Distrik Trost 3

194 37 1
                                    

Gambar: https://images.app.goo.gl/ewdmkHhd84B1KwU98 Distrik Torst saat sepi 🤦🥴 semoga gak ada typo ya

Ibu terlihat senang sekali menyambut Annie, gadis berambut pirang yang di sanggul kecil itu.

Telpon yang berbunyi membuatku harus mengalihkan pemandangan dari mereka.

Kring... Kringg... Kring... Kringg....

"Halo dengan kedai keluarga Zoe, ada yang bisa saya bantu?" Sambutku dengan tersenyum. Ibu pernah bilang walaupun aku berbicara melalui telepon dan orang lain tidak bisa melihatku, aku harus tetap menunjukkan ekspresiku karena mereka akan tau itu melalui suara. Jika aku bersikap baik pada orang lain maka mereka akan baik juga padaku.

"... Oh Halo, Little lamb. Aku menemukanmu"

Dengan cepat kutengok ke arah jalanan seberang warung ibuku, dua orang berjubah berdiri di seberang jalan menghadap rumah kami. Mataku terbelalak ketika aku juga melihat Annie-perempuan yang berdiri di depan ibuku- mengeluarkan pistolnya.

"Ibu!" Seseorang menabrakku dengan keras, sebuah tangan melingkar di kepalaku menutupi pandangan ku dari ibuku. Aku menyaksikan semuanya berjalan lambat.

Dua orang berjubah di seberang jalan mengarahkan pistolnya ke kedai kami. Sementara apa yang kulihat di kedai, anak kecil sedang memakan makanannya dengan lahap sementara ibunya bermain handphone, seorang pemuda sedang menunggu pesanan yang sedang disiapkan, seorang kakek sedang berbincang dengan kedua temannya dan tertawa.

DOR... DOR... DOR... DOR...

Bunyi senapan bertubi-tubi menghantam kami. Seseorang berteriak kencang-Aku berteriak kencang hingga aku tidak menyadari diriku sudah terjatuh di tanah. Seseorang menutup mulutku dan aku memberontak sekuat tenaga.

"Dokter Hanji, tenanglah" Bunyi suara itu. Mikasa. Kesadaran ku mulai kembali suara tembakan perlahan mulai berhenti. Seolah melihat rasa khawatirku dirinya kembali berkata "Kakak bersama dengan ibumu, jadi tidak apa-apa. Mikasa bersamamu dokter Hanji" ujarnya ketika aku kesulitan bernafas.

Perlahan kutenangkan diriku dan kuangkat kembali tubuhku untuk melihat keadaan dari balik meja kasir. Hatiku merasa hanjur dan sedih ketika melihat anak kecil berbaju biru tergeletak dilantai karena peluru menembus kepalanya, ibu anak itupun menangis dan berteriak. Tidak hanya itu, seorang yang pemuda bersembunyi di bawah meja juga merintih kesakitan. Sementara pelanggan yang lainnya terlihat ketakutan.

Aku memberanikan diri segera keluar dan berusaha membantu mereka. Anak berbaju biru sudah tidak bisa ku selamatkan, karena saat aku mengecek nadi di lehernya aku sudah tidak bisa merasakan apapun. Nafasnya pun juga telah berhenti. Aku bersimpati kepada ibu anak itu sambil meminta maaf karena aku sudah tidak bisa lagi menolongnya.

Air mataku telah mengalir ketika aku menghampiri pemuda yang bersembunyi itu. Dirinya melihatku datang dan seolah mengerti kalau aku hanya berusaha menolongnya, ia menunjukkan lengannya yang lukanya kepadaku.

"Mikasa, tolong kau ambilkan tas hijau-peralatan medis- yang berada di dalam lemari di kamarku" ujarku pada wanita di sebelahku.

Mikasa mengangguk lalu kemudian berlari menuju kamarku. Aku melepas apronku dan membalutnya sambil menekan kedua ujung luka tembaknya. Dia merintih kesakitan.

"Siapa namamu?" tanyaku seraya mencoba mengalihkannya dari rasa sakit di tangannya.

"E-Eren" ujarnya kepadaku.

"Hi Eren namaku Hanji, dimana rumahmu?"

"Rumahku dua blok dari sini"

Aku mengangkat alisku dengan penasaran karena dua blok itu cukup jauh dari rumahku "Oh? Rumahmu cukup jauh juga"

Book of Hanji ZoeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang