'Tersenyumlah bila harus tersenyum. Menangislah bila keadaan memaksa demikian. Kadang menjadi tidak baik-baik saja memang dibutuhkan. Hidup bukan hanya berisi hal-hal manis yang penuh sukacita.'
••••
"Mau ke mana kamu pagi-pagi begini?"
Suara tegas Johnny membuat Jade yang baru saja turun ke lantai bawah cukup terkejut. Pria itu segera menjeda aktivitas membacanya. Koran di pangkuan lantas diturunkan. Secangkir kopi hangat yang tersedia di meja mulai dingin. Sedingin suasana pagi di ruangan besar tersebut. Jade menelan ludah. Langkah kakinya memelan begitu sang papa menoleh, memberikan lirikan tajam kepadanya.
"Hari ini Axelle ulang tahun, Pa. Aku mau ke sana, ngasih kado juga." Jade menunjukkan terrarium yang ia bawa dengan ragu. Suaranya pelan seiring tatapan Johnny yang terlihat tidak bersahabat.
"Buat apa?"
Hening. Kening Jade mengkerut. Dia tak mengerti. Bukankah sudah jelas dia mengatakan bahwa Axelle ulang tahun dan dia ingin memberikan kado sekalian menjenguk sahabatnya itu?
"Buat apa ngasih kado? Buat apa ke sana? Masih saja kamu berteman dengan anak seperti dia. Selama ini kamu sudah memberikan apa pun yang dia mau. Tapi dia? Apa balasan dia? Sengaja membuat dirinya sendiri celaka dan menjadikan itu sebagai alasan untuk maksa kamu jadi balerina seperti dia?"
Mendengar itu, tatapan tak mengerti Jade kian jelas. Dia tak percaya dengan apa yang baru saja papanya katakan. Mengapa bisa sampai punya pemikiran seperti itu?
"Pa! Papa kok bisa ngomong kayak gitu, sih?! Axelle bukan seperti apa yang Papa pikirin. Axelle itu baik, prasangka Papa aja yang buruk," ujar Jade mulai kehilangan kesabaran. Dia tak sadar kalau suaranya meninggi.
"Lihat? Dia juga berhasil mengubah anak papa jadi kurang ajar sama papanya sendiri," sengir Johnny.
"Papa keterlaluan, ya! Jade kayak gini itu karena Papa, bukan karena Axelle. Berhenti salahin sahabat Jade, Pa. Bahkan dia jauh lebih baik dari pada Papa!"
Johnny menggeram. Tangannya terkepal, melemparkan koran yang ada di genggaman. Ia berjalan mendekati Jade dengan kilat kemarahan yang tergambar jelas.
"Seberapa jauh anak itu mencuci otakmu, Jade?" ucapnya pelan, tetapi penuh penekanan. Rahangnya sudah mengeras. Udara di sekitar mendadak panas.
Jade seharusnya bisa memperkirakan kalau pagi ini akan dia lewati dengan tenang dan menyenangkan. Membayangkan perayaan kecil untuk ulang tahun Axelle yang ke-17 sambil menyanyikan lagu ulang tahun. Namun ternyata tak semudah itu. Sedari awal, rencananya sudah terancam gagal. Harinya sudah pasti akan berakhir menyebalkan.
Jade menatap lurus mata papanya, menghadapi pria itu dengan berani. "Papa ngehancurin kesenangan aku. Dan Axelle yang selalu ada buat bangkitin aku lagi. Apa kurang jelas siapa yang sebenarnya Jade butuhkan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Written in the Stars
Novela JuvenilNatalia Jade selalu berharap bisa berdiri di panggung Teater Bolshoi, Moskow, menampilkan balet Swan Lake, diiringi musik gubahan Tchaikovsky yang tersohor itu. Memerankan Odette di panggung yang megah gemerlap, meliuk indah bersama Pangeran Siegfri...