17. Kabur

73 21 1
                                    

Pelayan tak kembali ke kamar setelah Putra Mahkota meninggalkannya. Leah butuh waktu untuk sendiri sementara rencana di dalam kepalanya tampak masih abu-abu. Waktunya semakin sedikit, namun Leah sendiri tak tahu harus melangkah kemana lagi agar tak terjebak dalam hal mengerikan bersama Putra Mahkota.

Jendela di kamarnya kembali ia buka. Angin menerobos masuk, membelai kulitnya yang dingin dengan rona merah muda di pipinya. Leah menatap langit yang sudah senja, hanya tinggal menghitung jam maka pesta pertunangan itu akan segera di adakan.

Embusan napasnya terdengar, Leah memejamkan matanya sembari menahan rasa penat yang ada dalam jiwanya. Semesta terlalu berlebihan saat bermain, membuatnya kalut hingga mati dalam dunianya sendiri.

Dari atas kamarnya, Leah tak mampu melihat prajurit yang tengah berlatih pada lapangan depan barak. Netranya hanya mampu menangkap kereta kuda yang terus berdatangan dengan para bangsawan di sana. Penjagaan pun lebih ketat dari biasanya, Leah mampu melihatnya dengan apik dari tempatnya berada.

"Leah,"

Sebuah suara memanggilnya, hatinya menghangat dan tertusuk secara bersamaan. Telinganya tak tuli, ia tahu sudah lama tak ada orang yang memanggilnya dengan nama itu.

Raga gadis itu membalik, netranya bertemu dengan satu prajurit dengan pedang yang tersarung di pinggangnya. Langkah Leedo mendekat, netranya nanar namun berbinar secara bersamaan. "Hari ini sudah tiba, pertunangan Putri Tia sudah di depan mata." Tutur pria itu sendu.

Leah menutup jendelanya, takut bilamana ada orang lain yang mencuri tatap pada raga lain di kamar putri raja. "Kau sangat peduli pada Tatiana, ya? Aku jadi teringat pada teman-temanku ... Kira-kira bagaimana kabar mereka?"

Leah sudah kehilangan hitungannya selagi waktu berjalan cepat di sini. Mulai dari ia ditemukan di hutan, kejadian perdebatan dengan Raja, pertemuan dengan Tuan Kim, bahkan ia sekarang harus mempersiapkan diri untuk acara pertunangan. Entah cerita apa yang di rangkai semesta untuknya, Leah sendiri masih tidak mengerti.

Pikiran dalam kepalanya di bawa berkelana. Tatapan netranya bergerak bebas pada lukisan-lukisan Tatiana di beberapa sudut ruangan. Jantungnya berdetak kencang, teringat akan beberapa palet dan easel pemberian si tukang kayu, Kim.

"Tuan Kim...," lirihan Leah sedikit terdengar oleh sang prajurit istana. "Tuan Kim! Aku harus bertemu dengannya!" Seru gadis itu sembari menatap netra Leedo dengan asa.

"Kau gila?! Pertunanganmu akan di lakukan beberapa saat lagi! Kau tidak boleh keluar dari istana di saat sepenting ini."

Leah menggeleng, "ia mungkin tahu sesuatu... tidak, ia pasti tahu sesuatu! Mari kita pergi sekarang, aku harus bertemu dengan Tuan Kim."

"Jangan gila, Leah! Lagi pula pria tua itu pasti akan mengulangi hal yang sama. Matahari, bulan, semesta, pokoknya segala hal yang tidak masuk akal. Kau tidak akan menemukan apa-apa di sana selain masalah karena kau kabur beberapa jam sebelum acara pertunanganmu," Leedo sedikit mengeraskan nada suaranya semata-mata agar Leah sadar perilaku gilanya. Namun Leah tetaplah menjadi Leah, gadis keras kepala yang gila.

"Baik. Aku akan pergi sendiri."

Leedo menahan lengan Leah yang berniat untuk pergi. Lagi-lagi, gadis ini kembali kacau. Pria itu bisa memahami bagaimana beratnya hal yang ia hadapi, tapi Leah harus tahu bahwa bertindak tanpa pertimbangan adalah hal terburuk, seperti yang sudah terjadi sebelumnya. Tidak ada yang ingin Putri Tatiana kembali sebanyak yang diinginkan Leedo. Bahkan tanpa Leah meminta untuk mencari jawaban, Leedo pun telah berusaha mencari jawaban. Hanya saja hal itu tidak bekerja sama sekali. Belum ada jawaban yang ditemukan. Jadi, yang bisa dilakukan hanyalah tetap tenang supaya tidak memperparah derita yang dialami raga Tatiana.

"Aku harus pulang, Leedo! Tatiana harus kembali!" Pertahanan Leah runtuh juga, gadis itu kembali kacau. Perasaan bahwa ia melakukan hal yang tidak benar semakin menguasainya. Di saat ia main putri-putrian di sini, segalanya pasti sudah kacau di dunianya. Timnya pasti semakin tidak bisa diselamatkan jika Leah terus menunda untuk kembali kan? Belum lagi rasanya ia pasti akan sangat menyesali jika membiarkan raga Tatiana menikah dengan Putra Mahkota. Karena jika mereka kembali seperti semula, Tatiana yang akan melanjutkan hidupnya dengan menderita. Rasanya hal terbaik yang dilakukan saat ini adalah kabur untuk membatalkan pertunangan itu.

"Leah, tenanglah," Leedo menggenggam kedua tangan gadis di hadapannya. "Aku tahu kau sedang tidak baik-baik saja, tapi setidaknya kuasai dirimu sendiri. Kau tidak akan mendapatkan apa-apa jika kau bertindak sembrono. Kau harus menenangkan dirimu sendiri, mengerti?"

Leah memekik, "bagaimana caranya jika raga ini adalah milik Tatiana?!"

Keheningan menyertai mereka berdua. Leah ingin menangis, paru-parunya sudah sesak. Sedangkan Leedo hanya menatap gadis di hadapannya dengan pikiran yang berkelana. "Antar aku menuju tuan Kim, setelah itu aku akan menuruti semua perkataanmu," Leah kembali memelas pada prajurit istana yang masih menggenggam tangannya.

Leedo menghela napasnya, "berjanjilah bahwa ini adalah yang terakhir. Setelah itu kau jalani peran Tatiana dengan baik."

Leah mengangguk patuh, netranya semakin berbinar, "aku berjanji!"

"Janji bahwa kau tidak akan mencari masalah lagi setelah aku menuruti keinginanmu?" tanya Leedo lagi, masih tampak sedikit skeptis.

"Aku janji, Leedo!" balas Leah cepat, mulai tidak sabar.

"Janji untuk tidak membuat Tatiana menderita lagi?" kali ini suara Leedo memelan, tapi sarat akan nada memelas di saat yang bersamaan.

Leah mengangguk sungguh-sungguh. "Aku berjanji."

"Kalau begitu, sebaiknya kau berganti pakaian. Memakai gaun mewah seperti ini tentu akan sangat menarik perhatian. Sambil menunggu kau selesai berganti pakaian, aku akan mempersiapkan kuda."

"Kuda?" ulang Leah pelan. Ia tidak pernah benar-benar mengendarai kuda sendirian.

"Aku akan mencari kuda yang paling kuat, jadi bisa mengangkut kita berdua. Kau tidak perlu khawatir. Cepatlah berganti pakaian."

Kalimat itu menjadi akhir dari percakapan mereka sebelum berpisah. Leah segera beranjak ke ruang ganti kamarnya lalu mencari pakaian yang paling sederhana. Sambil mencari pakaian ganti, gadis itu juga melepaskan asal gaun mewahnya. Ia tidak biasa melakukan ini, karena para dayangnya yang selalu memakaikan juga melepaskan pakaiannya, jadi acara ganti bajunya butuh waktu lebih lama.

Tapi Leah tidak lekas menyerah. Ia tetap berusaha secepat mungkin untuk mengganti pakaian dengan gaun paling sederhana yang bisa ia temukan. Alhasil, Putri yang tadinya nampak menawan kini terlihat begitu biasa. Penampilan Leah sangat bertolakbelakang dengan penampilannya limabelas menit yang lalu.

Suara derit pintu yang terbuka membuat Leah waspada. Bisa gawat jika yang datang adalah dayang, karena Leah bisa ketahuan berniat kabur. Gadis itu segera menahan pintu ruang gantinya supaya tidak ketahuan ia sudah berganti pakaian.

Namun untungnya, yang terdengar adalah sebuah suara berat yang familiar. Pertahanan Leah langsung runtuh dan ia membuka pintu. Barusan Leedo bersuara untuk mengajaknya pergi. Dan Leah menemukan Leedo sudah memakai jubah yang menutupi dirinya.

"Pakai ini untuk menutupi identitasmu."

"Terima kasih."

Leah menerima jubah yang diulurkan Leedo lalu segera memakainya. Jantungnya berdebar kencang sementara matahari mulai terbenam dan hanya memberikan sinar berwarna oranye. Seharusnya ia sedang menunggu acara pertunangan dengan Putra Mahkota, tapi yang ia lakukan sekarang malah usaha untuk kabur.

Leah memejamkan matanya. Semoga malam ini ia bisa kembali dan pulang. Sudah saatnya berakhir perannya sebagai Tatiana. Dan sudah saatnya Leah kembali menjadi dirinya untuk menyelamatkan timnya.

***

PARTINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang