Setelah hari itu Jeno tidak melewati makan siangnya sendirian meskipun tanpa teman-temannya. Dengan sengaja meminta ibunya memberikan porsi bekal lebih banyak untuk dibagi dengan Mark. Jeno sudah memutuskan untuk memanggilnya Mark tanpa embel-embel kak. Karena wajahnya memang terlihat Mark, dan Jeno tidak yakin berapa umurnya karena ia tidak membagi informasi pribadi apapun dengan Jeno.
Dua hari setelahnya mereka hanya mengobrol menceritakan diri mereka. Lebih tepatnya Jeno yang bercerita soal dirinya sendiri. Ia menceritakan soal teman-temannya, kak Mark, kucing di taman komplek, game yang sedang diminatinya, hingga jalur bersepeda dengan pemandangan terbaik menurutnya. Mark di hadapannya mendengarkan dengan hikmat sambil terus menyantap separuh bekal Jeno.
Jeno jadi menyadari beberapa hal setelah ia mampu mengamati Mark. Pertama adalah pakaiannya. Mark tidak memakai seragam, dan alih-alih mengenakan hoodie hijau dengan pin semangka di dada kanan seperti hoodie favorit kak Mark. Mark menggunakan hoodie yang sama dalam warna hitam, dan pin semangka yang juga persis sama berwarna monokrom hitam abu. Begitu pula saat Mark mengenakan kemeja flanel kotak-kotak hitam merah seperti kepunyaan kak Mark. Alih-alih kemeja flanel hitam merah, yang dilihat Jeno adalah flanel kotak-kotak hitam abu. Semua yang dikenakan Mark hampir tidak mempunyai warna kecuali di palet putih hingga hitam.
Hal berikutnya yang disadari Jeno adalah, Mark hampir tau segalanya. Bahkan hal-hal yang belum terjadi. Hari ketiga dan setelahnya Mark berperan lebih aktif dalam percakapan mereka. Membuka satu dua rahasia diantara suapan bekal yang mereka bagi berdua.
Aktris drama favorit ibunya yang menyembunyikan anak kandungnya yang lahir sebelum debut aktrisnya.
Kakak tetangga yang sering digunakan ibu untuk membandingkan Jeno, akan pindah diam-diam karena terlilit hutang.
Xiaojun dan Kunhang yang segera akan berpacaran.
Hingga tentang teman sebelah mejanya yang akan sakit setelah istirahat makan siang. Mark tidak berkata banyak setelahnya. Melihat raut khawatir Jeno, ia menambahkan dengan berat hati. "Sedikit air hangat untuk kompres dan minum akan membantu."
Siang itu makan siang mereka selesai lebih cepat. Segera setelah membereskan kotak bekalnya, Jeno agak berlari menuju cafetaria. Membeli sebotol air dan meminum separuhnya, lalu meminta air panas pada bibi penjaga cafetaria. Selanjutnya ia kembali ke ruang kelas, mengambil handuk bekas keringat yang dipakainya pagi ini untuk kelas olahraga. Lalu membawanya untuk dicuci di westafel. Bel segera berbunyi saat Jeno selesai dengan handuknya.
Saat kembali ke kelas, Jeno sungguhan mendapati teman sebelah mejanya merebahkan kepalanya di meja dengan keringat membasahi dahinya. Alisnya mengernyit tidak nyaman sedangkan tangannya memeluk dan mencengkeram perutnya erat.
Jeno tidak terlalu kenal dekat padanya, jadi ia sedikit merasa canggung awalnya. Namun melihat gadis itu mengernyitkan alisnya lebih dalam, Jeno memaksakan diri menyerahkan botol yang sudah dibungkus handuk basahnya.
Saat menyadari apa yang diberikan Jeno, gadis itu mendongak. Menggumamkan terima kasih dengan senyum lemah di wajah yang pucat. Menekan buntalan handuk Jeno lebih dekat ke perutnya dan perlahan wajahnya membaik ditandai dengan alis yang perlahan kembali ke tempatnya.
Jeno merasa sangat baik hari itu. Ia cukup puas dengan ucapan terima kasih gadis itu. Ia selalu suka merasakan bagaimana ia sungguhan jadi anak baik, membantu orang di sekitarnya. Jeno menyadari bahwa rahasia rahasia yang dikatakan Mark padanya bisa membantu orang lain seperti ini. Jeno tidak sabar menunggu hari besok dan melihat apa yang bisa dia lakukan.
Besoknya Mark sudah duduk di sana sebelum Jeno datang. Dengan tanpa di duga bahkan menyapa Jeno sebelum Jeno duduk di sampingnya.
"Kamu seharusnya menggunakanku untuk kepentinganmu sendiri, selayaknya manusia lain yang memanggilku," sapanya dengan menopang dagu. Mengamati Jeno yang duduk sambil membuka kotak bekalnya.
Jeno sudah menduga Mark akan mengetahui rencananya sebelum Jeno memberitahukan niatnya pada Mark. Tapi kalimat sapaan itu telah memicu keingintahuan tentang hal lain. "Memang bagaimana biasanya manusia lain menggunakanmu?"
Mark memandangi Jeno cukup lama. Rautnya datar. Jeno tidak mengerti kenapa Mark sepertinya enggan menanggapi keingintahuannya. Tapi Jeno memiliki pertanyaan lain kalau Mark tidak bisa menjawab pertanyaan sebelumnya. "Kenapa manusia menggunakanmu?"
Kali ini, Mark terkekeh menanggapi pertanyaan Jeno. Mengambil tomat ceri dari kotak bekal Jeno dan memakannya satu suapan dengan senyum masih terulas di bibirnya. "Kau tau Jeno-" ia mengambil tomat ceri lain dan dimainkan di jari jarinya. "-manusia itu makhluk yang sangat sangat lemah," tambahnya sambil menggigit separuh tomat ceri yang tadi dimainkan di jarinya.
Jeno mengulurkan seluruh kotak bekalnya ke hadapan Mark. Menunggunya berbicara lebih banyak.
"Sedikit bisikan tentang kemiskinan akan membuat manusia takut menjadi miskin, menjadikan mereka tamak, serakah. Tentu saja manusia tidak hanya rentan dari ketamakan, aku hanya membicarakan salah satunya. Tapi Jeno, tahukah kamu? Ketika manusia merasa sangat tidak terpuaskan dan tidak bisa memenuhi kepuasan tersebut dengan kekuatan mereka sendiri, apa yang mereka lakukan?" Mark tersenyum miring, matanya kosong menatap Jeno. Tidak meminta Jeno menebak jawaban atas pertanyaannya pun mengharapkan jawaban dari Jeno.
"Beberapa yang cukup keras kepala akan menemukan jalan untuk memanggil sesuatu sepertiku, mencoba keberuntungan mereka untuk bernegosiasi dengan kami." Tambahnya dengan nada yang lebih dingin.
"Aku sungguh tidak merasa telah memanggilmu. Apakah yang kau sebut memanggil ini seperti semacam ritual?" Menyimak kalimat sebelumnya, Jeno mulai memiliki gambaran kasar soal apa Mark sebenarnya. Ia tidak terlalu yakin soal identitas Mark, tapi yang diyakini Jeno hanyalah bahwa ia sungguh tidak melakukan apapun untuk memanggil Mark.
Mark tersenyum. Kali ini bukan senyum miring maupun senyum sinis. Senyum manis yang rasanya Jeno ingat mirip seperti senyum kak Mark. "Aku tau kamu bukan dengan sengaja memanggilku. Kamu tidak memiliki apa yang biasanya dimiliki mereka yang memanggilku."
Apakah Jeno harus merasa senang?
Kalau begitu apa Mark benar-benar tidak bisa menemukan sesuatu untuk dilakukannya??
"Bukan tidak bisa, tapi kamu itu memangnya tidak memiliki keperluan sendiri?"
Jeno pura-pura kaget saat Mark menjawab pikirannya. Padahal ia hanya berhipotesa Mark dapat membaca pikirannya. Ternyata sungguhan bisa. Keren sekali.
"Kalau aku bilang ini adalah untuk diriku sendiri?? Masa tidak bisa kamu berikan saja untukku?"
Siang itu Mark mendesah kalah. Lagipula makan siang hari itu cukup membuatnya puas.
960+ words
Mark itu apa sih??
Dia baik gak sih??Sumpah ya dek Jeno, kamu tuh manis banget sih?? Cubit nih cubit!!!
Yes, hyungnim!
KAMU SEDANG MEMBACA
Lunch Mate • MarkNo
FanfictionJeno tidak sadar, tanpa sengaja ia telah memanggil 𝘔𝘢𝘳𝘬. 20210210