Hutan Tewerin yang sunyi, angin pun enggan berembus, tak ada pergerakan, tak ada suara. Bahkan helaan napas makhluk hidup yang memasukinya akan terdengar jelas. Sayangnya, tak ada ingin mencoba masuk ke dalam Hutan Tewerin.Tapi kali ini, ada yang berbeda. Ada tubuh tergeletak jauh di tengah hutan, telungkup, tak bergerak. Tak ada yang bisa memastikan keadaannya, hanya gerakan tipis dedaunan di depan hidung yang memastikan jika ia masih hidup.
Jari mulai bergerak, disusul beberapa anggota tubuh yang lain, mata perlahan terbuka, mengerjap beberapa kali, menampakkan sepasang netra cokelat gelap. Mengernyit saat merasakan sengatan rasa sakit di beberapa bagian tubuhnya.
Perlahan bangkit saat memastikan memiliki kekuatan yang cukup untuk mengubah posisi, diiringi erangan tertahan, "Aargh!" Menampakkan sosok pemuda berusia sekitar 25 tahun dengan pakaian robek di beberapa bagian
Menemukan posisi nyaman dengan bersandar di salah satu batang pohon besar di sana, memandang sekeliling. Tak jauh dari tempatnya tadi, ia bisa melihat senjatanya tergeletak bersama guguran daun dan patahan ranting yang tampak masih baru.
Mendongak ke atas, hanya ada cabang pohon yang saling bertaut, menghalangi sinar matahari menyentuh tanah di bawahnya. Membuat pemuda itu berpikir, apakah dia baru saja terjatuh dari ketinggian itu? Tapi bagaimana caranya dia bisa sampai ke atas pohon?
Berusaha keras mengingat kejadian sebelumnya, hanya bisa mengingat beberapa hal sebelum ia berangkat ke hutan.
Sepulang dari pasar, tempatnya bekerja serabutan sebagai kuli panggul, Tavady Coille---nama sang pemuda---menyadari jika musim gugur akan segera berakhir. Dirinya harus mengumpulkan bahan makanan kalau tidak ingin mati kelaparan selama musim dingin.
Beras, tepung, dan beberapa biji-bijian yang ia kumpulkan sedikit demi sedikit dari upahnya bekerja dirasa cukup, sudah saatnya mencari kebutuhan lain di hutan. Akan sangat beruntung jika berhasil menangkap satu--dua ekor rusa. Selain bisa memenuhi kebutuhan daging---ia sudah membayangkan mengasap daging rusa---sebagian bisa ditukar dengan beberapa helai baju hangat.
Setelah beberapa jam berjalan, ia mendengar suara gemerisik yang berasal dari semak di depannya. Semoga saja seekor rusa dewasa yang gemuk. Tidak mungkin seekor kelinci bisa menggerakkan semak sebesar itu. Tapi tidak ada tanduk yang biasa menjulang dengan gagah, firasatnya mengatakan untuk menjauh.
Mundur perlahan, mata tetap awas menatap ke arah semak. Menghunus senjata, bersiap untuk kemungkinan terburuk.
Sepasang telinga runcing menyembul di atas semak, menyusuk kemudian sebuah moncong panjang dengan gigi menyerigai. Terdengar suara geraman lirih.
Gawat!! Serigala!
Dari jarak hampir tiga puluh meter, ia bahkan bisa memastikan jika binatang tersebut memiliki ukuran yang cukup besar. Masalahnya, serigala bukan makhluk individu, pasti ada kawanan di sekitar sini. Tidak ada kemungkinan selamat kalau harus berurusan dengan mereka.
Melepas keranjang rotan di punggung, berbalik, berlari sekuat tenaga, yang terpenting adalah nyawa. Suara tapak kaki berat semakin mendekat, Tavady terus memacu langkah kakinya secepat yang ia bisa.
Suara lain semakin mendekat, memejamkan mata pasrah, memanggil kedua orang tua. Ayah, ibu, sepertinya aku akan segera menyusul kalian.
Dan tiba-tiba, semua gelap.
Berbicara soal hutan, Tavady merasa sedikit aneh dengan tempatnya berada saat ini. Selama bertahun-tahun menjelajahi hutan, belum sekali pun ia mendatangi tempat ini. Entah berada di bagian hutan yang mana,
Kembali memperhatikan sekitar, tak hanya pohon raksasa dengan dahan saling bertaut hingga mampu menghalau sinar matahari, akar-akar raksasa mencuat dari dalam tanah yang tertimbun guguran daun---beruntung saat jatuh, ia tidak menimpa salah satu akar tersebut, bisa remuk badannya.
Satu hal yang menurutnya aneh, tempat ini terlalu sepi. Untuk ukuran sebuah hutan, bahkan suara burung dan serangga pun tidak terdengar. Juga ... ke mana perginya serigala yang mengejarnya tadi?
Merasakan tubuhnya, masih bisa berpindah sejauh ini, ia yakin tidak ada tulang tangan atau kaki yang patah. Namun tak bisa dipungkiri jika tubuhnya terasa sakit. Bahkan beberapa bagian pakaian tebal yang dipakainya tampak sobek dan ternoda darah---mungkin tersangkut semak berduri saat berlari.
Harus secepatnya menemukan jalan keluar dari sini kalau tak ingin mati konyol karena kelaparan atau justru diserang dan dimakan binatang kelaparan.
Memungut dan menyarungkan kembali senjata yang terlempar tak jauh dari tempatnya semula, mencoba menemukan sesuatu yang bisa digunakan sebagai petunjuk arah.
Itu dia!
Setelah memperhatikan lebih serius, terdengar suara gemericik air di kejauhan. Aliran air itulah yang akan menjadi tujuannya. Ada untungnya juga suasana sepi hutan ini.
Tavady mulai berjalan, sedikit tertatih, saat merasa ada yang salah dengan pergelangan kakinya. Perlahan, tapi pasti, meninggalkan tempat itu.
Mata tetap awas memperhatikan sekitar, tak ada tanda-tanda kehidupan lain selain tanaman. Bahkan kotoran burung atau semut pun tak tampak. Sepanjang yang ia temui hanya semak-semak setinggi tubuhnya, jamur aneka warna yang bersinar.
Eeeh, bersinar?
Ya, bahkan Tavady berkali-kali menggosok mata untuk meyakinkan jika matanya tidak bermasalah. Selama bertahun-tahun hidupnya, baru kali ini ia melihat jamur bersinar.
Mata tajamnya tak pernah lengah, mengawasi kemungkinan adanya bahaya, sekaligus memastikan jika ia tidak sedang berputar-putar di tempat yang sama.
Perut mulai berbunyi, tangan besar mengelus, menghela napas. "Sabar, kenapa perut tidak bisa diajak bekerja sama di saat seperti ini?"
Pada saat yang sama, tercium aroma manis yang sangat menggoda, membuat perutnya semakin meronta. Langkahnya tentu saja melambat seiring pergelangan kaki kanan yang semakin membengkak, menghambat langkah.
Cahaya hijau menerobos masuk ke area hutan, semakin cerah saat Tavady mendekat, pemandangan padang rumput menyambut saat ia keluar dari hutan. Dengan rumput hijau jamrud yang tak kalah bersinar dengan jamur yang ia temui selama di hutan, Tavady lebih terpesona dengan sebuah pohon rindang yang terletak tepat di tengah padang rumput. Aroma manis menggoda berasal dari sana.
Mengabaikan keanehan tempat itu, Tavady terus melangkah, dengan kaki setengah terseok, mendapati sepasang buah segar berwarna merah menggoda dengan aroma manis yang tak kalah menggoda. Tangan terjulur, memetik dengan mudah.
Mungkin benar, tuntutan perut mengalahkan otak. Tavady yang selalu berpikiran panjang, tanpa curiga jika buah yang baru pertama kali dilihatnya ada kemungkinan beracun, memakannya langsung.
Mata terbelalak. Buah seolah kembali utuh saat ditelan, menyumbat kerongkongannya. Bergegas menuju aliran air yang letaknya tak jauh dari pohon. Sekali lagi, tanpa pikir panjang meraup air sebanyak-banyaknya dan meminumnya.
Mungkin nasib baik memang sedang tak berpihak padanya. Bukannya merasa lega, sekarang dada seperti dipukul keras hingga tak bisa bernapas. Tangan terangkat meremas dada, n1apas terhenti, mata menggelap. Mungkin ini benar-benar akhir hidupnya.
Sepasang mata merah masih setia mengamati dari kejauhan.
つづく
__________________________
Happy B'Day to Bang sleepyhopeu
Wish you all the best.
KAMU SEDANG MEMBACA
GELIR
FantasyDalam bahasa sindarin, Gelir berarti Gay. Ooh, betewe .... Terkadang ada slip typo dan italic, mahapkeun sebelumnya.