2. Kembalinya Suamiku

558 10 0
                                    

Pelet Suamiku

🍁🍁🍁

"Hey, Sayang." Sapanya membuatku tergeragap. Duduk dihadapanku dan menopang wajah dengan kedua tangannya sambil tersenyum, manis sekali. Dia memang setampan itu. Itu yang membuat jatuh cinta berkali-kali.

"Mas, ada apa ke sini?" tanyaku lembut. Ah, aku merasa ada yang aneh dengan diri ini. Kenapa isi hati dan otakku berbeda. Hati mengatakan untuk mengusirnya, tapi otak ini begitu terbuai dengan tatapan dan senyumnya.

"Mas kangen kamu, Dek."

Ada gelenyar aneh saat dia mengatakan kangen. Wajahku memanas karena malu. Hei, tunggu ... apa aku sedang kasmaran? Tidak, tidak ..., aku mencoba untuk mengelak rasa ini tapi sepertinya aku sudah terbelenggu begitu kuat.

"Sayang ...."

"Ah, i--iya, Mas."

"Kamu kenapa? Pasti kangen juga ya sama Mas?" Dia mengerling nakal.

Aku hanya menjawabnya dengan senyum yang ... entah. Setiap menatap manik hitamnya aku merasa ada sesuatu yang menembus sampai ke jantung. Ada dorongan yang membuatku begitu ingin menyelusup ke dalam pelukannya.

"Sudah sore, kita pulang?" ajaknya.

Aku mengangguk mengiyakan, lalu beranjak dan mengambil tas yang ada di atas lemari kecil di sisi kiri meja kerja. Tangan kanan Mas Singgih terulur untuk meraih tanganku, setelah itu kami berjalan beriringan keluar dari ruangan.

"Bu Ayesha ...!"

Langkah kami terhenti saat hampir sampai di pintu keluar butik.

"Pak Wildan ...? Ada apa, Pak? Apa kita ada janji?" tanyaku sambil mengerutkan kening.

"I--iya, kita ada janji. Bukankah Ibu yang meminta saya da---"

"Maaf Pak Wildan, istri saya ada keperluan mendadak, jadi Pak Wildan pulang saja," tukas Mas Singgih memotong kalimat Pak Wildan yang menatapku dengan tatapan yang tak bisa kuartikan.

"Tapi ... apa Bu Ayesha baik-baik saja?" tanyanya sambil menatapku lalu beralih kepada Mas Singgih.

"Sa---"

"Istri saya baik-baik saja, Pak Wildan. Permisi kami harus segera pergi." Lagi-lagi Mas Singgih memotong pembicaraan. Kemudian dengan tergesa dia menarik tanganku untuk segera berlalu dari hadapan Pak Wildan. Ada apa? Ah, entahlah. Mendadak kepala terasa berat dan berkunang-kunang.

Mas Singgih langsung membuka pintu mobil untukku, kemudian dia melangkah menuju pintu kemudi.

Mobil melaju perlahan meninggalkan area butik. Aku masih diam membisu. Menatap jalanan yang ramai dengan lalu lalang kendaraan. Aku merasa ada yang janggal dengan diri ini. Ada yang aneh, tapi aku tidak tahu apa. Kepala semakin berdenyut. Kupijit pelan pelipis sekedar meringankan sakit.

Mobil menepi di depan sebuah mesin ATM.

"Dek, Mas butuh uang. Tolong ambil ke ATM ya," pintanya.

"Berapa?" tanyaku lirih tanpa ekspresi.

"Sepuluh juta saja."

Aku mengangguk tanpa membantah. Segera kulakukan apa keinginannya. Detik berikutnya aku serahkan kepadanya uang yang baru saja diambil.

"Makasih, Sayang," ucapnya seraya mengusap lembut pipiku. Senyum terukir indah di bibirnya.

***

"Apa ini, Mas?"

"Sst ... kita akan mengurai rindu malam ini. Tapi sebelumnya kamu mandi dulu dengan air yang sudah Mas siapkan. Air kembang itu akan membuat tubuhmu lebih segar, hemm," bisiknya mesra sambil memeluk dari belakang.

Guna-Guna Suami KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang