita dengannya, dia mana tahu hal beginian.

"Yah ngambek. Yasudah selamat ya, ngomong-ngomong kapan kau mau menembaknya?" tanya Arif.

"Lah, kau tahu darimana aku ingin menembaknya?" tanyaku terkejut.

"Oh, jadi benar kau mau menembaknya." Arif tertawa terbahak-bahak sampai aku takut jakunnya akan meloncat keluar. Kenapa urusan ku dan perempuan manapun selalu dijadikan bahan candaan oleh teman-temanku sih?

"Sudah puas tertawanya?" tanyaku datar. Arif menyeka air matanya yang menetes karena tertawa, "Maaf maaf. Masalahnya kau sangat cupu dalam hal berhadapan dengan perempuan."

Apa yang dikatakan Arif ada benarnya. Aku sangat malu di depan perempuan yang ku sukai, tapi percaya diri di depan perempuan yang menyukaiku. Teringat di benakku ketika aku dan Arif tidak sengaja berpapasan dengan Ryu di lorong kampusku, aku langsung lompat ke arah tong sampah dan bersembunyi di belakangnya saking malu dan salah tingkahnya aku. Ya, aku se-ekstrim itu.

Dari kejadian itu aku bisa memaklumi bahwa Arif menertawai keberanianku sekarang.

"Aku sudah melatih mentalku tahu," bantahku.

"Baik-Baik. Jadi, kapan kau akan menembaknya?" Kami turun dari bis yang kami naiki dan berjalan ke toko bunga di seberang halte kami.

"Besok," jawabku.

"Oke, semangat ya." Arif mengacungkan tinjunya ke udara memberikan semangat untukku. "Semoga percaya diriku sekarang tidak hilang saat berdiri berhadapan langsung dengannya," ucapku murung.

"Berhadapan dengannya? Berdiri? Tunggu." Arif terbahak-bahak lagi kali ini lebih parah dari pada yang tadi. "Kau kan lebih pendek darinya!" teriaknya sambil tertawa histeris. Sekarang semua orang di jalan melihat ke arah kami berdua dengan tatapan bingung.

"Ihh bisa diam tidak?" kataku berusaha menutup mulut besarnya. Lagi-lagi aku tidak bisa menyangkal ledekan Arif. Ryu memang lebih tinggi dariku, hanya sedikit tapi. Sedikit sekali.

"Astaga indah sekali sih dongeng yang kau ciptakan, tapi lebih baik sambil duduk saja," katanya sambil menyeka lagi air mata yang berjatuhan.

"Aku itu minta ditemanin bukan di-bully," protesku.

"Yasudahlah, lupakan saja. Lagipula Ryu terlihat seperti perempuan yang baik, jaga dia baik-baik ya." Arif memperingatkanku dengan mengacungkan jari telunjuknya ke sebelah wajahku, "Kalau tidak kau jaga, lebih baik untukku saja."

"Enak saja, memang Ryu barang!" protesku lagi terhadap mulut besar Arif. Yang diajak bicara cuek memilih-milih bunga mana yang bagus.

Aku juga mencari-cari bunga mana yang sama cantikknya dengan si pujaan hati. Akhirnya aku menjatuhkan pilihan pada bunga mawar hitam. Bunga yang misterius seperti menyembunyikan banyak hal, namun ia tetap tidak bisa menyembunyikan cantiknya.

"Aku pilih ini." Ucapku mengacungkan bunga itu ke udara.

"Kau gila ya?" protes Arif memandangku heran.

***

#Day16

#30DWCJilid28

#Squad1 


02:00 AM. It's time to sleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang