Chapter 1

20.7K 2.3K 238
                                    

Sudah dua tahun sejak dirinya ditinggalkan seorang diri. Sudah dua tahun pula Adrian bekerja sambilan di sebuah cafe untuk memenuhi kebutuhannya. Ia sedikit bersyukur memiliki otak yang lumayan pintar dan mendapatkan beasiswa.

"Adrian bawa pesanan ini ke meja nomor 4!"

"Baik." Adrian sebetulnya lelah. Sejak siang tadi Cafe tempatnya bekerja ramai. Sebentar lagi ia akan berganti shift. Untung saja ia dapat shift pagi.

Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore artinya ia boleh pulang sekarang.

"Bang Rafa, gue pulang duluan ya," ucap Adrian.

Rafa yang sibuk dengan masakannya menoleh. "Hati-hati pulangnya. Jangan sampai nyasar lagi," seru Rafa dengan wajah mengejek.

Adrian mendengus kesal. Padahal kejadiannya sudah lama. Kenapa juga ia suka buta arah saat malam. Kekurangannya yang satu ini sungguh membuat Adrian sedikit stress.

Adrian tidak langsung pulang ke rumah. Ia terlebih dahulu mampir ke sebuah taman yang ramai oleh para muda-mudi yang asyik pacaran.

Adrian duduk di bawah pohon lalu bersandar. "Kayaknya cuma gue sendiri nih yang sendirian," ucap Adrian mengasihani dirinya sendiri. Sebetulanya dia heran, buat apa pacaran kalo endingnya putus. Buang-buang duit saja.

"Kamu gak sendiri kok," ucap seseorang membuat kaget Adrian.

"Untung nih jantung gak copot." Adrian mengusap-usap dadanya. Selain buta arah Adrian juga orang suka kagetan.

"Gak bakal copot kok," ucap orang itu sambil terkekeh pelan. Adrian jadinya kesel karna diketawain.

"Bapak ini siapa deh? Kaya jelangkung langsung nongol aja," ucap Adrian sewot.

Laki-laki yang Adrian sebut sebagai bapak hanya tersenyum tipis. Ia tahu siapa Adrian tapi Adrian belum tahu siapa dirinya. "Kamu mirip sama mantan istri saya. Makanya Saya duduk disini."

Dahi Adrian mengkerut. "Loh kok mantan? Udah cerai ya?" tanya Adrian heran. Laki-laki itu hanya tersenyum sambil mengangguk.

"Yang nikah aja bisa pisah apalagi yang pacaran," gumam Adrian sambil melihat dua orang di depannya yang asyik berpacaran.

Setelah hening beberapa saat orang di samping Adrian membuka mulutnya. "Anak kecil kaya kamu masa dibolehin keluar sore-sore gini?"

"Ya gimana gak dibolehin. Orang gak ada siapa-siapa di rumah," ucap Adrian datar sembari melempar-lempar kerikil yang ada di dekatnya.

"Kamu tinggal sendiri?"

Adrian mengangguk. "Udah 2 tahun. Mama sama Ayah pergi dan gak tau baliknya kapan." Wajahnya sedikit muram tapi suaranya masih tetap tenang. Entah kenapa ia cukup nyaman curhat dengan orang disampingnya.

Agam, laki-laki yang duduk disamping Adrian memasang wajah rumit. "Mengapa mereka ninggalin kamu sendirian?"

Adrian mengangkat bahunya. "Entah, katanya sih karena bukan anak Ayah."

"Mamamu waktu itu gak nolongin kamu?" tanya Agam heran. Jadi Adrian bukan anak Sagara? Laki-laki yang menjadi orang ketiga di rumah tangga Agam dan Liliana. Lalu, Adrian anak siapa?

"Mama cuma diam aja. Kata mama, saya emang bukan anak Ayah. Terus ayahnya siapa dong?" tanya Adrian pada dirinya sendiri. Itu juga yang sedang Agam bingungkan.

Agam hanya diam mendengar pertanyaan Adrian. Tangannya terangkat menyentuh puncak kepala bocah tersebut. Hatinya menghangat. Apakah Adrian anaknya? Tapi mengapa Liliana tidak bilang kepadanya?

AdrianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang