07

80 8 14
                                    

Tumpukan kertas yang menggunung memenuhi meja kerja Yabu. Bagaimana tidak? Kitayama pulang ke Jepang dengan membawa pekerjaan yang menumpuk. Pemuda dengan tinggi seratus enam puluh delapan itu hanya bersiul-siul saja saat Yabu menatapnya dengan tajam.

"Lain kali aku akan menyuruh Inohara-san saja." Keluh Yabu. Pasalnya dia berharap saat Kitayama kembali dia bisa sedikit menyerahkan pekerjaannya pada pria itu. Tapi kenyataannya justru Kitayama yang memberinya pekerjaan, "Kau memang tidak berguna."

"Tidak berguna katamu?" Kitayama memutar mata malas. "Kau pikir siapa yang mengerjakan seluruh pekerjaanmu di luar negeri?"

"Maa..maa.." Tottsu yang dari tadi hanya melihat segera melerai keduanya. "Kitayama sudah kembali dan Yabu-sama tidak ada jadwal operasi hari ini. jadi kita bisa selesaikan bersama."

"Ini unutuk kebaikan anda, Yabu-sama. Suatu saat anda juga melakukan pekerjaan ini, anggap saja sebagai latihan."

Yabu tidak berkomentar. Dia mulai membaca lembaran-lembaran itu. tangan kirinya mengetuk-ngetuk meja dengan bolpoin yang dibawanya, beberapa kali juga Yabu terlihat menghela nafas.

Dua orang selain Yabu saling berpandangan. kemudian keduanya tersenyum dan mulai membantu Yabu. Tottsu menarik sebuah kursi dan membawanya ke dekat meja Yabu dan Kitayama memilih duduk di sofa. selama ketiganya fokus bekerja tidak ada suara yang terdengar.

Pekerjaan selesai menjelang makan siang. Yabu berpikir untuk mengunjungi instalasi rehabilitasi medis untuk terapi. Jarinya terasa kaku karena terlalu lama menggenggam bolpoin. Dia lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dan menghelas nafas panjang.

"Ingin sesuatu, Yabu-sama?"

"Berhenti memanjakannya, Tottsu. Yabu-sama jadi terus bergantung padamu."

"Kau banyak bicara seperti okaa-sama." Nada bicara Yabu terdengar kesal. "Jika aku terlahir sebagai betina aku tidak akan sudi jadi istrimu."

"Ha?!" Kitayama melongo tidak percaya.

"Ahahahahahahaha."

Kebalikan dari Kitayama, Tottsu justru tertawa terbahak-bahak. Yabu dan Kitayama sama-sama kepala batu dan sama-sama dominan. Jadi akan sering terjadi adu mulut antara keduanya saat pemikiran mereka tidak sepaham.

"Bahkan tampa terlahir seperti betina pun, Yabu-sama suka merajuk saat keinginannya tidak dituruti." Kitayama mencoba membela diri.

"Ha?!" Giliran Yabu yang dibuat melongo.

"Yabu-sama tipe orang yang tidak suka dibantah, setiap keinginannya harus tercapai. Bahkan jika itu mengorbankan seseorang seperti Hach-"

Plak!!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Kitayama. Pria itu membawa tangannya menyentuh area wajahnya yang terasa panas. Perlahan sekretaris Yabu itu mengangkat kepalanya dan melihat sosok Yabu yang berdiri menjulang di hadapannya.

"Siapa yang menyuruhmu menyebut namanya?" Suara Yabu terdengar sangat rendah.
"G-gomen, h-honto ni gomen." Kitayama menunduk tidak berani menatap Yabu.

"Aku sudah bilang berkali-kali, tidak ada yang boleh menyebut namanya."

Sang wakil direktur meninggalkan ruangan dengan membanting pintu, menyisakan Tottsu dan Kitayama di sana. Suasana yang tadi hangat berubah menjadi awkward saat sebuah nama hampir saca terucap oleh lisan Kitayama.

"Kalau kau bicara suka kelepasan." Tottsu menghela nafas. Dia mengambil duduk di samping Kitayama. "Kita harus mengikuti atuaran mainnya."

"Sungguh aku tidak bermaksud-"

ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang