Tavady masih setia membersihkan pedang lamanya sambil menunggu pangeran tidur yang tak kunjung bangun. Pandangan matanya berubah lembut dan sendu saat melihat sosok yang sudah hampir dua minggu tertidur namun masih belum ada tanda-tanda akan bangun.
Meletakkan pedang kembali kedalam sarung kemudian menggantungnya ke tempat semula di dinding. Tavady berjalan pelan menuju ranjang. Memandang wajah yang sudah sangat lama ia rindukan senyumnya.
"Ruin, kapan kamu bangun? Apa kamu tidak merindukanku?" bisiknya lirih di telinga kanan Ruin, belum ada reaksi, Tavady beralih ke bibir yang sudah kembali berwarna merah, menciumnya sekilas. "Aku sangat merindukanmu."
Sudah dua minggu dari kejadian waktu itu. Di mana dirinya sempat merasa frustasi hingga ingin mati saat melihat Ruin tergeletak bersimbah darah karena melindunginya.
Saat di mana seorang ratu kerajaan Elf memohon padanya yang seorang manusia untuk menyelamatkan Ruin yang sudah dianggap sebagai putra kandung. Yang membuatnya memberikan pasangan buah cyreg kepada Ruin yang, bisa dibilang, berhasil menyelamatkan nyawanya.
Saat di mana seorang wanita asing berteima kasih padanya dan memanggilnya dengan nama Oromë serta memberikan ingatan, yang bahkan dia tak tau pernah ada, padanya.
Saat di mana satu hari berjalan sangat lambat hingga terasa seperti satu tahun baginya. Tapi memberikan berbagai pengalaman dan keajaiban padanya. Hingga Tavady bahkan tidak yakin harus bersyukur atau mengutuk hari itu.
Kembali ke kejadian waktu itu, segera setelah wanita yang ternyata bernama Ainur mengatakan jika Ruin selamat dan mengucapkan selamat tinggal, ratu segera memerintahkan tabib istana untuk memeriksa keadaan Ruin.
Hasil pemeriksaan tabib menyatakan jika Ruin melewati masa kritis, hanya menunggu waktu sampai dia kembali sadar. Ratu sudah hendak memindahkan Ruin ke salah satu kamar di istana, tetapi Tavady segera teringat cerita Ruin tentang ranjang istimewanya di Kastil Uilos, sehingga dia meminta agar diperbolehkan membawa Ruin kembali pulang ke kediamannya.
Raja dan ratu mengizinkan mereka kembali. Dengan dibantu oleh Maethor, Tavady berhasil membawa Ruin pulang dan membaringkan di ranjang di kamar pribadinya.
Tersenyum miris, Tavady menertawakan kisah mereka. Dulu Ruin yang merawatnya saat tak sadarkan diri, kini keadaan berbalik, dia merawat Ruin yang tak kunjung bangun dari tidur panjangnya. Bukan berarti dia dia mengeluh, tidak, dia justru senang bisa melakukan ini. Bukan berarti dia senang Ruin terluka juga, hanya saja dia senang bisa membantu dan merawat Ruin.
Malam telah larut, Tavady akan beristirahat di kamar sebelah yang dulu ditempati Ruin saat merawatnya, melangkah mendekat untuk mengecup kening Ruin, mengucapkan selamat malam.
Baru dua langkah berjalan saat telinganya menangkap suara bisikan lirih, "Jangan pergi."
Seketika berbalik, menatap tak percaya ke wajah pucat yang mesih setia menutup mata, hampir mengira jika suara itu hanya ilusi jika saja ia tidak melihat sendiri bibir merah yang bergerak, kembali membisikkan kalimat yang sama, "Jangan pergi."
Meraih tangan Ruin yang terlipat rapi di depan dada, Tavady bersimpuh di lantai. "Aku di sini. Aku tidak akan pergi. Aku tidak akan meninggalkanmu," balas Tavady.
"Tav .... " bisikan suara paling indah menyentuh gendang telinga Tavady.
"Aku di sini. Apa yang kamu butuhkan? Bagian mana yang sakit? Apa mau minum?"
"Berisik!"
Tubuh Tavady seketika membeku, mulutnya seperti terkena lem paling lengket di dunia. Beberapa saat kemudian sebuah tawa merdu terdengar dari bibirnya, "Aku sangat merindukanmu."
"Lima belas kali hari ini."
Tavady kembali membeku mendengar ucapan Ruin. Berbeda dengan reaksinya yang terdiam, air mata bahagia dan lega mengalir tanpa bisa ditahan.
"Tav .... "
"Ya?"
"Tidur. Di sini."
Tersenyum lebar tercetak di bibir Tavady. Tanpa menunggu perintah dua kali, segera memposisikan dirinya di samping Ruin, menarik selimut menutupi tubuh mereka bersama.
Rasanya dada Tavady hampir meledak karena perasaan bahagia. Momen seperti ini sudah sangat lama dinantikannya.
Setelah Ainur menghilang, dirinya segera dinyatakan bebas, para tetua kerajaan pun turut memberikan jaminan kepada rakyat. Ruinnya telah bagun dari tidur panjangnya. Ratu juga telah menepati janji untuk mengabulkan apa pun permintaannya.
Yaah, permintaan Tavady juga tidak terlalu sulit dikabulkan. Dia hanya meminta izin untuk bisa menjalani hidup bersama dengan Ruin selama sisa hidup mereka.
Ratu dan raja memberi izin dengan syarat Tavady harus membantu Ruin bekerja. Bagaimanapun dia yang telah membunuh Loth, pria yang menyerang Ruin di aula, yang merupakan kepala Morchaint, yang sekarang diambil alih oleh Maethor untuk sementara waktu.
End
____________________
Xiexie ZAYLotus
Kalo masih ada plothole, monggo dikoment.
Bisa ditambahkan di extra chapt setelah ipen.
KAMU SEDANG MEMBACA
GELIR
FantasyDalam bahasa sindarin, Gelir berarti Gay. Ooh, betewe .... Terkadang ada slip typo dan italic, mahapkeun sebelumnya.