Sejak awal makhluk itu tau Jeno bukan dengan sengaja memanggilnya. Tapi dengan persembahan omelette yang bahkan hanya separuh potongan, rasa penasarannya membuncah pada manusia muda itu. Tanpa pikir panjang menerima persembahan itu dan meneken kontrak dengannya. Meskipun sepertinya anak itu juga tidak sadar bahwa omelette nya hari itu menjadi persembahan yang diterima.
Rasa penasaran dan sedikit kepuasan akan persembahan menjadi alasan ia mengikuti manusia itu kemana-mana tanpa menunjukkan wujudnya. Menghalangi beberapa masalah minor yang mungkin akan mengganggu anak itu, pemilik yang memberinya persembahan memuaskan. Namun tidak butuh waktu lama untuknya menyadari, ia melakukan hal-hal itu adalah untuk egonya sendiri. Ia merasa memiliki anak itu dan sudah seharusnya ia melindungi anak itu.
Jadi ia memberi peringatan pada anak itu untuk pulang lebih lambat, menghindarkan satu kejadian buruk yang akan menimpa anak itu jika ia langsung pulang seperti biasa. Tapi ia sungguh lupa bahwa Tuhan itu bisa jadi sangat keras kepala dengan takdir yang sudah ditulisnya. Anak itu malah mendapat perlakuan buruk di perjalanan pulang.
Ia sangat marah sampai memaki-maki Tuhan di dalam hati. Dalam sekejap ia mengambil alih manusia keparat yang dengan berani menempatkan tangannya di tubuh Jeno. Ia melihat bocah itu gemetar ketakutan, memanggil namanya. Ia ingin menenangkan bocah itu, tapi dirinya sendiri masih berapi-api dengan kemarahan. Saat bocah itu sampai di stasiun tujuannya, ia mendorongnya pelan. Bocah itu sempat berbalik dan melihatnya. Dari rautnya yang kaget ia tahu Jeno mengenalinya. Jadi ia hanya menatapnya sebentar sebelum pintu kereta kembali menutup dan menjauhi stasiun.
Sekarang apa yang akan ia lakukan dengan manusia keparat ini?
Ia turun mengikuti stasiun yang dikenali manusia itu sebagai tujuannya. Berbelok ke toko alat tulis terdekat dan menghabiskan uang tunai yang dimilikinya. Manusia ini tidak memiliki banyak uang tunai, tapi uang di rekeningnya sangat banyak sampai rasanya mustahil untuk karyawan staff biasa sepertinya memiliki uang sebanyak itu di rekeningnya.
Ia berbelok ke bar yang dikenalinya, mencari rekannya yang lebih senang berkecimpung dengan manusia melalui interaksi langsung. Begitu melihatnya, ia langsung menyerahkan seluruh kartu debit yang dimiliki manusia yang dibawanya, satu kata "bersihkan," dan rekannya itu langsung menggesek kartu debit itu sampai isinya habis.
"Baru sekali ini aku melihatmu mengambil alih manusia," ujarnya sambil sibuk menggesek kartu.
"Harus dilakukan. Bisakah kau buatkan aku identitas manusia? Namanya Mark, daftarkan sebagai anakmu atau terserahlah. Siapa namamu sekarang?"
"Lee Taeyong, terus uangnya?"
"Nanti aku minta kalau butuh, lalu tolong simpankan ini juga untukku." Ia mendorong dua kantong plastik besar yang tadi dibawanya ke hadapan rekannya. Rekannya itu tergelak melihat isinya.
"Apa yang akan kau lakukan dengan ini semua??" Ejeknya sambil melihat sekilas apa apa saja yang ada di dalam kantong. Alat tulis, alat lukis, sampai gantungan kunci hingga mainan anak-anak ada di dalam kantong plastik. Tapi ia tetap membawanya masuk, menyimpan kantong plastik itu.
Ia pergi setelahnya tanpa menunggu kartu debitnya selesai di bersihkan. Sekarang pria ini sudah tidak memiliki harta, apa selanjutnya?
Ia mengikuti tujuan manusia itu sebelum diambil alih. Menariknya ia bisa melihat bahwa tidak lama manusia itu akan dihajar, karena... oh? Menarik sekali. Ia melepas kesadaran manusia itu, mungkin ia bisa kembali lagi besok untuk menghukumnya lebih berat. Lagipula ia ingin kembali ke sisi Jeno.
Saat ia kembali kepada Jeno, situasi di hadapannya membuat ia semakin marah pada Tuhan. Jeno sudah berada di hadapan kemalangan yang ia coba hindarkan. Tuhan sialan ini, keras kepala sekali ya ingin mempertemukan Jeno dengan ayahnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lunch Mate • MarkNo
FanfictionJeno tidak sadar, tanpa sengaja ia telah memanggil 𝘔𝘢𝘳𝘬. 20210210