4. Tugas kelompok

124 30 35
                                    

Seperti biasa, hari ini Dahnia kembali berangkat ke sekolah. Pagi ini Dahnia kembali berangkat lebih awal karena Dahlia yang hari ini mendapat jadwal piket di kelasnya. Itu membuat Dahnia mau tidak mau harus ikut berangkat lebih awal juga hari ini.

Karena di sekolah masih sangat sepi, Dahnia menyimpan tas miliknya di dalam kelas yang belum ada satupun murid di dalamnya. Namun seperti biasanya, sudah ada tas milik Jevan yang kini pemiliknya itu ntah sedang di mana. Biasanya lelaki itu tertidur di bangkunya, namun hari ini ia hanya menyimpan tasnya dan pergi dari kelas.

Dahnia yang bosan hanya duduk di dalam kelas kini beranjak dari duduknya. Ia melangkahkan kakinya menuju perpustakaan yang letaknya tepat di samping kelas sembilan I sana, tak begitu jauh pula dari kelas Dahnia. Sudah lama juga Dahnia tidak ke perpustakaan, ia jadi rindu membaca-baca buku novel yang jumlahnya sangat banyak di perpustakaan sekolahnya itu.

Dulu, ia sangat sering membaca-baca buku di sana. Tapi semenjak naik kelas sembilan, ia menjadi sangat jarang berkunjung ke perpustakaan.

Saat Dahnia melewati koridor kelas sembilan H, tali sepatunya terlepas, dengan malas Dahnia jongkok untuk kembali mengikat tali sepatunya itu.

"Eh, itu yang anak kepala sekolah kan? Yang kembar itu?" bisik salah satu siswi dari depan kelas sembilan H yang sedang Dahnia lewati.

"Oh iya-iya. Ini kayaknya yang pintar deh, gue lumayan bisa bedain sih," sahut siswi yang lain.

"Iyalah pintar, orang anak kepala sekolah, yakali bodoh. Kalo bodoh malu dong, hahaha," ejek seorang lainnya disusul tawa mereka.

"Pasti dia dimanjain gitu sama guru-guru."

"Pasti lah, kan anak kepala sekolah. Ih enak ya, andai bokap gue kepala sekolah juga. Pasti walaupun gak pintar, gue bakal dimanja."

Dahnia mengepalkan kedua telapak tangannya erat. Ia sangat kesal dan tidak terima saat dirinya diremehkan seperti itu. Percakapan gadis-gadis itu jelas didengar oleh Dahnia. Dengan emosi Dahnia menoleh pada keempat gadis yang membicarakannya tadi dengan tatapan tajam yang membuat keempat gadis itu sedikit terkejut karena Dahnia mendengar obrolan mereka.

Namun saat baru saja Dahnia hendak membalas ucapan gadis-gadis tadi, seseorang sudah lebih dulu bersuara.

"Kalau menurut gue sih, anak kepala sekolah atau bukan gak ada hubungannya sama kepintaran. Coba deh kalian lihat gue? Gue pintar kan? Disayang juga sama guru-guru, padahal gue bukan anak kepsek," ujar seorang lelaki yang membuat keempat gadis tadi termasuk Dahnia menoleh ke arahnya.

Di sana, terlihat Jevan sedang berjalan santai dengan kedua tangannya yang ia masukan ke dalam saku celana, membuat kesan cool pada lelaki itu. Jevan menatap sinis keempat gadis yang sedang duduk di koridor kelas sembilan H. Ia tersenyum puas karena ucapannya tadi mampu membuat gadis-gadis itu diam tak berkutik.

Ya, Jevan membalas perkataan mereka dengan sedikit memasukan unsur kesombongannya di sana.

Jevan mendengar percakapan tadi, dan ia juga tahu kalau Dahnia pasti sangat emosi dan tidak terima dibilang seperti itu. Jadi Jevan memilih menengahi mereka sebelum Dahnia emosi dan malah terjadi keributan.

Meskipun Jevan juga agak emosi mendengar cibiran gadis-gadis itu, ia berusaha tetap bersikap tenang. Tapi tetap saja mulutnya itu gatal untuk membalas cibiran itu, jiwa-jiwa nyinyirnya langsung menggebu-gebu.

RIVAL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang