Hari ini Adrian libur dari pekerjaannya. Pagi tadi tiba-tiba Bang Rafa menelpon dirinya dan memberitahukan bahwa cafe hari ini tutup. Jika tau tutup mending dia tetap tidur. Mana matanya sudah tidak mengantuk lagi.
"Paman, Ian pengen makan bakso mercon. Pasti gak dibeliin kan?"
Kemarin Adrian mendapatkan secarik kertas di dalam kantong kresek makanan yang tulisannya 'Saya seorang pria bukan mimi peri'.
Padahal kan mimi peri juga pria.
"Paman ini suka pilih-pilih makanan deh. Kemaren malam Ian pengen makan bakso mercon sama ayam geprek tapi yang dibeliin malah nasi goreng sama salad buah. Suka heran Ian sama paman," ujar Adrian tak tahu malu.
Tommy yang sudah semingguan ini mendampingi bocah itu hanya bisa mengusap dadanya pelan. Dia sekarang sudah lumayan paham dengan sifat anak itu. Sekali dituruti malah semakin ngelunjak permintaannya. Gak dituruti malah ngehina.
Pernah sekali Adrian meminta dibelikan bakso mercon. Katanya sih biar perutnya sakit terus kena diare. Manusia mana sih yang pengen sakit. Jadinya Tommy belikan salad buah dan berakhir dihujani segala macam cacimaki.
Pintu rumah diketuk lagi oleh Tommy. Entah sudah berapa ratus kali ia mengetuk pintu itu. Bahkan sampai meninggalkan bekas disitu.
Tommy segera pergi menjauh setelah mendengar langkah kaki yang mendekat. Lalu bersembunyi di balik pohon yang ada di perkarangan rumah. Jika saja Adrian menggunakan matanya dengan baik seharusnya remaja itu melihat ada bayangan manusia yang berdiri di balik pohon.
"Tuh kan nasi goreng. Paman Mimi Peri gak guna banget. Disuruh beli bakso mercon malah dibelikan nasi goreng. Ini juga pepaya buat apaan? Pencernaan Ian lancar kok. Padahal Ian pengen sarapan bakso mercon." Adrian menutup pintu rumah kencang. Meraju dia.
Adrian memandang nasi goreng yang sudah dia letakkan ke piring sedangkan pepayanya ditaruh ke dalam kulkas. Adrian menghembuskan nafas lalu makan. Gak dimakan sayang, beli pake duit bukan batu. Tapi bukan duit Adrian juga sih.
Sebetulnya Adrian sudah menduga ada alat penyadap di dalam rumahnya. Soalnya Paman Mimi Peri bisa mengetahui segala macam hal yang ia ucapkan. Tapi Adrian memilih abai saja dengan penyadap itu. Yang penting hasilnya positif.
"Paman besokkan Ian mau sekolah. Nah, sekolah Ian jauh, mau nganterin gak?" tanya Adrian di sela-sela makannya.
"Terus nanti kalo udah lulus SMA mau foto bareng gak? Lumayan buat kenang-kenangan," lanjutnya lagi.
Tommy hanya diam mendengar segala ocehan dari Adrian. Tidak hanya Tommy, beberapa orang yang berada di sebuah mansion pun ikut terdiam.
"Jadi dia?" tanya laki-laki yang berada di depan Agam.
"Iya, Pah. Hasil tesnya pun 99,9% dia anak kandung aku," balas Agam kepada papahnya, Zayn Kendrick.
"Bukan anak si bajingan itu?" tanya laki-laki di samping Zayn. Matanya menatap tajam layar laptop yang menampakkan Adrian yang sedang makan nasi goreng.
"Iya Farrel. Masa kamu gak percaya sama Papa," balas Agam kepada anak sulungnya.
"Yaudah mending kita ke sana aja udah. Mana tubuhnya kecil gitu, jadi kasian aku liatnya," ucap laki-laki yang berada di disamping Agam, Kevin.
Mereka semua kompak mengangguk.
***
"Paman, Ian bosen. Kita jalan-jalan yuk. Tapi paman yang traktir," ajak Adrian. Sejak pagi tadi ia berbicara sendiri layaknya orang gila. Mana tidak dijawab. Kan makin menyedihkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Adrian
Teen FictionAdrian itu bocah yang baru berusia 15 tahun, suka yang gratisan, dan cita-citanya pengen jadi anak angkat orang kaya. Tapi ternyata dia beneran anak orang kaya. Tiba-tiba pula. Motivasi Adrian adalah jika ingin kaya maka jalan tercepatnya jual diri...