Alaska memasuki ruangan dengan dentuman musik cukup keras. Telinga nya sakit mendengarkan alunan nada yang tak ramah ketika masuk ke dalam gendang telinga nya. Namun mau tak mau ia harus kesini. Untuk sebuah urusan.
"Dimana Yon?"
"Itu tuh anak cepu," tunjuk Leon pada pemuda yang cukup tinggi—namun tidak lebih tinggi dari mereka yang kini tengah asik berjoget ria dikelilingi oleh perempuan-perempuan seperti itu.
"Sikat Ska," ujar Reyga dengan ringannya.
Alaska menoleh dengan tatapan terkejut menatap Reyga. Posisi duduk Leon yang agak minim cahaya membuat Alaska tidak dapat melihat dengan jelas siapa yang duduk di sebelah Leon.
"Lu ngapain anjir Ga? Gue bilangin Asya nih njrit," Alaska mengeluarkan handphone yang berada di saku jaketnya.
"Jangan gitu paketu, gue main bentar," Reyga memohon dengan memegang tangan kanan Alaska.
Cowok itu menyentak kasar tangan Reyga "Gak usah pegang, najis!"
"Lo ngapa tumbenan ajak dia?" Alaska menunjuk Reyga dengan dagu ketika bertanya hal itu pada Leon.
"Si Jopek kagak mau karena nemenin Jopan. Alan juga di rumkit. Grevin sama Renzo ada janji dunia per es kepal-an. Tapi entaran mau ke rumkit juga katanya."
"Oh gitu,"
"YON, LIAT SU!" Reyga melemparkan handphone nya pada Leon yang untungnya dapat diterima dengan baik oleh cowok itu walaupun dengan kerutan di dahi.
Matanya dengan cepat membaca apa yang ditampilkan disana.
Harves II, Leon Prakasa berhasil menghabisi Ketua Spades, Agra Pramudya.
Di duga adalah bentuk pembalasan dendam permintaan Alaska Devlin. Beberapa sumber mengatakan agar Leon cepat mendapat restu dengan Aleena Devlin.
Namun, tidak hanya itu. Kasus di duga naik juga dikarenakan pembalasan dendam Alaska yang tak kunjung berakhir atas kematian Ayahnya.
Apakah konflik Devlin dan Pramudya di sangkut pautkan dengan konflik yang juga terjadi di Spades dan Harves?
"Yaudah, ntuh orang anjing yang buat beritanye. Bapaknya kerja dikantor beginian, penebar hoax tanpa nyari tahu kebenaran yang pasti," Leon mengembalikan handphone Reyga.
Reyga mengangguk-anggukkan kepalanya "Tapi jangan lu gebuk dah Ska di sini. Soalnya yang ada fitnah makin naik. Harves ataupun keluarga lo bakal terus-terusan dianggap sebagai orang jahat sama publik."
"Ayo kita tikam tanpa buat keributan," Leon menunjukkan silet yang berada di saku celananya.
"Bunuh? Gak dulu deh," tolak Reyga mengambil segelas minuman yang baru saja dituangkannya vodka.
"Jangan dulu Yon, gue liat-liat lo makin gampang aja bunuh orang," Alaska menggelengkan kepalanya.
"Gak gitu juga maksud gue Ska. Pengen lindungin lo aja," Leon berujar, sedikit terdengar penyesalan di nada suaranya.
Alaska memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di klub tersebut. Jam sudah menunjukkan hampir pukul 12 malam. Alaska sudah berpamitan dengan Avira tadi, cowok itu sama sekali tidak berbohong kepada bunda nya. Ia benar-benar pamit untuk ke klub, mengatakan ada urusan yang harus ia selesaikan.
"Zyl ngapain disini?" Alaska mengerutkan dahi nya menatap lurus cewek yang tengah duduk sembari minum dengan santainya. "Gue baru tahu dia anak klub."
Leon menoleh pada objek yang di tatap oleh Alaska "Kagak. Dia kesini kayaknya kalau ada masalah doang. Soalnya datang gak menentu."
Alaska merapatkan jaket hitamnya, berusaha membelah kerumunan manusia yang berjoget tak tentu arah. Ia berjalan menuju Zyl dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Zyl, lo ngapain?" Alaska duduk di sebelah Zyl tanpa di komando. Menghitung gelas yang berada di hadapan cewek itu.
"Lo selalu datang disaat gue kacau, lo cenayang ya?" Zyl memijit pelan pelipisnya. Setelah semua nya kacau, kenapa ia harus bertemu dengan ketua geng ini?
"Lo pinter karena sering minum ini ya?" bukannya menjawab, Alaska justru menanyakan balik. Hal konyol pula, sejak kapan minum alkohol dapat membuat pintar? Kalau hal tersebut benar adanya, sudah tentu Leon menjadi siswa jenius.
Zyl merotasikan bola matanya "Iya nih. Lo gak pernah minum ya? Pantesan tolol."
Alaska diam saja, tidak berniat membalas perkataan cewek setengah mabuk tersebut. Eh tidak tahu juga, dia mabuk atau tidak. Melihat berapa banyak yang ia minum, dapat disimpulkan bahwa ia mabuk. Namun melihat tingkahnya, sepertinya tidak.
"Lo ngapain disini?" tanya Zyl setelah menghabiskan gelas terakhirnya.
"Ada urusan tadi."
"Lo gak ke rumah sakit? Zovan kan sakit," ujar Zyl pelan "Kalau lo kesana, bilangin sorry gue belum bisa jenguk. Masih sibuk di OSIS."
Alaska mengangguk-anggukkan kepalanya "Iya, gue ke rumah sakit nya nanti. Setelah antar lo pulang."
Setelahnya Alaska dengan cepat menarik tangan Zyl untuk pergi dari sana. Soal bayar membayar, tenang saja, nanti akan dibereskan oleh Leon. Sebelum pergi dari klub, ketika melewati Reyga dan Leon--Alaska memberi kode pada kedua cowok itu menggunakan tangannya.
Yang dapat Zyl lihat selanjutnya adalah Reyga dan Leon yang mengikuti mereka berdua dari belakang. Bahkan ketika Alaska dan dirinya sudah menaiki motor, Leon dan Reyga juga tetap mengikuti.
Zyl paham maksud kode tersebut.
𝕴𝕷𝖄
Alaska benar-benar memastikannya selamat sampai rumah. Ia mengantar Zyl lalu memastikan gadis itu benar-benar masuk ke dalam rumah. Bahkan ia masih setia di depan sampai lampu kamar Zyl di nyalakan, tanda cewek itu sudah masuk ke dalam.
Zyl tahu mereka masih di bawah, ia mengirimkan pesan singkat kepada Reyga yang diyakini Zyl akan langsung dibalas karena Reyga yang tengah bermain ponsel.
Zyl :
Tadi kenapa lo berdua harus ngikutin?Reyga :
Pengawalan untuk calon Ibu Ketua HarvesZyl :
Gue pijak lo anjritZyl mengintip sedikit dari jendela Reyga yang tengah tertawa ketika membaca pesan terakhirnya. Namun cowok itu tak membalas karena melihat Alaska yang sudah menyalakan mesin motornya yang membuat polusi suara itu.
𝕴𝕷𝖄
Alaska menarik ujung bibir nya ketika berada di ruang tunggu rumah sakit. Zovan tidak dapat di jenguk secara beramai-ramai. Maka dari itu, Alaska bergantian dengan yang lain. Renzo sedang membeli minuman dan juga makanan ringan untuk mereka berdua di minimarket yang berada di seberang rumah sakit.
Alaska teringat Zyl. Gadis itu berbeda. Ia tidak pencitraan dengan berpura-pura baik nan lemah lembut ketika berhadapan dengan ketua geng itu. Ia apa adanya. Nyablak. Namun lucu melihatnya. Bagaimana ia marah-marah, juga caranya menanggapi tanggapan Alaska yang terkadang jahil.
Namun Alaska tahu, ada sesuatu yang terjadi di keluarga gadis itu. Tidak tahu pasti, namun jelas itu cukup menyakiti.
Alaska merasakan lengannya yang di tempeli botol minuman dingin oleh Renzo "Spesial, mogu-mogu rasa anggur."
"Lu beliin gue minuman begini?" Alaska memegang botol minuman berwarna ungu itu dengan ekspresi aneh.
"Yoi, kali-kali minum yang manis pak jangan asem mulu, makin berat idup lu yang ada." Renzo terkekeh pelan sehabis mengucapkan kalimatnya.
"Lo tau minuman begini darimana?" walau agak kesal, Alaska tetap menegak minuman tersebut. Rasanya sangat manis, kurang cocok di lidah Alaska.
"Grepe. Ngemeng-ngemeng Ska, kapan mau cerita lengkap soal semuanya ke anak-anak?"
"Nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
ILY AT 00.00
Teen FictionTeruntuk kamu yang berhasil membuatku takluk tanpa isyarat, terima kasih sudah pernah menjadi bagian terindah yang pernah ada walau nantinya tak tahu akan seperti apa. Namun setidaknya rasa itu pernah ada. Bukan tentang perpisahannya, namun tentang...