4'🐧

21 7 0
                                    


Menurut Ichi, pagi ini terasa berbeda. Tak seperti beberapa waktu lampau di kehidupan dunia lainnya.
Benar-benar hari yang berbeda apalagi kala Ia tersadar dengan samar dikulit pucatnya ada kumpulan angka yang kian mengurang. Jantung berpacu kencang, bahkan detakannya dengan jelas terdengar oleh indra pendengar.

Kurang dari 72 jam.

3 hari.

Desahan penuh aura negatif mengudara dengan bebas. Wajah diusap kasar serta surai yang dijambak bebas. Bohong jika gadis itu tak senang disana dan merasa sedih kala tahu kalau keberadaannya tak akan lama, namun kehidupan lamanya di realita tak dapat dipungkiri jika disanalah aslinya kehidupan sebenarnya.

"Aku... tak ingin melepaskannya." Dengan itu lipid jatuh tanda tak mampu, resah tiada terkira. Sisi hidupnya ingin kembali namun sisi lainnya ingin tetap menjangkau sang pujaan hati.

🐧

Menurut Suga, kehadiran gadis yang tak jelas akan datangnya tersebut telah menjadi perhatian yang membuat otaknya sulit untuk berpikir jernih.

Seolah tak asing, gadis itu membuatnya percaya kalau sang hawa bukanlah orang yang berbahaya.

Aneh? tentu.

Tak paham sang adam akan apa yang terjadi pada pikirannya. Jelas tak jelas, ada dorongan tak kasat meminta tetap menampung sang hawa. Layaknya kemarin, raga bergerak sendiri dengan hati yang terlampau khawatir. Sebab gadis yang tersesat, rela dirinya berlari ditengah badai lautan manusia.

Terlampau aneh? tentu.

Tak habis pikir Ia.

Mengapa pikiran negatif seolah menguap tak tersisa jika bersangkutan pada gadis itu.

Tak mengerti dirinya.

Bisa-bisanya merasa khawatir kala keadaan si gadis tak jelas akan keselamatannya.

_

Sugawara bersandar pada bangku taman, sedang Ichi tengah bermain dengan bunga hortensia yang mekar diseluruh bagian taman sebuah jinja. Katanya jinja tersebut sudah sedari lama di tanami si bunga disana, Ichi baru tahu kalau tempatnya masih berada di Tokyo. Bunga tersebut bahkan dijadikan bahan dasar pewarna pakaian sebuah brand rumahan, ah maafkan si gadis yang terlalu penasaran pada bunga bergumpal besar dan warna-warni itu.

Namun tak hanya sebagai bahan dasar pewarnaan, bunga itu juga dapat di keringkan menjadi sebuah sofenir yang manis. Sekali lagi maafkan keantusiasan si gadis pada bunga itu.

"Sugawara-san, maaf membuatmu menemaniku." Lelah hari hingga matahari yang telah turun membiaskan jingga, duduk pada bangku taman yang menghadap pada hortensia.

"Tidak apa, kebetulan aku juga sudah lama tak merileksan diri seperti ini," katanya.

Keduanya bersisian, menikmati pemandangan yang menyatu dengan keindahan senja. Padahal si gadis membenci senja, untungnya mereka tak berada di jembatan Watanabe, mungkin jika di sana sang hawa akan bersedih karenanya. Pasalnya Ichi pernah menuliskan sebuah cerita perpisahan disana. Menyakitkan andai jadi nyata.

Lantas tubuh sang hawa bersandar pada sandaran bangku, wajah dikesampingkan kala sadar lelaki yang duduk disamping tengah fokus pada keadaan alam. Mengagumi lelaki yang dicinta yang bermandikan cahaya senja yang dingin sekaligus hangat, tak pernah sekalipun Ichi menyangkanya akan senyata ini. Padahal telah sering melihat karya-karya penggemar melukiskan ketampanan yang pemilik hati punya namun tetap saja jelas berbeda.

Bolehkan Ichi bereuforia sekejap?

Hanya untuk sore ini...

Dan tak akan selama yang dipikir sang pusat pemikir.

[Day 4|hortensia]...[480 word]

Incontrare Project ft. Sugawara Koushi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang