"Coba sesekali masuki dunianya, pahamilah bagaimana peran dan tanggung jawabnya. Niscaya kamu tidak akan mudah menyalahkan tindakannya."
Bismillah
Selamat membaca😊
🌹🌹🌹
Sudah satu minggu lebih suasana di kediaman Araya berbeda. Tak ada senyuman dan sapaan yang menghiasi. Semua orang rumah mendadak lesu. Tentunya hal ini disebabkan karena pernikahan Araya yang sudah di depan mata harus kandas. Mereka hanya bisa meneguk kekecewaan. Sakit tentu. Tapi mau bagaimana lagi jika sudah menjadi takdir. Mengemis pada Dion? Cih Abram tak bakal sudi. Bahkan untuk bertemu dengan Dion saja dia enggan apalagi mengiba.Araya menatap kedua orang tuanya silih berganti. Rasa penyesalan menyusup ke dalam batinnya. Lagi-lagi ia merasa dirinya sudah memberikan aib bagi keluarganya. Araya menghentikan aktivitas makannya. Ia mendadak tak ada nafsu untuk menyuapkan makanan. Araya bangkit meminta izin pergi terlebih dahulu. Namun, Abram mencegahnya.
"Duduklah! Ada yang ingin Abi bicarakan," titah Abram.
Araya kembali duduk di tempatnya tadi. Araya menelan salivanya kasar kala melihat keseriusan dari wajah Abinya. Ia menerka-nerka apa yang akan Abinya bicarakan.
"Abi sudah memutuskan kamu tetap akan menikah. Kamu akan menikah dengan laki-laki pilihan Abi." Abram membuat keputusan untuk menjodohkan Araya dengan anak sahabatnya. Ia tidak mau kecolongan lagi untuk kedua kalinya. Biarlah kali ini Abram yang bertindak.
"Maksud Abi, Araya dijodohkan?" Abram mengangguk. "Bi Raya itu baru gagal menjalin hubungan. Raya gak mau untuk kedua kalinya gagal lagi. Raya capek Bi, biarkan perasaan Raya istirahat dulu sejenak."
Abram paham anaknya sedang terluka, namun ia tak ingin kecolongan. Ia takut Araya akan kembali pada laki-laki itu. "Dia baik, tidak seperti Dion. Abi yakin dia bisa membimbing kamu."
"Baik menurut Abi, tapi belum tentu baik juga buat Raya, Bi. Ini terlalu cepat biarlah luka di hati Raya mengering dulu." Araya tak habis pikir kenapa Abinya jadi otoriter seperti ini. Oke, Araya paham setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Namun, tidak perlu terburu-buru seperti ini, bukan?
"Lalu, baik menurutmu itu seperti Dion?" sarkas Abram.
Araya menggelengkan kepalanya cepat. "Bukan begitu, Bi. Raya tau Abi khawatir tapi bukan gini caranya. Raya masih bisa mencari jodoh sendiri," bantah Raya. Dia mencoba meyakinkan Abinya bahwa dirinya masih belum siap memulai hubungan apalagi di jenjang pernikahan.
"Mencari jodoh sendiri? Dan akhirnya kamu akan dikecewakan lagi. Dalam memilih pasangan tidak hanya melihat soal rasa Raya, tapi juga agama."
"Bukankah dalam islam juga tidak boleh memaksakan seseorang dalam menikah?" tanya Araya balik. Dia ikut mempertanyakan keputusan dari Abinya ini.
"Bukan memaksa Raya, Abi hanya berusaha yang terbaik. Kenapa kamu tidak mengerti."
"Terserah Abi. Mending Raya ke toko." tukas Raya mengakhiri perselisihannya. Lebih baik dirinya menenangkan diri dengan bekerja.
***
Araya sudah tiba di toko. Araya adalah seorang wanita yang memiliki toko kue. Sejak kecil Araya menyukai kue, sehingga membuat dirinya bermimpi mempunyai toko kue. Akhirnya, impiannya itu terwujud kala dia masih duduk di bangku kuliah. Meskipun anak orang kaya, Araya tak sedikitpun meminta bantuan orang tuanya. Baginya mimpinya adalah urusan dan tanggung jawabnya. Tak ada yang berhak mencampuri mimpinya termasuk kedua orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Terakhir Araya
SpiritualUpdate satu minggu sekali, insyAllah. Perihal jodoh, kita tidak pernah tahu akan berjodoh dengan siapa. Sering kali, kita menduga seseorang itu jodoh kita. Namun nyatanya bukan. Itulah yang dirasakan Araya. 8 tahun menjalin hubungan dengan seseorang...