Bagian 04 : Sampah Terhebat

56.7K 7.4K 254
                                    

"Hoaaam," sambil menutup mulutnya yang tengah menguap lebar, ujung mata Edith menatap kedatangan dua sejoli yang tadi tertangkap basah. Dia sudah duduk di meja makan, namun Anne mengatakan kepadanya bahwa ketika Duke berada di rumah, maka dirinya harus menunggu Duke untuk makan terlebih dahulu.

"Cepatlah, hoi." Edith tidak bisa toleran dengan orang lelet, ia menangkup dagunya dengan sebelah tangan dan yang lainnya tengah sibuk mengetuk meja makan dengan tak sabar.

Aiden mengernyit kesal, ia kemudian menarik kursi tepat di sebelahnya untuk Luna dan mempersilahkan gadis itu untuk duduk. Dia lalu duduk di kursi utama, dengan segala dekorasi mewahnya seolah-olah itu adalah kursi khusus untuknya. Sementara Edith duduk di kursi utama ke-2, berseberangan jauh dari Aiden dan Luna di meja makan super panjang ini.

"Mulai hari ini, Luna akan ikut makan pagi dan malam bersamaku." Aiden mengatakannya dengan terus terang, sambil menunggu reaksi istrinya tersebut. Edith menatap Aiden tanpa minat dan memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Terserah kau saja, aku tidak peduli."

Meski nadanya menyebalkan, Aiden masih paham jika itu adalah istrinya. Isabel yang tidak peduli dan selalu menatapnya tanpa emosi. Dia kemudian sedikit menghela napas panjang dan mengambil garpu untuk mulai memakan irisan daging di piringnya. Namun, entah kenapa tangannya berhenti sejenak dan melamun tanpa alasan.

"Aiden?" Luna memegang tangan Aiden yang berhenti dari aktivitasnya. Pria itu menoleh dan menatap bola mata sejernih safir tersebut.

"Ya?"

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Luna khawatir, mengedipkan matanya beberapa kali dengan lentik dan mempesona. Aiden meletakkan garpunya dan membelai rambut Luna dengan gemas.

"Tentu saja, aku selalu baik-baik saja." Aiden melirik Edith, namun wanita itu kini tengah memandangnya dengan tatapan yang sangat aneh dan mengesalkan.

"Apa?" begitulah raut wajah Aiden jika dibaca saat memandang Edith.

Dia tidak tahu jika Edith sebenarnya jomblo akut di kehidupannya yang lalu. Meski punya paras cantik, jika kelakuannya seperti monster, tak ada siapapun yang mau mendekatinya. Bahkan dalam radius 50 m tidak ada yang berani menyapa Edith karena takut. Ia hanya punya pacar (baca : teman kencan online) satu kali dan belum saja Edith bertemu dengan pria tidak beruntung itu, Mary, ketua pemandu sorak di sekolahnya justru mencuri kesempatannya itu. Sial, memikirkannya saja sudah membuat Edith darah tinggi.

"Cih," Edith mengumpat sebentar, lalu kemudian mengangkat tangannya membentuk isyarat jempol terbalik dan memeletkan lidahnya keluar.

"BU-CIN-MA-TI-SA-JA."

••• I'M [NOT] YOUR WIFE, DUKE •••

"Poppin, apa kau punya cairan pembersih mata atau semacamnya?" tanya Edith begitu mereka sampai di kamar pribadi Duchess. Poppin menggeleng ragu, dia sendiri tidak tahu apa itu cairan pembersih mata.

"Sepertinya tidak ada, Duchess. Apa mata anda terasa sakit? Kalau begitu akan saya panggilkan dokter."

"Tidak! Tidak, tidak perlu." Edith segera menghentikan Poppin yang hendak berlari keluar. Edith mengucek matanya, ia harus menghapus semua rekaman erotis di ingatannya selama acara sarapan pagi tadi. Saling suap-menyuap, mencium tangan, hingga berbisik-bisik di atas meja makan, sungguh membuat mood Edith yang sangat bagus dan stabil menjadi ambruk seketika.

"Kau boleh pergi. Oh iya, tolong panggilkan Anne untuk datang." Edith ambruk di atas ranjangnya. Rasanya menyebalkan juga, berada satu rumah di antara pasangan bucin dengan haremnya yang tanpa batas. Edith bisa saja mendengar suara surga dunia setiap menitnya di penjuru rumah ini. Ia kemudian mengacak rambutnya frustasi.

[END] I'm [Not] Your Wife, DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang