2'🐧

36 9 0
                                    

Padahal Ichi telah berfikir untuk mencari makan di luar dan mencari kerja, namun Ia tak punya identitas di dunia ini. Secara, Ia bukan berasal dari sana.

🐧

Tubuh sang gadis meringkuk di lantai apartemen si lelaki. Tangan memeluk lutut dan wajah terbenar disana.

Bagai bunga layu Ia tidak tahu harus bagaimana, siap menghadang kematian atau justru berharap akan adanya seseorang yang menolongnya untuk kembali mekar.

Si gadis bersyukur akan sang adam yang dengan baik hati menampungnya. Sunguh, Ichi pikir Ia akan kembali setelah sehari berada dalam dunia penuh ilusi itu sebab sempat terpikir jika Ia tengah dalam buai mimpi. Namun di hari kedua justru masih disana Ia tinggal.

Andai hal itu berlangsung lama, Ichi mesti menanggapinya seperti apa? Sesungguhnya Ia tak tahu, Ia telah berjanji pada Sugawara akan keberadaannya yang hanya meminta sedikit tempat untuk bernaung. Sungguh, Ia tak ingin menyulitkan orang lain, apalagi Sugawara.

Ia tak ingin menyulitkan orang yang Ia sayang...

_

"Makanlah, Kau tidak ada makan apapun sejak kemarin."

Perut bergemuruh, lemah pula dirasa sebab satu hari semalam tiada satupun yang masuk dalam perut. Namun seberusaha mungkin Ichi tetap bersikukuh akan janjinya. Tidak akan merepotkan si lelaki.

"Aku tidak mau menyusahkanmu..."

Helaan napas pelan terdengar dari bibir Sugawara, gadis itu benar-benar menepati janji, tidak akan meminta apapun selain tempat bernaung. Terhitung sejak kedatangan gadis itu hingga kini, si gadis tiada bergerak seincipun dari sudut ruang.

"Tapi jika Kau sakit justru akan menyusahkanku loh." Sugawara berlulut meneliti wajah gadis yang tenggelam dilutut.

"Makan, ya?"

Bujukan Sang adam begitu mengalun dengan sangat lembutnya, hati sang hawa tergerak. Mana bisa Ia menolak jika begini, lelaki itu begitu tahu caranya membujuk dengan lembut.

Siapa yang bisa menolak kebaikan nan lembut semacam itu?

Ichi mengangguk, pula menerima uluran tangan si lelaki yang menuntun menuju bagian dapur. Ada rasa bersyukur di hati Sugawara Koushi sebab si gadis mudah dibujuk, iba masih merayap apalagi gadis itu nampak murung disetiap waktu.

"Selama aku memasakkan makanan, mandilah terlebih dahulu pakailah bajuku yang ada dilemari."

"Iya."

_

Kaos milik Sugawara yang Ia pakai sungguh membuat wajah memerah padam. Apalagi aroma yang menguar dengan jelas dari serat itu, membuat Ichi sadar kalau aromanya sangat segar dan Ia menyukainya.

Selepas mandi dan memakai pakaian itu Ia mendatangi Sugawara yang tengah memasak suatu hal, aroma apa yang tengah dimasak tercium jelas hingga membuat gadis itu merasakan tubuhnya merespon dengan jelas. Perutnya kembali bergemuruh hebat dan beberapa kali Ia meneguk ludahnya kasar.

"Sugawara-san, boleh kubantu?"

Ichi telah berada beberapa langkah di belakang si lelaki, kala si lelaki berbalik Ichi maupun Sugawara nampak terkejut satu sama lain. Entah karena apa Sugawara terkejut, sedangkan Ichi jelas sebab belum terbiasa dengan dunia baru ini ditambah sebuah kenyataan tentang adanya Sugawara yang terealita-kan dalam atensi.

"Um, tolong ambilkan piringnya ya."

Makan dengan khidmad, walau sejujurnya keinginan untuk makan dengan rakus begitu diujung tanduk sebab lapar yang mendera begitu menyiksa. Apalagi kala sadar apa yang dimasak oleh Sugawara adalah sup ikan. Sungguh! Kebetulan apakah ini? Bisa-bisanya makanan kesukaan si gadis dimasak oleh lelaki yang telah Ia puja mesti tidak nyata sebelumnya. Padahal, batu rebus pun akan sangat nikmat jika yang memasak adalah Sugawara. Hiperbola memang.

"Terima kasih atas makanannya." Ichi tersenyum lemah, pipinya memerah kala sadar jika Sugawara balik menatap apalagi laki-laki itu tersenyum dengan manis.

"Sekarang, bisa kita bicara sebentar?"

"B-bicara ap-pa?" ah, Ichi meruntuki dirinya yang mulai berbica dengan terbata. Ia yakin lelaki itu mengiranya tengah gugup. Percayalah Ichi tidak merasakan dadanya berdegub kencang, hanya saja tenggorokannya sedikit kering dan napasnya sedikit tak beraturan.

"Ya, aku perlu mengetahuimu lebih dalam, aku tak akan tenang jika menampung orang asing terus menerus." Sugawara Koushi seperti biasa memang pandai menggunakan kata-kata yang baik.

Ichi mengerti, senyum kecut terbentuk dengan wajah yang menunduk dalam. Ia pula memaikan tangannya dengan mengusap secara bersamaan dan menciptakan kehangatan. Tapi, bisakah Ichi berkata jujur akan siapa dirinya? Jujur saja, Ia tak ingin menggangu ketentraman lelaki itu walau apa yang telah terjadi jelas begitu mengusik. Namun Ichi sendiri tidak tahu-menahu akan kenapa Ia kedunia yang jelas bukan dunianya, Ia perlu kejelasan akan hal ini agar Ia bisa memilah kata dan hal apa yang mesti Ia katakan pada Sugawara.

"Sugawara-san, sebelumnya boleh aku bertanya sesuatu?"

"Ya, apa itu?"

"Sekarang tahun berapa, dan dimana kita sekarang?"

"2015, kita di Tokyo, Jepang. Di apartemenku."

🐧

Jelas jika kini Sugawara Koushi telah lulus dari SMA Karasuno. Ichi, sebagai gadis yang mengikuti serial anime Haikyuu jelas banyak hal yang ingin Ia tanyakan, apalagi Ia bukan pembaca manga. Ingin Ia ketahui apa yang dilakukan si lelaki setelah lulus dari Karasuno, pula ingin Ia ketahui lebih banyak hal yang terjadi pada para alumni lainnya.

Langit telah gelap yang menguasai, meskipun begitu cahaya dari lampu jalan menjadi penerang yang sangat cukup ditengah aktifitas malam hari.
Sugawara membuka pintu apartemennya, masih dirasa kurang jelas apa saja yang di ceritakan gadis yang mengaku bernama Ichi itu hingga sejak berangkat sampai kembali kini jelas sekali terpikirkan olehnya.

"Jadi bisa Kau jelaskan Kau itu apa?"

"Sekarang, aku tidak bisa mengatakannya. Maaf, namun yang pasti aku bukan orang jahat. Percayalah."

Memangnya bisa semudah itu percaya. Helaan napas meluncur dengan berat, jelas jika Ia tak boleh mudah percaya begitu saja, namun... ada yang tak asing dari gadis itu...

[Day 2| yang terbaik]...[870 word]

Incontrare Project ft. Sugawara Koushi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang