4. 🍬 Model Konten

19.8K 3K 230
                                    


Pradipta Purnama

"Mas."

Mama muncul di ambang pintu kamar, ketika aku memasukkan satu set kamera dan lensa ke dalam tas. Finally, setelah beberapa bulan renovasi, Sugeng Rawuh sudah siap beroperasi. Hari ini, aku berencana mengambil beberapa gambar untuk kebutuhan konten promosi.

"Ya, Ma?" Aku menoleh, Mama terlihat lebih anggun dan cantik dengan setelan kaftan warna putih dan jilbab biru muda. Hari-harinya sekarang, lebih banyak dihabiskan dengan mengikuti pengajian bersama Umi. Ya baguslah, jadinya tak ada waktu buat ngomporin anaknya ikut perjodohan.

"Minta tolong antar Mama ke rumah Umi."

"Sekarang?"

"Tahun depan."

Aku tertawa melihat wajah Mama yang manyun.

"Iya-iya, Mamaku yang cantik. Tunggu bentar ya, sekalian aku mau ke warung."

"Hmm." Mama hanya menggumam.

"Mama rapi banget pagi-pagi, emang mau ke mana?"

"Pengajian di balai kota sama Umi."

"Ke sananya diantar siapa? Mey?"

"Iya, kan Mas sibuk sama restoran. Sekalian Mey mau ke kafenya Amar katanya, yang katanya mau buka dekat kantor BPJS."

Aku manggut-manggut. Sudah tiga bulan berlalu sejak kami bermain di Amazone. Setelah itu aku sibuk dengan restoran, Mey juga kelihatannya sibuk dengan persiapan grand opening kafe milik Ammar. Beberapa kali aku mengantar Mama ke tempat Umi, dan melihatnya terburu-buru berangkat dengan Dina, temannya. Kami hanya ber-say 'hi' saja saat berpapasan. Tak ada pesan pendek atau percakapan basa-basi, meski kami sama-sama saling melihat status Whatsapp. Tapi, sama-sama diam tak saling menanggapi.

"Ammar sering main ke rumah Abah akhir-akhir ini, sepertinya dia ada hubungan dengan Mey ya?" Mama mulai bergosip.

"Ya gak papa Ma, kan sama-sama single, Ammar juga lelaki baik," jawabku malas. Berusaha menekan sejauh mungkin perasaan aneh dalam hatiku, memilih menyibukkan diri dengan membuka lemari, dan mencari pakaian apa yang hendak kupakai hari ini.

Mama berdecak, masuk kamar dan duduk di tepi tempat tidur. By the way, akhirnya karena mempertimbangkan beberapa hal, aku tetap menempati kamar atas. "Padahal Mama pengen ngambil Meysa mantu."

Aku tersedak ludahku sendiri. Rupanya hobi Mama yang suka jodoh-jodohin anak orang masih berlanjut. Aku menoleh dan mendapati Mama yang masih menunjukkan wajah menyesal.

"Kenapa tiba-tiba milih dia?" tanyaku penasaran.

"Ya, Mey cantik, baik, dari keluarga baik-baik juga. Biar Mas juga makin jadi orang baik kan?"

Aku tersenyum tipis. Setelah memilih baju apa yang tepat hari ini, aku berbalik dan duduk di sebelah Mama.

"Ma, nikah kalau terpaksa itu gak enak lho. Kasihan Mey kalau dipaksa menikah sama bujang lapuk kayak Mas."

"Mas gak bujang lapuk, cuma kematengen."

Aku tertawa. Terlihat sekali kalau wajah Mama kecewa karena tak berhasil mendapat menantu yang diharapkan. Yah, mau bagaimana lagi? Meski katanya selama janur kuning belum melengkung, segala kesempatan masih ada. Akan tetapi, aku tak mau menikahi Mey lewat jalur pemaksaan.

"Mama sabar aja, nanti pasti dapat menantu sesuai harapan. Mama bantu doa pokoknya."

"Ya iyalah Mas, kalau doa sih selalu. Ya sudah, sana mandi!" Mama menepuk bahuku. Pembicaraan seperti ini, masih saja menjadi makanan sehari-hari. Dan kali ini, sudah merembet ke putri Abah. Gadis cantik yang diam-diam sudah mulai menguasai perasaanku.

Taste! (Spin OFF JPB) [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang