"Wah gila ini lucu banget tasnya Ni, beli samaan yuk! Murah lagi harganya," tawar Dahlia sambil memperlihatkan foto sebuah tas mini dari ponselnya ke hadapan Dahnia.
Keduanya kini masih berada di dalam mobil yang mengantar mereka ke sekolah.
Namun, Dahnia hanya diam saja tanpa berekspresi. Membuat Dahlia jadi berdecak sebal karena Dahnia sedari tadi tidak bersuara barang sekali.
"Lo kenapa sih? Ada masalah? Diam-diam terus," kesal Dahlia yang tidak suka melihat Dahnia terdiam murung seperti sekarang.
Dahnia menghembuskan napasnya sebelum menjawab pertanyaan Dahlia. Baru setelahnya ia mulai berbicara. "Iya, gue lagi ada masalah sama Jevan," jawabnya jujur.
Mendengar jawaban dari Dahnia, Dahlia hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Dia tidak bertanya apa masalahnya, atau menyuruh Dahnia untuk bercerita. Bukan karena tidak peduli, tapi Dahlia pikir, jika Dahnia butuh bercerita, kembarannya itu akan langsung cerita tanpa ia minta. Dan juga ia tidak ingin mencampuri urusan Dahnia, meskipun sebenarnya ia kepo dengan masalah Jevan dan Dahnia.
"Yaudah kalau lagi ada masalah, jangan terlalu dipikirin. Nanti di sekolah selesaiin aja baik-baik. Lagian gak gengsi lo galau-galau gini cuma gara-gara si Jevan? Secara lo berdua kan dulu udah kayak musuh bubuyutan," ujar Dahlia yang berhasil membuat raut wajah Dahnia berubah seketika.
Benar juga. Masa iya Dahnia galau-galau begini hanya karena seorang Jevansa? Kurang kerjaan sekali. Meskipun perasaannya pada Jevan kini sudah berbeda, tapi tetap saja, Dahnia bukan gadis lemah yang akan langsung down hanya karena seorang lelaki, apalagi jika lelaki itu adalah Jevan.
"Iya juga ya. Gue ngapain galau-galau begini anjir? Argh sialan emang si Jevan!" umpat Dahnia, menyesali perbuatannya yang sejak tadi terus-terusan galau memikirkan masalahnya dengan Jevan.
"Lo jangan kasih tau Jevan ya kalau dari tadi gue galau-galau gitu karena dia! Nanti orangnya malah kepedean lagi udah berhasil bikin gue sampai galau cuma gara-gara mikirin dia," pesan Dahnia yang tidak mau nanti diejek oleh Jevan, sementara Dahlia hanya mengangguk sambil terkekeh pelan di sebelahnya.
Meskipun tidak menjadi tempat Dahnia untuk bercerita, setidaknya Dahlia berhasil membuat Dahnia tidak sedih lagi seperti sebelumnya.
"Nih lihat deh, bagus gak menurut lo tasnya? Ayo lah kita beli," ajak Dahlia yang sengaja mengembalikan topik jadi membahas tas agar Dahnia melupakan pembahasan tentang masalahnya dengan Jevan.
Dahnia kini melirik ke arah ponsel Dahlia yang menampilkan tas yang sedari tadi kembarannya itu puji-puji.
"Ih iya bagus. Tapi, nanti deh kalo gue ada uang, soalnya tabungan gue lagi menipis," ujar Dahnia, mengingat tabungannya akhir-akhir ini terpaksa harus ia ambil untuk keperluannya. Prinsip Dahnia, jika ia masih punya uang, ia tidak mau meminta kepada orangtuanya. Kecuali jika memang benar-benar habis, barulah ia meminta, atau mereka sendiri yang memberi, maka Dahnia akan menerimanya.
"Gue bayarin pakai uang gue dulu deh, nanti kalau lo ada uang, baru ganti uang gue," usul Dahlia.
"Eh jangan! Yaudah deh iya beli," ujar Dahnia akhirnya. Ketika dipikir-pikir lagi, harga tas itu juga tidak terlalu mahal, jadi mungkin tidak akan membuat tabungannya berkurang begitu banyak.
Dahlia tersenyum ceria. "Nah gitu dong," ujarnya senang.
Tak lama, mobil mereka sudah sampai di depan sekolah. Lantas keduanya keluar dari mobil dan melangkah bersama memasuki gerbang sekolah.
Selama berjalan, Dahlia fokus dengan ponselnya, sementara Dahnia hanya memandangi sekitar dan siswa-siswi yang berlalu lalang.
Tiba-tiba, suatu pertanyaan muncul di benak Dahnia. Lantas ia bersuara untuk mengutarakan pertanyaan itu kepada Dahlia.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIVAL
Novela JuvenilJevan dan Dahnia tetap menjadi rival sejati, tak peduli bagaimana cinta menyatukan mereka. Keduanya terus bersaing satu sama lain. Entah sampai mana mereka bertahan dalam sebuah hubungan rasa, status Jevan dan Dahnia akan tetap sama. Mereka rival se...