lunch, the second

4K 424 33
                                    

"Sekian kelas hari ini, semoga makan siang kalian menyenangkan," bu guru Nara akhirnya menutup kelas siang hari itu. Murid-murid yang sudah kelaparan segera menghambur ke cafeteria setelah bu Nara melangkah keluar dari pintu kelas. Hanya beberapa yang tetap tinggal di dalam kelas, entah sedang diet, tidak lapar, atau sekedar enggan berdesakan di cafetaria.

Suasana siang ini memang lebih hangat karena mulai memasuki awal musim panas. Kegiatan berdesakan di cafetaria semakin dihindari karena akan terasa sumpek dengan cuaca panas. Begitu pula dengan Jeno. Bekal yang ia bawa dari rumah, digenggamnya dengan satu tangan. Matanya memindai seisi kelas yang terisi separuh karena banyak anak perempuan yang memilih tinggal di kelas dan mengobrol.

Menggenggam kotak bekalnya, Jeno berjalan keluar kelas. Berencana memakan bekalnya di ruang osis yang berpendingin ruangan. Melewati lorong-lorong kelas lain, Jeno makin merasa kehilangan teman-temannya. Biasanya mereka lah yang datang menghampiri Jeno dan mengajaknya makan siang bersama. Program pertukaran pelajar yang dilakukan sekolah mengambil separuh dari pengurus osis. Yang sayangnya seluruh temannya berakhir ikut dalam program itu. Meninggalkan Jeno.

Baru saja Jeno mengeluarkan kunci ketika pintu ruang osis sudah mulai terlihat, Jeno mengernyit ketika mendapati pintunya terbuka dengan celah kecil. Jeno mengintip dan mendapati wakil ketua osisnya sedang berdebat dengan salah satu staf osis. Xiaojun dan Kunhang tampak sangat marah pada satu sama lain. Yang sayangnya tidak dapat Jeno mengerti karena mereka berdebat dalam bahasa China.

Jeno kemudian memutuskan untuk pergi dari sana dan menuju lapangan luar ruangan meski ia sedikit merasa tidak ingin. Tapi Jeno tidak punya banyak pilihan. Tempat itu adalah pilihan berikutnya yang akan sepi siswa siswi karena cuaca yang panas. Karena pada musim panas biasanya anak laki-laki lebih memilih bermain basket di lapangan indoor. Menjadikan lapangan outdoor sepi dari siswa.

Jeno menghempaskan badannya di salah satu bangku yang mengitari sebuah pohon besar. Meletakkan bekal nasi gorengnya di meja dan melihat sekeliling. Memastikan lagi bahwa tidak ada seorangpun yang mungkin datang. Atau mungkin ia memang berharap seseorang datang.

"Mencari siapa?" Jeno terlonjak dari kursinya saat figur itu tiba-tiba duduk di sisi kanannya. Kapan dia...??

"Kamu siapa?" Jeno memberanikan diri bertanya. Semalam dia sudah memastikan betul bahwa seniornya itu sedang mengikuti program pertukaran pelajar. Jeno yakin yang ada di hadapannya sekarang tidak mungkin kak Mark.

"Aneh, seharusnya kamu tau karena kamulah yang memanggilku," jawabnya sambil menopang dagu di telapak tangan. Siku nya bersandar pada meja dan matanya memandang Jeno panasaran. Kenapa dia melihat Jeno begitu?

Jeno jadi salah tingkah. Otaknya memang jadi agak lambat, tapi bukan berarti Jeno butuh waktu lama untuk memproses kalimatnya. "Aku... memanggilmu?"

"Kemarin, di sini. Tentu kamu tidak lupa?"

"Tapi aku tidak..." Jeno tentu tidak lupa apa yang terjadi kemarin. Tapi Jeno sungguh tidak mengerti di bagian mana yang dia katakan Jeno memanggil.

"Tidak mungkin salah, aku melihat tanda kontrak padamu. Dan lihat ini—" dia mendekat dan membalikkan punggungnya pada Jeno, menunjukkan tengkuknya yang bertuliskan namanya, Lee Jeno, serta tanggal lahirnya dan tanggal hari kemarin. "—itu kamu kan Lee Jeno? Aku milikmu," ucapnya santai.

Jeno memang sering membayangkan bagaimana rasanya memiliki Kak Mark sebagai pacar. Tapi untuk mengatakan ini hanyalah halusinasinya, Jeno cukup yakin bahwa kak Mark dihadapannya bukan sedang membicarakan makna kepemilikan yang seperti orang berpacaran. Entah bagaimana Jeno dapat merasa makna kepemilikan yang sedang dibicarakan kak Mark di hadapannya adalah seperti majikan dan pesuruh, atasan dan bawahan.

"Apa maksudmu aku—" Jeno tidak dapat meneruskan kalimatnya, menyerah karena terlalu banyak hal yang sulit untuk dipahaminya. "Sebenarnya kamu siapa? Jelas kamu bukan kak Mark."

"Mark? Itukah wujudku di matamu?" Ia tersenyum miring, kak Mark tidak pernah tersenyum seperti yang dilihat Jeno sekarang. "Kalau begitu, apa Mark ini alasanmu memanggilku?"

Agak lucu melihat sosok yang terlihat jelas seperti kak Mark menyebut kak Mark seolah kak Mark orang lain. Tapi Jeno tidak paham kenapa kak Mark dihadapannya terus mengatakan bahwa Jeno menanggilnya. Sebenernya siapa dia? Kenapa dia terus mengatakan bahwa Jeno memanggilnya?

"Aku tidak mengerti kenapa kamu terus mengatakan aku memanggilmu. Kalau kamu bilang kemarin, jelas jelas kamu yang lebih dulu datang padaku. Lalu aku membagi bekalku padamu, benar kan? Tapi kamu itu siapa? Kenapa mengatakan bahwa mataku lah yang melihat kamu sebagai kak Mark?" Jaemin dan Yangyang akan bangga kalau mereka tau Jeno berbicara sepanjang ini pada Mark. Atau setidaknya seseorang yang terlihat seperti Mark.

"Tanda ini—" dia menunjuk tengkuknya "—adalah salah satu tanda konkrit bahwa kamu memanggilku. Aku tidak tau bagaimana kalian manusia melakukannya, tapi aku jelas tau kamu yang melakukannya. Untuk pertanyaan kedua, aku tidak dalam kapasitas menjawabnya karena kalian manusia punya banyak nama untuk menyebutku," jawabnya santai seolah-olah dia mengatakan kejujuran. Tapi Jeno lebih tau kebenarannya.

Ucapan yang bahkan tidak bisa dicerna akalnya pastilah ucapan yang tidak boleh dipercaya oleh Jeno. Meski matanya menununjukkan sesuatu seperti ketulusan bahkan kejujuran. Atau ah, Jeno hanya ingin percaya saja bahwa mata datar itu tulus, jujur. Wajah Mark itu mengaburkan penilaian objektifnya.

"Kamu bilang kamu milikku kan? Mana boleh berbohong ketika menjawab pertanyaan pemilikmu?" Jeno tidak tau darimana datangnya kepercayaan diri yang besar itu. Tapi sensasi panas langsung menerjang wajahnya saat ia mendengar kalimatnya sendiri.

"Tidak percaya juga tidak apa-apa. Aku tidak akan rugi apapun kecuali waktu dan sedikit energi. Malah, menghabiskan waktu begini juga tidak buruk." sosok itu bersandar kebelakang dengan lengannya. "Hari ini kamu tidak ingin membagi bekalmu?"

Jeno membuka kotak bekalnya. Menunjukkan nasi goreng buatan ibunya dengan sosis dan potongan omelette.

Kriiing

Bel berbunyi sebelum mereka bertindak lebih jauh pada bekal nasi goreng. Membuat keduanya saling bertatapan dan tertawa kecil. Sungguh timing yang sangat-sangat buruk. Tidak beruntung.

Sebelum beranjak Jeno menyempatkan bertanya pada figur mirip kak Mark itu apakah ia akan datang lagi besok di tempat itu. Tapi ia hanya mengangkat bahunya dan berucap santai.

"Aku tidak pernah pergi."















940+words

Siapa tuh??

Yes, hyungnim!

Lunch Mate • MarkNoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang