Junghwan meringis nyeri saat bertubrukan dengan seorang pengunjung rumah sakit yang berlarian di lorong. Tapi niatnya menegur sirna karena orang itu terlihat sangat panik, mungkin keluarganya kritis. Dengan tertatih, Junghwan melanjutkan langkah ke deretan kursi tunggu kosong yang tinggal berjarak kurang dari semeter.
Junghwan duduk di kursi paling tepi, memegangi bahunya yang masih ngilu sambil memperhatikan para perawat yang bersliweran. Dia tengah menunggu watanabe Ryuu mengambil hasil pemeriksaan laboratorium untuk memastikan tidak ada luka dalam di tubuhnya.
Tadi saat video keempat diputar, Jihoon sudah mencapai batasnya sehingga Junghwan terpaksa menerima 6 pukulan baru. 1 sikutan di punggung, 2 tinju di perut, 2 tendangan ke perut, dan 1 tendangan mengenai bahu. Jadi total dirinya menerima 19 pukulan.
Tubuh bagian atasnya terasa remuk. Beberapa pukulan awal, sakitnya tak seberapa karena si pemukul hanya mengeluarkan separuh tenaga, mungkin kasihan melihat korbannya masih bocah SMA.
Tapi tanpa aba-aba, Mark meninju pipi pria itu begitu keras hingga si pria terhuyung,"Apa aku perlu mengajarimu cara memukul?"
Pandangan Mark turun ke wajah Junghwan sehingga mata mereka bertemu, tatapannya merendahkan seolah Junghwan sampah di tepi jalan, "Pukul dengan benar, jangan dihitung jika mulutnya tak berteriak!"
Junghwan bukan tipe anak yang cengeng, pain tolerance nya cukup tinggi karena dari kecil terbiasa dengan latihan keras taekwondo dan sepak bola. Jadi, ketika ia sampai berteriak berkali-kali, bisa dibayangkan seberapa keras pukulan yang diterimanya?
Junghwan menyandarkan punggung ke dinding, kepalanya mendongak ke arah langit-langit lorong yang berwarna putih pucat. Matanya tertuju ke lampu lorong tapi pikirannya mulai berkelana. Ngomong-ngomong, kondisi Jihoon bagaimana ya?
.
.
.
-----Flashback-----
Sepulang dari apartemen Jihoon, Junghwan, Junkyu, dan Yedam pulang menggunakan subway. Karena arah rumah yang berbeda-beda mereka berpisah setelah keluar dari kereta.
Baru beberapa meter berjalan di trotoar, Junghwan dikejutkan dengan tepukan di bahunya. Ia berbalik dan melihat sesosok laki-laki paruh baya berpakaian jas rapi. Junghwan tak mengenalnya, tapi matanya yang tajam dan dalam terasa familiar.
Sosok itu memperkenalkan diri sebagai Watanabe Ryuu, ayah Watanabe Haruto. Dia bahkan menunjukkan kartu namanya. Tentu Junghwan kaget, selama 4 tahun ini ibaratnya dia dan Haruto itu sudah berteman hingga ke tulang-tulang, tapi sekalipun Haruto belum pernah menunjukkan foto keluarganya. Jadi haruskah Junghwan mempercayai orang ini?
Tapi mata yang mirip dan kartu nama itu sudah cukup menjadi bukti. Dengan senyum ramah Ryuu meminta Junghwan ikut dengannya karena ada hal penting yang perlu dibicarakan. Junghwan sempat bertanya hal penting apa yang dimaksud, tapi Ryuu bilang tak bisa memberitahunya di tempat terbuka. Merasa keperluan kali ini menyangkut rahasia besar, Junghwan langsung bungkam dan ikut masuk ke mobil yang terparkir di dekat coffe shop.
Ketika mobil memasuki gerbang besar rumah Song, perasaan Junghwan mulai tak nyaman. Ada kepentingan apa dia dibawa ke rumah Song?
Mobil berhenti di depan pintu utama yang dijaga beberapa pria berjas hitam. Ini bukan kali pertama Junghwan pergi ke rumah Song tapi tetap saja pandangan menyelidik para penjaga membuatnya gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
TREASURE [The Death Of Shiroibara]
Fanfic[TREASURE] Tentang sekumpulan anak di klub pecinta film mistery ... - Jihoon si Director ... - Haruto sang asisten Director - Junghwan sang protector.... - Jeongwoo si social butterfly.... - Junkyu si ketua klub ... - Yedam si Kameramen... La...