4. Are You Human?

26 4 0
                                    

Ruin menatap orang asing yang kini menempati tempat tidurnya. Penampilannya sudah jauh lebih baik dri pada saat ia pertama kali ditemukan di tepi sungai. Tubuh sudah dibersihkan, pakaian sudah diganti, beberapa luka ditubuhnya juga sudah diobati. Dan sekarang, pelayan pribadinya tengah menyiapkan obat yang baru saja ia sebutkan bahannya untuk direbus.

Ruin tidak sepenuhnya yakin akan berhasil, pengetahuannya tentang manusia sangat terbatas, juga, makhluk ini belum tentu manusia, 'kan? Tapi bagaimanapun, dia sudah berniat untuk menyembuhkan pemuda yang kini dalam keadaan tidak sadar. Dan andai dugaannya benar jika dia manusia, maka---dari yang pernah ia baca sebelumnya---dia membutuhkan ramuan obat yang berbeda dengan yang biasa mereka gunakan.

Sekilas melihat dari keadaannya, Ruin menyimpulkan jika saat ini terjadi pergolakan di dalam tubuhnya. Dilihat dari pakaian depan yang basah, ia menduga jika pemuda ini telah meminum air Sungai Sirion. Menemukan sebutir buah merah cerah beraroma manis di genggaman sang pemuda ketika mencoba membawanya kembali, kemungkinan paling masuk akal jika dia telah memakan buah cyreg.

Duduk di tepi tempat tidur, masih setia memandang orang asing, berbagai pertanyaan berkelebat di kepalanya.

Bagaimana caranya dia bisa membuka tirai di daerah Hutan Tewerin?

Bagaimana bisa dia berhasil menemukan buah cyreg yang bahkan rakyat Aranour hanya menganggapnya sebuah legenda?

Apa yang akan terjadi padanya setelah terjadi pergolakan antara air Sungai Sirion dan buah cyreg yang masuk dalam tubuhnya secara bersamaan?

Pintu terbuka perlahan. Elleth, pelayan pribadinya masuk membawa mangkuk yang masih mengepul, dengan wajah mengernyit. Apapun yang ada di dalamnya, pasti terlihat menyeramkan di matanya.

Ruin tersenyum geli melihat hal itu, namun berusaha keras untuk tidak tertawa. Tahu pasti jika obat yang ia minta adalah penyebabnya.

Elleth melihatnya, wajah semakin ditekuk. Meskipun jabatannya di sini sebagai pelayan pribadi Ruin, namun bisa dikatakan jika Elleth adalah pengasuh Ruin sejak bayi, tentunya dia bisa dengan mudah membaca ekspresi di wajah rupawan itu.

"Tertawa saja, tidak perlu ditahan, seolah hamba tidak kenyang dengan segala tingkah nakal anda sejak kecil." Ruin memang melarang Elleth berbicara formal padanya, terutama jika berada di tempat yang tidak ada orang lain seperti sekarang---abaikan saja makhluk mengenaskan yang terkapar di ranjang.

Menerima mangkuk yang diangsurkan, tawa yang ditahan segera pecah mendengar keluhan yang tidak sepenuhnya salah. "Coba kau lihat wajahmu saat ini, Elleth, sangat artistik. Bayangkan kalau Maethor melihatnya."

Wajah Elleth berubah menjadi merah padam. Ruin kini semakin pintar memanfaatkan kelemahannya. Salahkan matanya yang tak bisa berpaling saat melihat pengawal setia Ruin yang gagah, salahkan juga mata Ruin yang terlalu jeli melihatnya.

Menyenyuapkan cairan di dalam mangkuk ke bibir pemuda yang masih setia menutup mata dengan perlahan dan hati-hati. Ia tidak lupa berterima kasih pada pelayannya yang masih setia memandangnya dengan tatapan bertanya.

"Kenapa menatapku seperti itu?"

Menggeleng, bingung memilih kata yang tepat. "Hanya saja ... ini tidak seperti anda yang biasanya."

"Aku kenapa?"

"Harusnya hamba yang bertanya, kenapa anda membawa orang asing ke kediaman, bahkan ditempatkan di kamar pribadi anda?"

Ruin berhenti sejenak dari kegiatannya menyuap obat, menoleh sebentar ke arah Elleth, lalu kembali menyuap lagi sambil mengendikkan bahu. "Aku juga tidak tau. Menurutmu kenapa?"

GELIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang