1.Perselingkuhan

987 20 0
                                    


Pelet Suamiku

"Di mana Bapak?!" tanyaku kepada dua orang karyawan Mas Singgih, suamiku. Mereka saling berpandangan kemudian salah satu dari mereka menjawab dengan terbata-bata.

"Ba--Bapak di a--atas, Bu," jawabnya sambil mengarahkan telunjuknya ke lantai dua ruko.

Segera kuayunkan kaki ini menuju tangga ruko yang ada di sudut belakang dekat dengan gudang penyimpanan stok barang.

Dengan jantung berdegup kunaiki satu demi satu anak tangga yang beralaskan karpet, hingga tak terdengar suara sepatu yang beradu dengan lantai.

Tiba di ujung tangga paling atas mata pun menyapu seluruh ruangan, sepi. Di depan tangga adalah kamar tempat Mas Singgih biasa beristirahat, di sebelahnya lagi adalah ruangan kerjanya. Sementara di sisi sebelah kanan tangga ada ruang makan, dapur lalu kamar mandi.

Aku melangkah pelan mendekati kamar yang tertutup. Kudengar suara desahan-desahan yang membuat irama jantung makin berpacu dengan cepat.

Dengan sekali sentak kubuka pintu kamar yang tidak terkunci, dan tampaklah pemandangan yang membuat darah ini seketika naik ke ubun-ubun.

Dua orang manusia laknat itu langsung menghentikan aktifitasnya menikmati surga dunia.

"Dek!" pekik Mas Singgih seraya menarik selimut untuk menutup tubuh polosnya. Di ambilnya celana yang berserak di lantai kemudian dengan gerakan cepat dia memakainya.

Sementara wanita jalang di sebelahnya terlihat gugup dan menyembunyikan diri di balik tubuh kekar suamiku usai mengenakan kembali pakaiannya.

"Ternyata seperti ini kelakuan kalian?! Benar-benar menjijikkan!" teriakku lantang dengan napas yang menderu demi melihat adegan yang ada di depan mata.

"D--Dek, maafkan Mas, i--ini---"

"Maaf?! Mudah sekali bilang maaf. Maaf karena kepergok?! Hemm!" Aku melangkah mendekatinya dengan amarah yang membuncah.

"Kamu pikir selama ini aku bodoh, Mas. Hanya karena aku diam dengan semua tingkah lakumu, kamu pikir aku tidak tahu apa-apa?! Hah!"

Ingin rasanya mencabik-cabik wajah kedua manusia laknat itu, tapi aku harus bisa mengendalikan emosiku dengan tetap bersikap elegan. Jangan sampai aku mengotori tangan ini dengan menyentuh mereka.

"Kau, wanita jal*ng! Kau menginginkan lelaki itu, 'kan? Ambillah, karena aku akan membuang sampah itu ke tempat yang seharusnya," ucapku penuh penekanan. Dia, wanita yang selama ini aku tahu sebagai karyawan bagian kasir di toko ini hanya menunduk dengan wajah pucat dan tubuh gemetar.

"Dan, Kau!" Kuacungkan telunjuk ke wajah lelaki yang sebentar lagi kupastikan akan menjadi mantan suami. "Nikmatilah petulanganmu bersama jalang murahan itu, sampai bertemu di pengadilan." Usai mengungkapkan seluruh amarah, aku pun segera berbalik untuk pergi meninggalkan mereka.

"Dek ...! Aku tidak akan pernah menceraikanmu!" teriaknya.

"Aku yang akan menceraikanmu!" jawabku tanpa menoleh lalu bergegas melangkah menuruni anak tangga menuju lantai satu.

Sakit, perih dan entah apa lagi yang aku rasakan kini. Penghianatan yang luar biasa menyakitkan. Selama ini aku begitu buta hati dengan mengabaikan peringatan-peringatan dari orang-orang yang peduli padaku.

Sampai pada suatu saat, tanpa sengaja aku menemukan barang bukti di mobilnya. Satu stel bra dan celana dalam warna merah maroon terbungkus tas kresek warna hitam. Berusaha menepis segala curiga, tapi tetap saja hatiku diliputi rasa gundah.

Akhirnya kuputuskan untuk memasang GPS dan CCTV di mobil Mas Singgih. Beberapa bukti masih tersimpan untuk menguatkan, dan hari ini aku sudah tak tahan untuk tidak membongkar kelakuan bejatnya.

Guna-Guna Suami KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang