"Sejatinya, kita memang akan terus diuji dengan berbagai persoalan hidup. Entah itu yang berskala kecil maupun besar."
Bismillah
Selamat Membaca
🍥🍥🍥
Ujian menjelang pernikahan memang benar adanya. Maka, tak heran islam menganjurkan untuk menyembunyikan lamaran dan mengumandangkan pernikahan. Hal ini dikarenakan banyak sekali godaan dan penghalang menuju pernikahan. Sebab, pernikahan adalah ibadah terpanjang bagi seorang muslim. Dari pernikahan nantinya lah akan terbentuk insan-insan yang akan menghidupkan peradaban madani.Ujian tersebut kini menghampiri kedua calon mempelai yang kurang lebih satu bulan lagi akan menggelar pernikahan. Namun, banyak kerikil-kerikil ujian mulai naik ke permukaan. Mulai dari masalah tempo lalu karena baju Dion yang mendadak kebesaran. Hal itu tentu membuat Araya marah.
Siapa yang tidak mendambakan pernikahan yang sempurna? Mempelai laki-laki terlihat gagah dengan setelan jas dan mempelai perempuan anggun dengan dressnya. Namun, apa jadinya jika jas yang dikenakan kebasaran? Bukannya terlihat gagah, justru terlihat seperti orang-orang sawah.
"Muka lo kusut banget nih?" tanya teman Dion yang melihat wajah Dion yang kacau. Kebetulan mereka sedang nongkrong di kafe milik Dion.
"Tau, harusnya happy mau nikah. Eh ini malah kelihatan kayak dikejar hutang," sahut temannya yang lain."Stess," teriak Dion dengan membenamkan wajahnya di lipatan tangan. Ingin sekalinya dirinya pergi mengasingkan diri untuk sejenak merefresh pikirannya.
Ario dan Dimas menaikkan alisnya heran. Mereka bertanya-bertanya kenapa Dion terlihat sekacau itu?
"Stress? Idih gila, lo? Sana, jangan dekat-dekat sama kita. Kasihan Araya calon suaminya gila. Mending nikah sama gue, " ucap Dimas yang justru semakin membuat Dion emosi.
Dion menatap tajam Dimas. Kenapa di situasi seperti ini Dimas masih bisa bercanda. "Gak Lucu!"
Ario menyodorkan segelas es jeruk ke hadapan Dion. "Minum dulu gih. Jangan marah-marah, Ion. Kenapa sih? Masalah Araya? Wajar kali emang fasenya gitu kalau mau nikah. Sepupu gue aja waktu sebelum nikah ngeluh mulu pusing, eh pas udah nikah malah happy banget," kata Ario menenangkan Dion.
Dimas mengangguk setuju, "bener. Dinikmati aja prosesnya. Toh, gak bakal lama."
Dion menatap kedua sahabatnya, mereka tidak tahu bagaimana rasanya berada di posisi Dion sekarang. Dikejar-kejar biaya pernikahan, Araya yang egois, belum lagi masalah Dion dan Abi Araya yang masih belum akur.
"Lo bayangin, pernikahan gue kurang dari sebulan. Tapi, baju belum siap, undangan belum siap, cattering belum siap. Semua itu gara-gara keinginan Araya yang muluk-muluk." Dion meluapkan kekesalannya. Ia kesal dengan sikap Araya yang egois, terlalu banyak keinginannya. Araya seakan-akan tidak melibatkan Dion dalam rencana pernikahan ini. Araya hanya ingin keinginannya terwujud tanpa diskusi terlebih dahulu dengan Dion.
"Muluk-muluk gimana? Menurut gue sih wajar kalau perempuan pengen pernikahannya sempurna, apalagi Araya anak tunggal. Pasti orang tuanya juga sama menginginkan pernikahan yang luar biasa." Ario menanggapi keluhan Dion. Menurutnya wajar dengan sikap Araya. Memang lumrahnya seperti itu perempuan. Apa yang salah dengan menginginkan pernikahan yang sempurna?
Dion terperangah dengan respon Ario. Bahkan dia sampai menggelengkan kepalanya. "Wajar? Gila. Dia aja yang kebanyakan nonton film roman. Gue bukan pangeran yang dengan semuanya bisa mewujudkan keinginannya. Apalagi kalian tahu kondisi keuangan gue gimana. Penghasikan dari kafe gak seberapa," jelas Dion. Penghasilan dari kafe yang dirintisnya memang tidak seberapa jika dibandingkan dengan kekayaan keluarga Araya.
"Terus lo maunya gimana? Menurut gue, kalian perlu diskusi masalah ini. Jangan sampai ini membesar," saran Dimas. Ia tak ingin jika Dion berpikiram nekat untuk mengakhiri semuanya.
Ario menyetujui saran Dimas, "bener banget, jangan sampai pernikahan kalian berantakan cuma masalah baju, cattering, dan undangan. Jangan sia-siakan hubungan kalian selama 8 tahun ini," tambah Ario menasehati.
Mendengar kata undangan, Dion teringat akan sesuatu. Ia mengecek gawainya. Lemas. 10 panggilan biasa tak terjawab. 20 pesan masuk dan 15 panggilan video. Dion menepuk jidatnya kesal. Kenapa bisa-bisanya dia melupakan janji dengan Araya.
"Kenapa lo?" tanya mereka bersamaan.
"Gue lupa ada janji sama Araya jam 10. Sementara sekarang udah jam 1 siang. Alamat kuping gue panas nih dengerin Araya ngomel."
Ario dan Dimas tertawa membayangkan bagaimana nantinya Dion akan habis-habisan diceramahi Araya. Secara mereka kenal betul bagaimana kerasnya sikap disiplin Araya. Ia tidak akan mentolerir siapapun termasuk kekasihnya.
"Hahaha. Selamat berjuang," ucap Ario dengan menepuk pundak Dion. Ia meledek Dion dengan memberikan selamat seolah Dion akan bertarung di medan perang.
"Semoga kembali dengan utuh dan selamat, tambah Dimas yang semakin membuat Dion keki.TBC
Jazakumullah khair ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Terakhir Araya
SpiritualUpdate satu minggu sekali, insyAllah. Perihal jodoh, kita tidak pernah tahu akan berjodoh dengan siapa. Sering kali, kita menduga seseorang itu jodoh kita. Namun nyatanya bukan. Itulah yang dirasakan Araya. 8 tahun menjalin hubungan dengan seseorang...