7. 🍬 Sadar Posisi

16.6K 2.9K 228
                                    


Pradipta Purnama

Dua hari kemudian, Mey benar-benar meminta bayarannya. Pagi-pagi sudah menghubungi dan menanyakan kesibukanku hari ini. 

“Kosong Mey. Paling ke warung, ngecek pengerjaan taman belakang. Tapi bisa next lah,  ada apa?” 

“Jalan yuk, aku mau ajak Mas Dipta ke Ace Hardware. Mau?” 

“Cari?” 

“Rujak.” 

Aku tertawa dengan jawabannya. Pasti mulutnya yang mungil itu mengerucut. 

“Okelah. Bentar ya,  setengah jam lagi aku ke rumah,” kataku. 

“Tapi gak lagi sibuk kan?” tanyanya memastikan. 

“Gak,  cuma perlu mandi. Sekarang masih ngecek mesin mobil.” 

“Oke Mas. Aku juga mau siap-siap.” 

Panggilannya terputus. Aku geleng-geleng kepala sendiri. Senang tentu saja,  memiliki momen dan waktu bersamanya. Mama yang tengah duduk di teras terlihat menatap curiga. Lalu bertanya ketika aku melangkah masuk ke dalam rumah, setelah mencuci tangan di keran. 

“Mau pergi Mas?” tanyanya. “Telepon dari siapa?” 

“Dari Mey, mau minta tolong ditemani ke Ace Hardware.” 

Wajah Mama langsung berubah senang,  matanya berbinar-binar. “Mey?” 

“Iya, Ma. Mas mandi dulu ya, mumpung masih jam segini.” 

“Iya sana, mandi yang wangi, dandan ganteng.” 

Wajah bahagia itu mengandung banyak siasat. Pasti Mama tengah memikirkan omongan yang tepat untuk memulai obrolan perjodohan dengan Abah dan Umi. 

“Ma, gak usah aneh-aneh ya. Please, Mas gak mau Mey menjauh karena tak nyaman. Jadi jangan pernah singgung soal perjodohan.” Wajah Mama langsung berubah kecewa. Aku memegang tangannya, berjongkok di depan Mama. 

“Biar Mas yang tangani sendiri, Mama bantu doa. Kalau dia memang jodohnya Mas,  pasti segalanya akan mudah.”

Mama mengangguk pasrah. “Mama senang, kalau Mas ada rasa sama anaknya Abah dan Umi. Semoga saja memang jodoh ya?”

“Aamiin. Makanya Mama tetap kalem aja. Mas gak mau dia menjauh karena tak nyaman. Mas perlu memastikan perasaannya dulu. Kalau sudah menemukan jawaban,  selanjutnya nanti tugas Mama melamar.” 

Mama mengangguk dengan senyum. “Iya Mas,  tapi jangan lama-lama ya.” 

“Gak sabar amat.” 

“Iya, Mama takut  Mas keburu karatan.” 

“Mama!” 

Beliau malah tertawa terbahak-bahak, tangannya menyuruhku segera masuk. Tanpa menunggu lebih lama, aku masuk dan naik ke atas, membersihkan diri, membasahi tubuh dengan air dari shower, memakai sabun, menggosok tiap inci agar wangi, tak lupa keramas. Setelah memastikan wangiku paripurna, aku keluar kamar mandi hanya dengan melilitkan handuk di pinggang, menuju lemari, dan mencari pakaian yang pas untuk hari ini. 

“Pakai yang sudah Mama siapkan di atas tempat tidur saja, Mas.” 

Aku berjengit kaget, menoleh dan melihat Mama di ambang pintu, berdiri dengan melipat kedua tangan. 

“Ma! Malu lah.” Dengan cepat aku bersembunyi di balik pintu lemari. “Untung Mas belum buka handuk, itu pintu kenapa dibuka sih? Kalau Mbak Mut lewat gimana?” 

Mama tertawa. “Sudah sana ganti baju. Pakai minyak wangi yang banyak.”  Setelahnya beliau balik badan dan berlalu. Buru-buru aku menuju pintu dan hendak menutupnya ketika Mbak Mut lewat dengan mata melotot. Dia baru saja membersihkan lantai dua, di tangannya masih ada ember dan pel-pelan. 

Taste! (Spin OFF JPB) [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang