Eps 9 : Time's Up

5 3 0
                                    


Suasana dalam mobil senyap, setelah menurunkan Riana ke tempat tujuan. Tersisa 3 orang lelaki berada di dalam mobil tersebut. Mereka merasa saling canggung, tidak ada yang membuka mulutnya. Mereka memikirkan kata-kata Riana.

Keesokan pagi, seperti biasa Riza selalu berada di dalam rumahnya Abi. Abi tidak mempermasalahkan hal itu, hanya saja rumahnya yang luas bertambah satu lagi manusia di dalam rumahnya. Kedua temannya itu bermalam di rumah Abi. Mereka tidak ada kegiatan. Abi yang libur dari pekerjaannya menanyakan kedua saudaranya itu.

"Apa kalian tidak ada pekerjaan?" Tanya Abi dengan senyum lembut.

"Tidak jangan tersenyum seperti itu, menakutkan. Riza, lihatlah Abi. Menanyakan dengan senyum seperti itu." Sahut Eka.

"Ah, terakhir kali dia seperti itu. Sudah lama sekali. Hahaha." Tawa Riza.

"Baiklah, kenapa tidak kalian jawab saja pertanyaanku." Sahut Abi yang tidak melihat kearah mereka.

"Nah, ini baru Abi yang ku kenal. Hahaha." Tawa Eka diikuti dengan tawa Riza.

"Pekerjaan, aku sudah tidak memegang perusahaanku lagi." Ucap Riza dengan serius.

"Hey, benarkah. Bukankah cita-citamu memiliki perusahaan game?" Tanya Eka. Eka yang tadi tertawa, seketika terdiam mendengar apa yang dikatakan Riza. Sama halnya Abi. Abi yang terlihat tenang itu berbalik dan memandang Riza. Ekspresinya tidak ada senyum diwajahnya sama sekali.

"Hey, ada apa dengan ekspresi kalian." Riza tidak mengharapkan melihat ekspresi mereka terlihat serius. "Aku ingin membantu Riana dengan semuanya." Sahut Riza dengan ekspresi tersenyum.

Abi hanya diam, ekspresinya tidak berubah. Dia mengenali tekad Riza. Riza akan 100% membantu Riana. Sudah dari dulu, Riza selalu seperti itu. Riza selalu memprioritaskan Riana di segala hidupnya. Abi dan Eka mengingat jelas, saat itu. Saat Riana mengeluarkan semua perasaannya di teater tak terpakai. Saat itu, ekspresi Riza sungguh menyeramkan. Tidak ada senyum yang selama ini ia perlihatkan. Setiap kata yang diucapkan Riana, Ekspresi Riza semakin menyeramkan. Entah, Riza memperhatikan ekspresinya itu. Mereka mengenal Riza yang tidak pernah melepaskan poker facenya. Ia sangat andal mengendalikan ekspresinya. Abi dan Eka tidak tau, kenapa Riza seperti itu. Riza akan selalu lepas kendali saat itu ada hubungannya dengan Riana.

"Ah, canggung sekali." Ucap Riza. Riza yang sedang memakai kacamatanya dan merapikan rambutnya, berdiri dan menyalakan tv. Riza, Abi, Eka dengan paksa melihat berita yang mengatakan para pendemo sedang berbondong-bondong menuju Kantor Kepolisian Pusat dan Kantor Kejaksaan Tinggi. Mereka menuntut untuk para penegak hukum untuk meminta maaf ke Riana.

"Cih, orang seperti mereka yang tidak tau malu." Cetus Riza.

Riza mematikan tv nya dan pergi menuju bagasi mobil Abi. Disusul Eka, ia juga sedang merapikan bajunya. Dia harus pergi bekerja, karena dia adalah seorang pegawai negeri sipil. Abi sangat santai, karena ia adalah pemilik perusahaan dan sedang berlibur. Ia tidak tau kemana Riza pergi, ia membawa mobilnya yang dititipkan di rumah Abi. Sebenarnya Abi seorang pecinta kebersihan. Ia tak tahan jika melihat rumahnya berantakan. Riza dan Eka meninggalkan rumahnya dengan keadaan berantakan.

"Memang benar, parah bajingan itu. Mereka pergi begitu saja. AH." Teriak Abi melihat kondisi ruang tamunya. Abu rokok berserakan, cemilan makanan berserakan dan masih banyak barang dirinya yang berserakan.

</s>

Siang telah tiba, Abi yang sedang menikmati harinya dengan tenang terganggu oleh seseorang yang telah memberantakan rumahnya. Riza datang dengan mobil yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Porsche model baru berwarna biru memasuki gerbang rumahnya. Karena rumah Abi sangat luas dan megah. Lebih tepatnya rumah besar yang sangat mewah, Riza harus mengendarainya hingga ke dalam rumahnya. Abi yang melihat Riza datang dari CCTV rumahnya langsung berjalan keluar menuju Riza. Saat ia, melihat Riza keluar dari mobilnya. Abi meneriaki Riza dengan keras.

SLECHT PERSOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang