Part 02
Bella berjalan pelan ke arah ruangannya sembari terlihat ramah ke arah semua orang yang menyapanya. Hari ini setelah cuti sehari kemarin, bukannya merasa lebih baik, Bella justru merasa tubuhnya semakin sakit. Selain merasa kelelahan, bekas pukulan tantenya yang dulu-dulu juga masih menyisakan rasa memar.
Sebenarnya hal ini sudah biasa Bella rasakan, namun hari ini Bella merasa tidak bisa menahannya seperti biasa. Matanya ingin sekali menangis, menjeritkan rasa sakit yang tak pernah usai menimpa hidupnya. Ada saatnya Bella merasa ingin menyerah dan mengakhiri semuanya, namun meninggalkan adiknya sendiri dengan keadaannya yang belum sukses membuat Bella tidak bisa membayangkan nasib adiknya.
Akan bagaimana hidup Billy nanti bila ia tinggalkan? Adiknya sebentar lagi akan lulus sekolah dan harus kuliah, masa di mana ia masih harus berjuang mewujudkan impiannya. Bagaimana mungkin Bella bisa berhenti berjuang, sedangkan adiknya hanya memiliki dirinya.
Tidak, Bella merasa tidak bisa membiarkan rasa sakit di tubuhnya membuatnya menyerah begitu saja. Ada masa depan adiknya yang harus ia perjuangkan, ia tidak akan meninggalkan Billy tanpa kesuksesan di hidupnya. Ya, itulah tekad Bella sejak awal, ia harap bisa bertahan sampai saat itu tiba.
Bella mengembuskan nafas panjangnya, berusaha untuk tetap tenang dan berjalan seperti biasa. Sampai saat kakinya sudah membawanya ke dalam ruangan, di mana tempat kerjanya berada. Sesampainya di sana, Bella mulai mengerjakan tugasnya yang kemarin sempat diabaikannya.Di tengah acara fokusnya bekerja, Bella disadarkan oleh suara langkah kaki yang berjalan kian mendekat. Bella pikir itu suara tapak kaki milik Pak Alfan, pemimpin perusahaan tempatnya bekerja. Dengan cepat, Bella mendirikan tubuhnya sembari membungkuk untuk menghormati kedatangannya.
"Selamat pagi, Pak." Bella menyapa hangat tanpa menatap ke arah seseorang itu, karena sudah biasa baginya melakukan hal itu di jam-jam yang sama saat bosnya datang.
"Pagi. Anda pasti Bu Bella kan?" Lelaki itu menjawab hangat yang kali ini didiami oleh Bella di balik tundukkan wajahnya. Itu karena Bella merasa bila suara itu tidak mirip dengan Pak Alfan ataupun karyawan lain yang dikenalnya.
Perlahan, Bella mendongakkan wajahnya, menatap lamat-lamat ke arah lelaki yang tersenyum hangat ke arahnya. Bella terlihat bingung di sana, karena ia merasa belum pernah melihatnya.
"Anda siapa? Pak Alfan belum datang. Lebih baik Anda tunggu di luar, di sana ada bangku tunggu untuk tamu." Bella mempersilahkan Revan ke arah ruangan yang memang dikhususkan untuk para tamu yang ingin menunggu bertemu dengan CEO di perusahaan tersebut.
"Saya tidak ingin menemui Pak Alfan." Revan menggeleng pelan sembari masih berusaha tersenyum hangat, sepertinya mantan sekretaris papanya itu belum tahu bila papanya itu sudah digantikan olehnya.
"Lalu untuk perlu apa Anda ke ruangan ini? Apa Anda pegawai baru di sini? Sepertinya Anda salah masuk ruangan, karena tempat ini khusus untuk Pak Alfan, sedangkan tempat karyawan ada di sebelah sana." Lagi-lagi Bella menunjuk ke tempat yang sebenarnya tidak ingin Revan tuju, namun melihat sikap Bella yang seperti itu rasanya lucu juga. Gadis itu terlihat polos namun berusaha untuk tegas, padahal ekspresi wajahnya tampak sedikit takut sekarang.
"Apa Anda tidak diberitahu Pak Alfan bila beliau akan digantikan putranya?" Revan bertanya tenang, yang kali ini didiami oleh Bella yang berusaha mengingat sesuatu hal. Bila dipikir lagi, kemarin Vanessa pulang cepat dan mengatakan bila Pak Alfan sudah digantikan oleh putranya yang katanya cukup tampan.
"Apa Anda ... putra dari Pak Alfan ...?" tanya Bella tak yakin, berusaha bertanya meski wajahnya tampak jelas bagaimana ketakutannya itu tercipta di sana.
"Iya. Saya Revan, putra dari Pak Alfan dan saya juga yang akan menggantikan beliau memimpin perusahaan ini." Revan menjawab lugas dan tenang, berbeda dengan Bella yang terlihat kegugupannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
in bed boss (TAMAT)
Romance"Temani saya tidur, saya akan membayar untuk itu." Revan, seorang boss perusahaan yang dikenal ramah, namun siapa sangka di balik wajah tenangnya, Revan menyimpan trauma? Kisah masa lalunya, membuatnya tidak bisa tidur sendiri, ia harus ditemani, at...