3'🐧

23 6 4
                                    

Kalau dimintai untuk memilih meninum apa untuk pagi, jelas Ichi akan langsung memilih air putih hangat.

Bukan susu apalagi teh, jelas dua minuman itu sangat Ia hindari di pagi hari.

"Kau tak meminumnya?"

Heran Sugawara sebab susu yang dituang olehnya tak disentuh si gadis, malahan gadis itu malah menuang air bening kedalam gelas lain.

"Tidak, aku tidak bisa meminumnya."

"Heh, kenapa?" Bingung dirasa oleh sang adam.

"Nanti perutku sakit," katanya.

Helaan napas meluncur dengan lembut, dipandang si gadis yang selalu suram raut mukanya. "Baiklah, biar aku yang meminumnya." Dengan itu si gadis menggesar gelasnya, bersamaan dengan si lelaki yang berniat mengambil sendiri.

Tangan keduanya sekilas bersentuhan, membuat sengatan aneh memenuhi jiwa si gadis. Tangan itu terasa hangat, tak salah Ia mencintai makhluk yang tak pernah Ia sangka akan menjadi realita meski masih semu. Lantas senyum terulas karenanya, kesempatan seperti ini tak datang berkali-kali bahkan rasanya mustahil.

Sarapan telah selesai, hari pula kian menyingsing memberi kesempatan matahari mengambil langkah menuju titik tertingginya.
Namun Ichi merasa keheranan, si surai abu nampak tak berkeinginan untuk keluar menjalani aktifitas.

"Sugawara-san tidak pergi kuliah?" Tanya diberanikan tuk keluar, gadis itu berdiri tak jauh dari Sugawara yang duduk diatas karpet berbulu yang nampak nyaman. Ah, si gadis menginginkannya... duduk disamping lelaki itu lebih jelasnya.

"Hari ini hari sabtu, libur."

Ichi baru tahu...

"Um begitu ya..."

"Iya."

🐧

Saat diminta memilik coklat panas atau jus, jelas Ichi akan kesulitan memilihnya. Beda lagi kala diminta memilih coklat batangan atau buah jeruk, jelas Ia akan memilih buah jeruk secara coklat batangan akan membuat kepalanya pusing.

"Buah jeruknya masih ada, kah?" Salahkan napsu makannya yang melunjak, sesungguhnya Ichi tidak bermaksud berperilaku tidak sopan seperti ini, namun gatal Ia ingin lagi memakan jeruk yang diberi oleh si lelaki sebelumnya. Si gadis meminta maaf dalam batin pada si lelaki, Ia sungguh sangat banyak merepotkan lelaki itu.

"Ah, sudah habis."

"Oh."

Meski jawaban singkat kerap Ia dapat, namun kini nadanya nampak kecewa. Sang adam mengerti, lantas bangun dari duduk serta mengambil dua buah jaket.

"Kalau begitu temani aku beli buah, ya?"

"S-saya?" Si gadis bingung, membeli buah bersama? Keluar bersama begitu kah?

"Iya, sekaligus belanja bulanan, bantu aku membawa belanjaan ya?"

_

Kalau ditanya apa yang Ichi pakai untuk keluar? Hanya kaos milik Sugawara dan celana yang Ia pakai sejak fenomena awal terjadi beberapa hari lalu, jangan lupakan pula jaket navy milik lelaki itu. Kedua adam hawa berjalan beriringan, tanpa perbincangan. Hanya lirikan nakal yang dilakukan si gadis takut kehilangan, antisipasi tidak tersesat atau hilang dari jarak pandang.

Namun si gadis buyar kala sekeliling menampilkan sebuah festival, seharusnya keduanya berjalan seritme namun si gadis keluar jalur hingga keduanya kini terpisah.

"Mmm, Ichi---loh?" Otak lantas menvonis si gadis kini terpisah olehnya. Sugawara kebingungan. Ia merasa punya tanggung jawab pada gadis itu---

"Koushi sedang apa disini?"

Kepala ditolehkan pada asal suara kala mendengar nama dipanggil. Ha, gadis surai cokelat itu memanggilnya lantas pikiran mengenai Ichi ditepis lebih dahulu. "Ada yang harus kubeli, Kau sendiri sedang apa?"

"Hanya jalan-jalan, temani aku yuk?"

Mungkin Ichi akan terlupakan.

🐧

Helaan napas meluncur tanpa beban, untung gadis netra ruby itu menghapal jalan dengan mudah hingga akhirnya Ia bisa kembali sendiri sampai apartemen Sugawara.

Ichi duduk di depan pintu, bersandar sembari menunggu kepulangan si empu apartemen. Udara dingin menyentuh kulit sebab angin senja menyentuh lembut bagian tubuh yang tak tertutup kain. Sekarang Ia gemetar sebab angin, udaranya benar-benar tak baik hingga dirasa tubuh tak sanggup menahan.

Lemah.

Satu kata yang telah tertanam dalam diri terhadap hawa dingin, gadis itu begitu lemah jika disangkut pautkan dengan cuaca. Namun bukan itu yang mesti Ia pikirkan, pikirkan keadaan Sugawara yang terpisah dengan si gadis. Ah, tapi sepertinya lelaki itu tak terlalu menganggap situasi ini, lagipula Ichi itu siapa? Jelas bukan siapa-siapa, tak lebih dari beban. Bahkan mungkin kini Sugawara senang sebab gadis suram sepertinya telah menghilang dari pandangan.

Harusnya Ia tak kembali menunggu di apartemen. Menghilang jauh lebih baik dirasa. Namun Ichi sudah terlalu lelah, apalagi pikiran negatif tersebut telah meracuni jiwa yang berakibat pada raga. Air mata bahkan meminta untuk dijatuhkan. Tahan---

"ICHI!!"

Lemah jiwa si gadis.

"Ichi, syukurlah... Kau baik-baik saja."

Tak dapat lagi dibendung sang liquid asin.

"Aku mengkhawatirkanmu tahu!"

Sugawara, kenapa pula Kau rengkuh tubuhnya. Hatinya kini kian lebur dalam ruang cinta untukmu seorang.

Padahal sekedar Kau panggil nama kecilnya saja telah luluh hatinya terhadapmu. Apalagi kalimat penuh kekhawatiran itu. Dan, kehangatan yang Kau bagi melalui pelukan, Ichi jadi semakin tak ingin lepas darimu...

[Day 3|loved n hate]...[743 word]

Incontrare Project ft. Sugawara Koushi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang