Bab 2 : Mimpi Buruk

11 4 11
                                    

"Halo, Ellen ... Ethan. Sudah berapa tahun ya kita nggak ketemu sampai kalian sudah sebesar ini?" Oma Dini langsung berdiri dan memeluk kaku cucu-cucunya yang sudah bertahun-tahun tak ditemuinya.

"Halo, Oma," ucapku sambil membalas pelukan Oma Dini dengan enggan.

Penampilan Oma Dini tidak banyak berubah, masih seperti ingatanku saat terakhir kali aku bertemu dengannya. Tubuhnya masih tegap, tidak seperti wanita lanjut usia, wajahnya bersih dan masih cantik, sangat terawat walaupun ada sedikit guratan keriput tapi bisa dibilang Oma Dini awet muda.

Ethan tersenyum kaku dan membalas pelukan Oma Dini dengan kaku juga. Aku mengira jika Ethan mungkin sudah lupa akan penampilan Oma Dini. Terakhir bertemu, ia masih kecil.

"Kalian pasti lelah setelah perjalanan tadi ya. Maaf ya, Oma tadi tidak bisa menyambut kalian saat datang karena Oma ada pertemuan penting di kantor," ucap Oma Dini sambil menggandeng tangan kami berdua.

"Nggak apa-apa kok, Oma. Malahan kami yang nggak enak karena sekarang malah jadi merepotkan Oma karena kami akan tinggal disini," kataku mengungkapkan isi hatiku.

"Hus! Kalian kan cucu Oma, memang sudah seharusnya kalian tinggal di rumah ini. Sekarang kita mulai dari awal ya. Sekarang kalian adalah tanggung jawab Oma, jadi Oma lah yang akan memenuhi semua kebutuhan kalian. Jangan sungkan jika kalian membutuhkan sesuatu. Kalian lihat kan, Oma ini bekerja keras selama ini ya untuk cucu-cucu Oma. Mau buat siapa lagi coba," jelas Oma Dini panjang lebar.

"Terimakasih, Oma," ucapku dan Ethan berbarengan.

"Pokoknya Ellen dan Ethan, ini adalah rumah kalian. Milik kalian." Oma Dini kembali memelukku dan Ethan. Tapi kali ini terasa lebih hangat.

Hatiku sangat lega dan merasakan kebahagiaan, ternyata bayanganku tentang Oma Dini tidak benar. Oma Dini menerima aku dan adikku dengan tangan terbuka. Senyum kebahagiaan tersungging di bibirku dan saat kulirik Ethan, ia pun tampak senang.

Malam ini kami makan malam bersama di meja makan yang mewah dengan berbagai hidangan yang tersaji di meja. Pelayan melayani kami. Namun aku jadi teringat mama. Tiba-tiba aku kangen dengan masakan mama. Masakan yang dibuat dengan penuh cinta. Hatiku terasa perih dan hampir saja air mataku hampir jatuh ke pipi. Namun aku mengerjap-ngerjapkan mataku. Aku tidak boleh terlihat sedih di depan Ethan dan Oma Dini.

Selesai makan malam, Oma menyuruhku dan Ethan untuk beristirahat karena besok kami sudah harus kembali bersekolah. Oma Dini mengantarkan kami hingga di depan kamar. Setelah itu ia pun pergi ke kamarnya. Kamar Oma Dini ada di lantai 1. Aku telah mengamati, kamar Oma Dini sangat besar dan yang pasti sangat mewah.

Kamar yang indah dan mewah, namun entah mengapa aku tidak bisa memejamkan mataku. Ada rasa sepi dan dingin yang menyergap hatiku. Bukan karena kamar ini ber AC, namun memang aku terus merasa merinding. Seperti ada yang selalu mengawasi setiap gerak gerikku.
Aku berdoa, berharap hatiku tenang setelahnya. Mungkin karena tidur di ruangan baru sehingga aku masih belum terbiasa. Hampir pukul 1 malam barulah aku mulai terlelap tidur.

"Aaaaaa!!!"
Jeritan Ellen tertahan bersamaan dengan tubuhnya yang seketika terbangun dengan peluh yang bercucuran. Jantungnya berdetak kencang. Ellen ketakutan dan tangannya seketika menyalakan lampu agar ruangan menjadi lebih terang. Ellen mengambil air minum yang selalu tersedia di kamarnya, berharap agar ia lebih tenang.

Ellen duduk bersandar lemas di ujung ranjang. Matanya terpejam, ngeri dengan mimpi yang baru saja ia alami. Ia dikejar-kejar oleh makhluk mengerikan yang entah apa namanya. Terlalu seram untuk dibilang sebagai hantu. Atau mungkinkah iblis yang memiliki mata menyala dan rambut panjang yang hendak menjerat lehernya.
Ellen melirik jam di dinding kamarnya yang ternyata masih menunjukkan pukul 04.30 pagi. Ternyata ia baru tidur beberapa jam saja. Ellen berjalan ke mata mandi yang ada di dalam kamarnya. Ia ingin membasuh wajahnya, berharap tidak mimpi buruk lagi.

Ellen mengatur suhu air di wastafel agar menjadi hangat karena sepagi ini pasti sangat dingin. Dengan pelan dibasuhnya wajahnya, namun matanya seketika terbelalak. Dilihat dari cermin yang ada diatas wastafel, sesosok wanita dengan gaun putih dan rambut panjang awut-awutan berdiri di belakangnya, memandanginya.
Ellen sangat terkejut, jeritannya tak dapat keluar. Rasanya kakinya tertancap di lantai, tak dapat bergerak. Untuk beberapa detik, ia hanya dapat mematung ketakutan.

Namun akhirnya sosok itu yang mungkin biasa disebut kuntilanak pun menghilang. Ellen pun bernafas di sela-sela detak jantungnya yang berdegub kencang. Dengan langkah gemetar, segera diseretnya kaki keluar dari kamar mandi. Ellen keluar dari kamarnya dan pergi ke kamar Ethan.

Perlahan, Ellen membuka pintu kamar tidur Ethan yang ternyata tidak terkunci. Ellen memperhatikan Ethan yang masih tidur dengan damai. Ingin rasanya Ellen tidur di samping adiknya ini, ia enggan untuk kembali ke kamar tidurnya sendiri. Ia sangat takut. Namun ia tidak boleh egois, tak boleh mengganggu istirahat adiknya.

Setelah mengatur nafasnya dan menenangkan diri, Ellen pun kembali ke kamar tidurnya. Matanya menyapu segala ruangan, memeriksa apakah sosok kuntilanak tadi masih berada di sana. Hatinya sedikit lega saat kamar ini sepertinya aman.
Perlahan Ellen pun kembali membaringkan tubuhnya di atas ranjang yang empuk. Lampu masih ia nyalakan terang, tidak mau tidur dengan lamou redup lagi, khawatir jika melihat sosok kuntilanak lagi.
Ellen berusaha kembali tidur namun gagal. Pikirannya berkelana memikirkan kemungkinan rumah ini berhantu. Ingin sekali bercerita pada Ethan dan Oma Dini, tapi apakah mereka akan percaya padanya?

Jam akhirnya menunjukkan pukul 05.30. Hari sudah mulai terang meskipun matahari belum mulai bersinar. Ellen buru-buru bangun dari ranjangnya dan membuka jendela kamarnya. Ingin segera menyambut hari baru dan membuang semua mimpi buruk dan ketakutannya akan sosok kuntilanak yang menghantuinya.

Hari ini Ellen akan berangkat kuliah seperti biasa. Namun bedanya, ia tak akan menaiki kendaraan umum. Oma Dini bilang jika ia dan Ethan akan diantar jemput sopir pribadi. Ellen menghela nafasnya, optimis menyambut hari baru.

Dengan semangat, Ellen masuk ke dalam kamar mandi. Masih ada rasa takut menyelimutinya, namun segera disingkirkannya perasaan itu. Ellen pun melakukan rutinitasnya di dalam kamar mandi. Selesai mandi, ia mengambil bathrobe yang tergantung dan memakainya. Sebelum membuka pintu kamar mandi, matanya kembali terpaku pada bayangan di balik cermin.

Sesosok kuntilanak berdiri melayang di sana dengan wajah hitam. Suara tercekat di tenggorokan Ellen, tak sanggup berteriak. Kakinya kembali terpaku, tidak bisa digerakkan untuk melangkah.

Dalam hati, Ellen memanjatkan doa dan seketika bayangan kuntilanak itu pun lenyap. Ellen segera berlari keluar kamar mandi menuju balkon. Ia ketakutan. Bagaimana bisa pagi seperti ini kuntilanak bisa menampakkan diri? Tidak seperti kata orang-orang jika hantu hanya keluar saat malam hari?

Kutukan Rambut IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang