PROLOG

91 15 27
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jakarta masih sepanas biasanya, bahkan di hari Sabtu yang menyenangkan. Saat hari di mana orang-orang menyebutnya 'weekend', pun murid-murid SMA bertebaran keluar gerbang sekolah menemui jemputan, Jakarta masih saja panas. Matahari sedang terik-teriknya. Kendaraan padat. Debu jalanan membikin pengap.

Di dekat trotoar, ada dua insan yang bersiap melakukan rutinitas wajib di hari Sabtu ini. Dengan satu sepeda, mereka berkeliling kota Jakarta, memamerkan senyum terindah yang mereka punya. Tanpa tujuan. Hanya ingin menghabiskan waktu bersama sebagai sepasang sahabat.

"Kita bisa kayak gini terus, 'kan?" tanya Axelle. Angin menerbangkan anak rambut. Senyum di bibir tersungging sekilas.

Jade, gadis berambut panjang yang ada di boncengan, mengangguk. "Pasti. Selagi kita bisa, kita harus habisin waktu sama-sama. Kalau nanti kita udah dewasa pasti sibuk sama urusan masing-masing," katanya.

Roda sepeda masih bergulir teratur, melewati jalanan aspal yang kering, menuju ke tempat yang lebih lengang. Persahabatan Jade dan Axelle belum terlalu lama, tetapi mereka percaya hubungan mereka akan berjalan untuk waktu yang tidak bisa ditentukan. Kekal dan teramat menyenangkan.

Kedua gadis itu kembali meneruskan perjalanan sambil berbincang ringan, menikmati udara segar. Mereka sengaja mengambil jalan perkampungan yang terdapat sawah membentang luas. Pemandangan paling epik untuk ukuran kota besar yang lahan hijaunya makin mengerucut.

Axelle menghentikan sepedanya di sebuah pasar kecil yang ada di daerah ini. Ia menarik tangan Jade untuk masuk bersama. Yang ditarik hanya menurut sambil sibuk menilik sekitar dengan raut bertanya. Sebuah fakta, Jade tidak akan pernah menginjakkan kaki di pasar tradisional seperti ini jika bukan Axelle yang mengajaknya. Sebab, saat belanja bulanan, mamanya akan pergi ke pasar swalayan besar. Atau untuk sekadar membeli bahan masakan saja, sang mama lebih memilih supermarket.

Jade tidak mengerti ke mana ia harus pergi. Jadi, kakinya hanya bergerak mengikuti Axelle, mendatangi sebuah stan yang menyediakan berbagai macam jajanan pasar. Axelle mengambil beberapa dan segera membayar.

"Panas banget," keluh Jade sembari mengipaskan tangan. Ia agak kesal karena Axelle masih menarik tangannya dan terus berjalan seolah tak peduli. Gadis itu kelewat antusias.

"Pak, es-nya dua, ya," ujar Axelle. Senyumnya ramah.

"Terima kasih."

Mereka segera menjatuhkan tubuh begitu menemukan sebuah bangku panjang. Jade menghela napas lega sambil meneguk es yang dibelikan sahabatnya tersebut. Sementara Axelle sibuk menggeledah isi plastik yang sedari tadi ia tenteng.

Gadis itu menyodorkan sebuah roti goreng panjang. "Nih, cobain! Ini namanya cakwe, saudaranya odading. Aku suka banget."

"Aku kayak pernah dengar. Tapi belum pernah nyoba." Jade menggigit cakwe itu sedikit. Begitu mengetahui rasanya, ia segera melahapnya hingga habis.

Written in the StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang