'Kebanyakan orang akan lebih mudah menyerap hal-hal negatif yang berdiri di balik kebenaran, daripada susah-susah mencari tahu kebenaran itu sendiri.'
••••
"Kamu mau minum?"
Suara Liam membuat kepala Axelle menoleh. Dilirik sang kakak sebentar, lalu bibir pucatnya tertarik simpul. Dia menggeleng pelan. Tidak merasa haus. Fokusnya kembali pada langit-langit kamar rawat inap yang membosankan. Napasnya dihela diam-diam.
Di ruangan serba putih berbau obat-obatan, Axelle hanya bisa terbaring di ranjang dengan tangan tersambung infus. Tak banyak yang dapat ia lakukan. Hanya terdiam menerima keadaan yang sepertinya kian memburuk. Setidaknya, ia bersyukur, operasi usus buntunya berjalan lancar.
Gejalanya sudah cukup lama Axelle rasakan, dan hal itu baru diketahui sekarang setelah benar-benar tak sanggup menahan rasa sakit. Teguran dokter masalah terlambatnya penyakit itu ditangani membuat orang tuanya dan Liam khawatir. Namun, Axelle justru memberikan senyumannya untuk menenangkan keluarganya. Dia merasa baik-baik saja. Jadi, tidak ada yang perlu dicemaskan.
Esoknya, secara mengejutkan Jade dan Tara datang menjenguk Axelle yang tengah sendiri di dalam kamar. Kedua sahabatnya itu membawakan seplastik buah beri-berian dan yogurt rendah gula untuknya. Sambil melambai rendah, dia mempersilakan dua orang itu masuk dan duduk dengan nyaman. Jade yang pertama mendekat sambil agak berlari kegirangan. Matanya berbinar. Dia memeluk Axelle singkat, disusul Tara yang hanya tertawa kecil. Lelaki itu menepuk bahu kecil Axelle dua kali sebelum duduk di kursi besi yang tersedia di sana. Axelle balas tersenyum lebar bergantian.
"Kok tau kalau aku di rumah sakit?" tanya Axelle, entah heran, entah hanya memastikan.
Jade melirik Tara, sedangkan lelaki itu hanya mengedikkan bahu seraya tersenyum misterius. "Radar gue selalu nyala, koneksi gue di mana-mana," sombongnya, yang Jade dan Axelle tahu kalau itu cuma sebatas kelakar.
"Dih," balas Jade. Lalu ketiganya tertawa.
"Tadi aku search di Google, katanya yogurt bisa dikonsumsi setelah operasi usus buntu. Kamu suka yogurt, 'kan, El?" ujar Jade sembari menunjukkan yogurt yang dia beli. "Buah beri juga bagus katanya. Jadi, kami beliin juga. Tuh, masih segar-segar. Dimakan, ya, El!"
Axelle mengangguk. Ia sangat senang kedua sahabatnya peduli seperti ini. "Makasih ya Jade, Tara."
"Nggak perlu bilang makasih, El. Kan emang udah kewajiban jengukin sahabat sendiri." Jade mengingatkan. Pendar manis kembali terukir di bibir. Tara yang berada di sebelah Jade mengangguk setuju.
"Mulai sekarang, lo harus jaga kesehatan, El. Kalau ada yang sakit, bilang. Nggak boleh ditahan. Kalau perlu, nih, gue sama Jade selalu siap sedia di depan rumah lo." Kini Tara yang membuka suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Written in the Stars
Teen FictionNatalia Jade selalu berharap bisa berdiri di panggung Teater Bolshoi, Moskow, menampilkan balet Swan Lake, diiringi musik gubahan Tchaikovsky yang tersohor itu. Memerankan Odette di panggung yang megah gemerlap, meliuk indah bersama Pangeran Siegfri...