"Mau sarapan apa?" Mark bertanya selagi Jeno memasang dasi seragamnya. Yang ditanya enggan menjawab, mendengus keras-keras supaya terdengar Mark.
Aku marah! Teriaknya keras keras di dalam hati.
"Iya nanti kan bisa main kalau sudah pulang sekolah," Mark menjawab gerutuan dalam hati Jeno. Sejak bangun bocah itu sudah menggerutu kesal pada Mark yang terjaga di sampingnya. Dengan alasan karena mereka tidak jadi main video game semalam.
"Kalau pulang sekolah kan pulang, bukan ke sini. Hari ini kamu gak boleh makan bekalku," ancamnya sambil berlalu keluar dari mansion. Berangkat ke sekolah satu jam jauh lebih awal meski mansion Mark hanya berjarak lima belas menit berjalan kaki dan dua kali belok. Jeno sudah tau harus melangkah kemana untuk ke sekolah.
"Hari ini aku yang belikan bekal deh, terus nanti kamu pulang ke sini aja. Biar aku yang ijinkan ke ibumu. Bagaimana?" Mark menyusul dan berjalan di samping Jeno.
Jeno terdiam. Baru ingat kalau hari ini tidak ada ibunya yang membawakannya bekal. "Popcorn caramel ya, terus donat, sama jangan lupa jelly juga. Aku suka yang rasa cola aja lho," ucapnya manis dengan sikap yang berkebalikan dari sikapnya sebelumnya.
"Iya." Jawabnya sambil menjejeri langkah Jeno yang berjalan pelan.
"Hari ini temen-temenku gapapa kan? Gak akan kena musibah?" Jeno bertanya sambil berbelok ke minimarket yang pertama dilihatnya.
"Apa kecerobohan termasuk musibah?"
"Iya dong, tapi kalo ceroboh... pasti Soobin ya?" Tebaknya sambil mengambil susu pisang dari raknya, lalu mengeluarkan ponselnya.
"Bukan, Jaemin. Dia makan kue susu yang bahan susunya diganti susu almond. Tidak akan mati sih, tapi mungkin akan sakit sekali."
Jeno sudah menyambungkan ponselnya untuk menghubungi Jaemin. Menempelkan ponselnya ke telinga selagi menunggu Jaemin mengangkat. "Halo Jaemin?" Panggilnya sambil berjalan ke kasir.
"Masih pagi Jeno, kenapa telfon jam segini?" Jaemin protes dari ujung sambungan telfon. Suaranya serak karena telfon Jeno sepertinya membangunkannya dari tidur.
"Hari ini jangan makan kue! Semua kue gak boleh! Makan keripik atau Jollypong atau coklat atau stik, apa saja pokoknya jangan kue ya?" Jeno meletakkan susu pisangnya di kasir untuk dihitung.
"Totalnya 1400 won."
"Kenapaa??"
"Um... aku mimpi kamu hilang ditelan kue," Jeno memberi alasan asal selagi mengeluarkan uang dari tasnya, menjepit ponselnya di telinga menggunakan bahu.
"Kalau aku dan kue berhadapan, yang ada aku yang makan kuenya tau, bukan malah sebaliknya." Jeno mengulurkan lembaran lima ribu won sambil mendengarkan Jaemin.
"Jangan dimakan! Perasaanku buruk," ucap Jeno dengan nada yang lebih lemah. Sangat tau bagaimana cara membujuk temannya itu.
"Iya deh, aku gak akan makan kue. Ngomong-ngomong kamu mau oleh-oleh apa dari sini? Besok sore rombongan akan mulai perjalanan pulang nih," tawar Jaemin yang sepertinya mulai sadar dari tidurnya.
Jeno mengambil uang kembalian dan susu pisangnya sambil berpikir, lalu berjalan keluar minimarket sambil membungkuk terima kasih pada kasir. "Aku kan gak tau ada apa aja di sana, jadi belikan apa saja deh. Kalau kamu pulang tanpa bawa apapun juga tidak apa-apa, aku kangen sekali padamu."
Jaemin tertawa dari seberang telfon. "Ngaku deh, sebenernya kamu kangen kak Mark ketimbang aku kan?"
"Enggak tuh, jangan sok tahu! Aku kayaknya akan berhenti suka kak Mark," suaranya terdengar tidak yakin, dengan segera Jaemin di seberang telefon membuat keributan dengan suara huh? dalam nada sumbang berkali-kali seolah tidak mempercayai ucapan Jeno. Jeno berdecak kesal.
"Jangan bercanda, kamu saja tidak bisa berhenti suka Mark saat dia pacaran dengan Donghyuk. Lalu kenapa tiba-tiba kamu bilang begitu?" Dari seberang sambungan panggilan Jeno dapat mendengar suara berisik seperti pintu yang dibuka. Lalu suara yang familiar mengucapkan selamat pagi dengan nada rendah di latar panggilan. "Pagi juga kak, habis dari mana kok dari luar sepagi ini?"
"Cari angin, udah sarapan Jaemin?" Jeno menajamkan pendengarannya, ingin tau percakapan di ujung lain sambungan telefon. Gerbang sekolah sudah di depan mata, beruntung sekolah masih sepi hingga ia bisa mendengar pembicaraan di belakang lumayan jelas.
"Eh belum kak, baru aja bangun ini."
"Mau mandi? Kalau belum aku dulu ya."
"Iya kak, duluan aja," Jaemin mempersilahkan sebelum suara berisik mengisi latar suara Jaemin yang berbicara pada Jeno lagi. "Udah jam segini No, kamu gak berangkat sekolah?"
"Ini juga sudah sampai kok, kamu udah mau siap-siap ya?"
"Iya, mau siap-siap mandi dulu kayaknya,"
"Yaudah kalo gitu, diingat ya Nana! Jangan makan kue!" Jaemin terkekeh sebelum mengiyakan dan sambungan panggilan mereka terputus.
Jeno memasukkan ponselnya ke saku celana, menusuk susu pisangnya dengan sedotan lalu meminumnya sambil melangkah ke kelas.
"Anak baik," Mark berucap pelan. Matanya yang gelap itu kosong dan tidak memancarkan emosi apa-apa. Tapi Jeno merasa pujian itu penuh kebanggaan. Rona merah menjalari pipi Jeno yang malu karena dipuji.
"Ku kira kamu udah menghilang, kok masih disini?" Jeno bahkan hampir tidak merasakan keberadaannya sampai Mark memujinya.
"Tidak terlihat bukan berarti aku tidak bersamamu—" Mark mendongak melihat gantungan tanda kelas di atas pintu ruang kelas Jeno. "—aku tidak pernah pergi," ucapnya dengan nada cuek seolah itu bukan apa-apa.
"Oh waktu kamu bilang kamu tidak pernah pergi, itu maksudnya pergi dariku? Ku kira kamu tidak pernah pergi dari pohon di lapangan," balas Jeno polos sambil meletakkan tasnya di pangkuan lalu duduk di kursi.
"Kamu itu melihatku sebagai apa sih? Penunggu pohon?" Mark jelas jelas tersinggung, tapi Jeno tidak merasa ia marah. Membuat kekehan Jeno lolos begitu saja karena ini pertama kalinya ia melihat Mark tampak terganggu.
"Nih, makasih buat yang kemarin." Jeno menyodorkan coklat dari tas nya pada Mark. "Jangan khawatir, untuk makan siang aku masih punya lagi kok," tambahnya sambil menopang dagu menghadap Mark.
"Aku tau," jawab Mark singkat lalu badannya menghilang dengan asap hitam.
Tentu saja dia tau. Gerutu Jeno dalam hati lalu mempersiapkan bukunya untuk kelas pertama.
Kelas mulai terisi, teman-teman sekelas Jeno sudah memenuhi ruang kelas dan saling mengobrol menunggu bel masuk. Namun sebelum bel bu guru Nara lebih dulu masuk ke kelas dan meminta siswa untuk duduk di tempat mereka.
Seorang laki-laki sebaya Jeno mengenakan celana hitam dan kaus putih mengekori bu guru Nara. Badannya kecil dan mata sipitnya sangat berbeda dari orang korea. Tanpa diberitahupun, mereka tahu bahwa anak itu pasti akan jadi teman sekelas mereka. Tapi bu guru Nara tetap menjelaskan dalam sapaannya.
"Selamat pagi, semangat sekali mengobrolnya. Hari ini kita kedatangan murid baru," begitu ucap bu guru Nara. Anak di sampingnya hanya tersenyum di depan seluruh kelas. "Ayo perkenalkan dirimu dengan singkat," bu guru Nara berujar pelan pada anak itu.
"Hai, aku Shotaro," mulainya memperkenalkan diri. Jeno merasa anak itu memperkenalkan diri pada Jeno alih-alih seluruh kelas karena tatapannya yang terpaku pada Jeno. Namun pemikiran itu dihalaunya karena mungkin saja anak itu malu jika harus berkontak mata dengan seluruh kelas.
"Aku juga suka makan cokelat," tambah anak itu sambil menatap Jeno di mata. Senyumnya yang terlihat tulus dan mencapai mata rasanya lebih menyeramkan daripada raut datar Mark dengan mata gelapnya yang kosong.
1000+ words
Eaaa sapa tuh taro 🤷🏻♂️
Wkwkwkw Mark si penunggu pohon 🤪 hahahahah maaf Mark aku ketawaSampai nanti sampai aku update lagi!
Yes, hyungnim! 💙💛
KAMU SEDANG MEMBACA
Lunch Mate • MarkNo
FanfictionJeno tidak sadar, tanpa sengaja ia telah memanggil 𝘔𝘢𝘳𝘬. 20210210