3. Gray?

2.5K 363 37
                                    

Kegiatan MPLS sudah berjalan empat hari, selama itu pula Cyan dan Cherry tidak pernah berhenti mengeluh. Bosan, malas, dan dongkol. Tiga hal tersebut yang utama.

"Ih, Cyan! Name tag gue ke mana?!" heboh Cherry.

Cyan menggidikkan bahu abai sambil merapikan rambutnya yang dikuncir kuda. Meskipun Cyan tidak terlalu suka rambutnya dikuncir satu karena beberapa hal, itu menjadi kewajiban bagi siswi berambut panjang ketika Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Dan Cyan tentu menuruti sebab tidak mau—atau lebih tepatnya, malas dihukum.

"Kok ilang sih? Gue nanti kena marah gimana? Mana anak OSIS MPK udah kayak anjing rabies kerasukan iblis!"

Meskipun tidak adanya senioritas, tapi anggota OSIS dan MPK tetap bersikap tegas atau yang dinilai sebagian murid baru menjadi galak karena terkadang, mereka masih juga suka membentak dan mencari-cari kesalahan adik kelasnya yang bahkan tidak ada.

"Ya terus gue harus gimana?" Cyan bertanya. 

Cherry memberengut sebal, mukanya sudah memerah menahan tangis, ia menendang-nendang udara untuk melampiaskan rasa kesal walaupun sebetulnya sangat tidak berguna.

Menghela napas panjang, Cyan mulai mencari kertas asturo putih berukuran 8 cm x 10 cm serta berlaminating yang bertuliskan identitas murid baru. Harusnya mudah dicari kalau terselip karena benda itu dipasangi lanyard berwarna merah.

"Di meja gak ada, di loker gak ada." Bergumam sejenak, Cyan berujar, "Coba cari di tas lo."

"Gak ada, Cycy …," rengek Cherry.

Cyan mendecak. Bel masuk belum berbunyi saja Cherry sudah kehilangan name tag dan berujung merepotkan dirinya. "Tadi kita keluar gak sih?"

"Ke toilet, numpang ngaca."

Mengangguk paham, Cyan menopang dagunya di atas meja. Ia mencoba mengingat-ingat, tapi nyatanya bingung apa yang mau diingat. Toh, itu kepentingan Cherry, bukan kepentingannya.

Gerutuan Cherry membuat Cyan melirik gadis yang biasanya ceria itu. Cherry terlihat menarik sudut bibirnya ke bawah, sesekali mengeluarkan isakan pelan, dan menatap teman segugus dengan sorot memelas minta bantuan walau nyatanya diabaikan. Kasihan Cherry.

Cyan sebetulnya paham ketakutan yang menjalari pikiran Cherry. Kemarin, seorang siswa dari gugus Tarumanegara serta tujuh siswa dari gugus-gugus lain dihukum di kelas ini, didebat, dibentak-bentak, dan berujung dihukum karena sudah menghilangkan name tag.

"Cyan."

Cyan membalikkan badan, menghadap ke lelaki berparas manis yang duduk di belakangnya. "Iya?"

"Gue boleh pinjem—" Laki-laki itu mengerutkan dahi. "Tumben gak pake name tag, biasanya gak mau dilepas."

"Hah?" Refleks, Cyan menunduk, mencari benda persegi panjang yang seharusnya ada. Namun, sekarang tiada.

Tak peduli teman lelakinya mau meminjam apa, Cyan menghadap depan lagi, lalu dengan panik mencari name tag di meja, loker, dan tas.

"Lo kenapa, Cy?" Cherry bertanya sambil berlagak mengusap air mata yang jatuh di pipinya.

Cyan menghela napas kesal, lalu menyandarkan kepala ke tembok dengan mata terpejam, mengingat apa di toilet tadi ia melepaskan name tag atau tidak. Seingatnya tidak, tapi sekarang malah tiada.

Mendecak kecil, Cherry kembali bertanya, "Kalau ditanya jawab, dong. Lo kenapa?"

"Name tag gue ilang juga."

DALASNAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang