Jihoon merasakan pening luar biasa ketika kedua kelopak matanya terbuka. Pandangannya menangkap langit-langit berwarna putih, juga mencium bau obat-obatan yang menusuk. Suasana khas ini memberitahunya jika ia sedang terbaring di ranjang rumah sakit. Perlahan Jihoon mencoba duduk meski kepalanya berdenyut-denyut dan rusuknya terasa sakit.
"Hoon...," Haruto yang semula duduk di kursi langsung mendekati Jihoon, wajahnya cemas.
Tiba-tiba kepala Jihoon berdenyut dan dadanya terasa nyeri, perutnya juga terasa mual dan perih. Rasanya seperti ada yang naik ke kerongkongannya dan mendesak untuk keluar.
"Jangan banyak bergerak, dokter bilang tulang rusukmu retak, mag mu juga sedang kambuh,"ujar Youngmin sambil mengelus rambut Jihoon lembut. "Setelah ini kuantar kau pulang ya, kau lebih nyaman di rawat di rumah kan."
Jihoon hanya mengangguk lemah. Pandangannya bertemu dengan Haruto yang berdiri mematung di sebelah Youngmin. Wajahnya babak belur, rambutnya seperti baru kena angin ribut, seragamnya acak-acakan, dan kain bagian legan kanannya sobek. "Haruto bagaimana ?"
"Aku baik,"jawabnya dengan senyuman tipis.
Lebih dari kondisi Haruto ada sesuatu yang jauh lebih dicemaskan Jihoon saat ini. Sesuatu yang sebentar lagi harus ia dan Haruto hadapi.
!@#$%^&*()
.
.
.
Arak-arakan mendung berlatar langit kelabu di balik kaca semakin membuat perasaan Jihoon tak nyaman. Setetes air meluncur di kaca lalu disusul tetes-tetes air yang lain. Semakin lama tetesan air semakin banyak menghantam kaca mobil hingga menimbulkan suara cukup keras. Suasana mobil begitu sunyi, Youngmin sibuk menyetir dan Haruto di kursi belakang tampak memejamkan mata sewaktu Jihoon meliriknya dari kaca spion. Kepalanya menenggadah ke atas, bersandar pada kursi jok yang diturunkan. Perlahan mobil melambat dan kini berhenti di perempatan jalan, menunggu lampu hijau.
"Bagaimana Yedam hyung?" tanya Jihoon pada Youngmin.
"Dia di bawa ke rumah sakit, kakinya cidera, tapi bibi belum dapat kabar bagaimana kondisi kakinya yang sebenarnya."
"Bagaimana yang lain ?"
"Mereka semua sudah pulang, luka mereka tidak parah, hanya lebam-lebam yang akan sembuh jika dioles obat."
Lampu jalan berubah hijau dan mobil kembali melaju. Selanjutnya tidak ada percakapan lagi hingga mereka sampai di rumah besar keluarga Song. Sesudah memarkir mobil, mereka bertiga masuk ke dalam rumah dengan disambut tatapan para pelayan yang keheranan.
"Maaf bibi tak bisa lama-lama, bibi terlanjur ada janji setengah jam lagi, tapi dokter Kang sudah bibi hubungi untuk segera kemari,"ujar Youngmin setelah mengantar Jihoon sampai ke kamar dan memastikannya berbaring nyaman di bawah selimut.
Jihoon mengangguk dan mengucapkan terima kasih.
"Haruto, kau juga pergilah istirahat," ujar Youngmin dan hanya diangguki oleh Haruto.
Begitu Youngmin menutup pintu kamar, Jihoon menyibak selimutnya dan mencoba untuk duduk pelan-pelan karena rusuknya yang terasa nyeri setiap dia bergerak. Matanya mengarah pada Haruto yang berdiri membatu di dekat ranjangnya sambil menunduk.
"To...."
Suara pintu dibuka keras memotong perkataan Jihoon yang sudah diujung lidah. Di ambang pintu, Mark berdiri menatapnya berang. Jantung Jihoon berdetak tak karuan, hal yang ia takutkan sepanjang perjalanan pulang kini mulai menjadi kenyataan.
Pandangan Mark beralih pada Haruto yang masih menatap sepatunya sendiri. Ia berjalan tergesa ke arahnya dengan wajah merah lalu melayangkan pukulan ke pipi Haruto yang sudah babak belur.
KAMU SEDANG MEMBACA
TREASURE [The Death Of Shiroibara]
Fanfic[TREASURE] Tentang sekumpulan anak di klub pecinta film mistery ... - Jihoon si Director ... - Haruto sang asisten Director - Junghwan sang protector.... - Jeongwoo si social butterfly.... - Junkyu si ketua klub ... - Yedam si Kameramen... La...