Ruin bermimpi, selama eksistensinya baru sekali ini ia mengalami apa yang dinamakan bermimpi, dan itu tepat setelah Tavady, manusia asing yang baru dikenalnya dua hari terakhir, menciumnya.
Di dalam mimpinya Ruin melihat dirinya sendiri. Tidak, tidak bisa dikatakan itu adalah dirinya, tapi sosok rupawan berjubah biru, dengan rambut panjang berwarna biru serta mata biru itu---Ruin merasa yakin jika itu wujud lamanya---berjalan menyusuri pinggiran hutan hijau di tepi sungai bersama dengan seorang pemuda tak kalah rupawan, tubuh sedikit lebih besar, berambut cokelat dengan mata hijau tua. Dan dia sangat yakin jika pria itu adalah Tavady, juga dalam wujud lain.
Tangan mereka saling bertaut, bibir tak henti menyunggingkan senyum meskipun kata-kata yang terucap lebih terdengar seperti saling berbalas ejekan.
Keduanya berhenti di bawah sebuah pohon yang sangat rindang, berpelukan, bercumbu, seolah tidak akan ada lagi hari esok.
Di sudut lain, Ruin menangkap sosok wanita mengenakan jubah biru muda, seperti yang dikenakan pemuda berambut biru, melihatnya dari kejauhan. Tak lama sebelum berlari menjauh dari tempat tersebut dalam keadaan menangis.
Mungkin dia merasa sudah cukup mengikuti sang suami sampai sejauh ini. Tahu jika suaminya telah memilih jalannya sendiri. Sekali lagi Ruin tidak tahu alasan kenapa dia menyadari jika sosok wanita yang menangis tersebut adalah istri si jubah biru.
Sambil menatap lekat pemuda di hadapannya, pemuda berambut biru berkata, "Jika Valor, memberi kesempatan untuk kita kembali memperoleh raga di waktu yang sama, aku harap kamu memiliki rambut dan mata cokelat agar aku mudah mengenalimu."
(Valor adalah dewa kematian, rumah Valor dipercaya menjadi tempat berkumpul jiwa para Elf yang telah meninggalkan raga lama, yang menanti untuk mendapat raga baru.)
Pemuda berambut colekat mengangguk mengiyakan. Tangan membelai rambut biru dengan lembut, wajah dan matanya tidak sekali pun berpaling.
"Dan aku ingin sekali melepaskan diri dari wujud lama, aku ingin memiliki rambut silver serta mata keemasan. Dan kamu juga harus segara mengenaliku."
Sekali lagi mengangguk. "Aku akan mengenalimu walau seperti apa pun wujudmu."
Rambut biru mengangguk sekali lagi. "Tapi aku berharap Valor Yang Agung mewujudkan keinginanku."
"Pasti diwujudkan. Pasti diwujudkan." Mata menatap sendu. Bagaimanapun, mereka adalah Maia, makhluk kesayangan Iluvatar* yang berada langsung di bawah Valar, ucapan dan doa mereka akan terwujud, selama keinginan mereka tidak menyalahi hukum alam.
(Iluvatar = sang pencipta dalam kepercayaan bangsa Elf, Valar adalah para dewa yang berada di bawah Iluvatar, sedangkan Maia di bawah Valar.)
Mereka tahu pasti, jika ini adalah saat terakhir kali mereka bertemu. Maka dari itu, mereka saling mengikat janji bersama. Tak bisa bersatu di kehidupan keli ini, berharap akan bisa bersatu di kehidupan selanjutnya.
"Aku siap, lakukan sekarang!"
Pemuda berambut biru mengangguk, air mata telah mengalir di kedua matanya, meraih leher pemuda berambut cokelat untuk menciumnya, berbisik di sela ciuman, "Aku pasti akan mengenalimu dari sini."
Cahaya biru memancar dari telapak tangannya yang menyentuh leher belakang pemuda berambut cokelat. Ciuman terlepas, tubuh yang lebih besar merosot seolah tanpa tulang, jiwanya telah pergi menghadap Valor. Meninggalkan sosok yang tersenyum sendu dengan wajah penuh air mata.
Beberapa orang mendekat dengan cepat, salah satunya adalah seorang perempuan berjubah merah dengan rambut merah dan mata emas. Bersama dengan wanita berjubah biru, yang baru saja pergi, tiga langkah di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GELIR
FantasyDalam bahasa sindarin, Gelir berarti Gay. Ooh, betewe .... Terkadang ada slip typo dan italic, mahapkeun sebelumnya.