Epilog

156 22 12
                                    

Leah membuka kedua netranya, tangisnya tak mengalir sederas tadi. Tak ada menara tua, tak ada pohon yang menjulang tinggi ke angkasa, tak ada gedung pencakar langit, tak ada kota dengan hiruk pikuknya.

Gadis itu terpental, entah kemana. Dunia putih yang tak memiliki isi di dalamnya.

Perasaannya cemas, ia kalut bukan main. Raganya berlari dibawa oleh kedua kaki yang terluka. Kepalanya menoleh ke sembarang tempat, mencari sesuatu atau mungkin seseorang untuk membantunya. Tak ada bintang untuk ia jadikan petunjuk jalan, tak ada angin yang mampu ia ikuti. Hanya satu warna tanpa isi di sana: putih.

"Pahami... pahami jalan untuk pulang...," Leah bergumam, mencoba menetralkan detak jantungnya. "Pahami... Pa-pa...," air matanya terjatuh di sela gumamnya.

Raga Leah terjatuh, ia kalut. Isak tangisnya tak tertahan lagi, mereka kembali keluar dan menerobos ruang pertahanan dari dalam bola matanya. "Pahami apa!" ujarnya berteriak.

“Kau pasti Leah.” suara lembut yang terdengar asing mengagetkannya. Leah menghentikan tangisnya. Raganya bangkit dengan waspada, mencari sumber suara yang tiba-tiba ada di sana.

Netra mereka saling bertemu. Gadis asing dengan aura yang berbeda dengan Leah. Perasaan kalut dan takut yang masih bersemayam dalam hati Leah membuatnya mundur beberapa langkah dengan kaki yang masih terluka.

Kedua gadis itu masih saling menatap. Kemiripannya, senyumnya, bahkan bola mata mereka sama. Leah jelas mengetahui bagaimana refleksinya lebih dari siapa pun, walau mereka tampak sama, namun di mata Leah berbeda.

Gadis di depannya—refleksinya, jauh lebih tenang. Senyumannya jauh lebih tulus, bahkan aura yang ia pancarkan jauh lebih bercahaya dibandingkan Leah dengan segala ketakutannya.

Gadis di depan sana tertawa kecil, “lancang sekali diriku yang tidak segera memperkenalkan diri. Maafkan aku, Leah. Perkenalkan, aku Tatiana.” Tuturnya sembari membungkuk dengan gestur yang anggun, seolah-olah seumur hidupnya di habiskan memperkenalkan diri dengan cara seperti ini.

Netra Leah terbuka lebar, jantungnya berdebar kencang. Jemarinya menunjuk gadis di hadapannya, “kau adalah Putri Tatiana!” serunya.

Tiana terkekeh. Ia mengangguk lalu kembali berdiri tegak setelah memperkenalkan dirinya. “Benar, Leah. Aku adalah Tiana. Aku ingin meminta maaf karena keegoisanku, kau jadi mengalami hal yang sulit. Menghadapi Putra Mahkota pasti sulit kan? aku benar-benar minta maaf.” Ujarnya sembari membungkukkan badan sekali lagi.

Leah menggeleng. Raganya kembali di bawa maju walau masih tertatih, “aku yang seharusnya meminta maaf. Aku telah membuatmu menderita. Bahkan di hari pertunangan, aku kabur dengan tubuhmu untuk pulang. Setelah ini, reputasimu akan buruk dan kau mungkin akan dihukum Raja,”

Tatiana menggeleng, senyumnya tercipta dengan anggun. Raganya mendekati Leah, digenggamnya kedua tangan gadis itu lalu suaranya kembali mengalun. “Tidak apa-apa. Jika itu aku, pasti tidak akan berani kabur di hari pertunangan."

"Terimakasih sudah bertahan, aku yakin kau yang lebih menderita karena ulahku. Maaf, aku tidak bisa melindungi band yang kau jaga dengan seluruh hidupmu. Aku sudah mengacaukan kehidupanmu, Leah,” ucap Tiana merasa bersalah.

Leah menguatkan genggaman mereka, netra gadis itu berbinar. "Ba-band ku ha-hancur?" tanyanya dengan getaran di ujung kalimat. Dengan berat hati, Tatiana menundukkan kepala. Air mata milik Leah kembali terjatuh, genggaman tangannya semakin erat. "Maaf, Leah...,"

Leah menggeleng pelan, "tak apa, selama aku mampu pulang dan mampu melihat mereka, aku tak keberatan." Ia melepaskan genggaman mereka dan menarik Tatiana ke dalam pelukannya.

Air mata kembali terjatuh, kali ini dari dua belah pihak. Mereka tenggelam dalam perasaan yang sulit dijelaskan. "Mungkin ini adalah pelajar untuk kita berdua, melarikan diri dari masalah adalah cara terburuk dalam menghadapi masalah.” Suara Leah terdengar di sela dekapan.

" Terimakasih juga karena sudah bertahan, aku bersyukur kita bisa bertemu setidaknya sekali. Kau adalah sosok yang luar biasa, Leah." Suara Tatiana membalas. Gadis itu melepaskan pelukan mereka dan menghapus air mata Leah dengan jemarinya.

Netra mereka berbinar dengan senyum yang mulai mengembang. Setelah tak ada lagi air mata yang berjejak di pipi Leah, Tatiana kembali menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Mereka mengerti, kehidupan memang sulit dipahami.

Cahaya kembali menyeruak. Perlahan, masing-masing raga menghilang.

Entah apa yang mendasari hingga semesta melakukan ini kepada mereka. Perjalanan yang tak akan mungkin terlupa telah menjadi sebuah pelajaran kecil bagi masing-masing raga.

***

Suara kendaraan yang berlalu-lalang mengisi indra pendengaran gadis yang tertidur di balkon kamarnya. Netranya mengerjap, berusaha terbuka meskipun perlahan. Kepalanya pening, tubuhnya terasa sakit. Tepat saat netranya terbuka sempurna, matahari menyambut untuk pertama kali.

Tatapannya mengarah pada atas langit. Tak ada pohon-pohon raksasa, tak ada suara burung, tak ada kabut dan barak istana. Gedung-gedung pencakar langit dan pesawat terbang yang tengah berlalu di angkasa meraih atensinya.

Leah mencubit kedua pipinya dengan kasar, mencoba mengetahui keaslian realita dan fatamorgana. Beruntungnya, gadis itu masih merasa sakit.

"A-aku pulang?" tanyanya pada diri sendiri.

Raganya bangkit, menatap lingkungan sekitar dari atas balkon. Tak ada jalan bebatuan di bawah sana, tak ada kereta kuda, tak ada prajurit yang tengah bertarung. Jalan raya, suara kendaraan, dan ramainya pusat kota tampak jelas dari tempatnya berdiri.

Leah meloncat kegirangan sembari berteriak sendirian. "Aku sudah kembali!" serunya dengan air mata yang menetes.

Kakinya gemetar, masih tak percaya dengan apa yang ada. Air matanya menetes semakin banyak, perasaan yang sulit dijelaskan menyeruak. Ia habiskan detik-detik berikutnya dengan menghirup udara kota dalam-dalam.

Segala yang terjadi terasa seperti mimpi. Apakah ia sebenarnya selama ini ternyata bermimpi? Kalau iya, maka itu akan menjadi sebuah mimpi yang panjang dan rumit—serta menguras emosi. Leah menerima semuanya, setidaknya ia sudah kembali ke rumahnya berada.

Perlahan, gadis itu beranjak dan masuk ke kamarnya. Segalanya terasa familier dan membuatnya yakin bahwa ia benar-benar pulang. Mungkin, segalanya memang terjadi. Segala hal yang tidak masuk akal itu benar-benar terjadi dan ia sudah pulang.

Leah mencari sesuatu di dalam sana. Benda kecil yang tak akan pernah ia tinggalkan dari kehidupannya di kota. Beruntung, benda yang menjadi tujuannya tergeletak di atas nakas. Dengan tangan yang sedikit gemetar ia raih ponsel hitamnya dan menyalakannya sedetik kemudian.

Tampilan ponselnya menyala, Leah sadar  bahwa hari sudah berlalu jauh sekali semenjak ia tertidur di balkon. Ia bertanya di dalam kepalanya, Jadi, segalanya memang terjadi?

Berarti, seseorang yang ia temui di portal jalan pulang benar-benar Tatiana. Sosok yang serupa namun tak sama. Jantungnya berdebar, Leah ingat deskripsi Leedo tentang Tatiana. Ternyata memang benar adanya. Gadis itu memang Putri Raja yang menawan.

***

Di sebuah kerajaan antah berantah yang jauh dan berbeda, Tatiana terbangun. Kepalanya pening, tubuhnya sedikit sakit. Menara yang menjadi tempatnya membuka mata masih sama seperti terakhir kali saat ia mengunjungi.

Lukisan-lukisan yang ia toreh di dinding masih ada. Gadis yang ia lihat di dalam perjalanan waktunya masih tampak jelas menjadi objek salah satu lukisan favoritnya. Hingga netranya terjatuh pada satu sosok yang tertidur di sisinya.

Tatiana menatap pria itu dengan dalam sembari mengelus luka-luka di wajah ketua pasukannya dengan lembut. “Sir Leedo?” tuturnya.

Suara lembut itu memasuki indera pendengaran Leedo. Netra pria itu terbuka perlahan, ia rasakan sebuah jemari bergerak membelai wajahnya. "Sir Leedo?" ujar si pemilik suara untuk kedua kalinya. Jantung Leedo berdetak, suara dan cara memanggilnya..., bukankah hanya Tiana yang melakukannya?

Kedua matanya terbuka. Hal pertama yang ditangkap melalui netranya adalah gadis manis yang tengah tersenyum anggun. Leedo menyelami kedua netranya, menatap kornea itu sembari menggenggam jemari yang tadi bermain di wajahnya yang memiliki banyak luka.

Kedua netranya berbinar, Leedo yakin. Cara gadis itu memandang dan bersuara terdengar sama seperti putri yang ia cinta. Jantungnya berpacu, gadis di depannya pasti Tatiana, bukan Leah.

Tubuh Leedo bergerak lebih cepat dari pikirannya. Ia tarik gadis itu masuk ke dalam dekapannya dengan kuat. Selama ini ia sudah sangat pengecut dengan menyimpan perasaannya rapat-rapat. Kini Leedo hanya ingin Tiana tahu bahwa ia sangat senang gadis itu kembali.

“Putri... K-kau... Putri Tia sudah kembali.”

"Aku kembali, Sir. Sebentar, kau dipenuhi luka, bagaimana bisa?"

Leedo tersenyum simpul sambil melepas pelukannya. Air matanya menetes tipis. Ia genggam kedua tangan Tiana dengan erat dengan niat tidak ingin melepasnya. "Ceritanya panjang. Tapi bagaimana jika kita kabur dulu sebelum dikejar prajurit? aku sudah berbaik hati melepaskan mereka malam tadi dengan negoisasi."

Leedo bangkit secara tertatih, di ikuti Tatiana yang ikut memandu prajuritnya. "Aku tak ingin kehilanganmu lagi, bagaimana jika kau kabur bersamaku dan memulai hidup baru denganku Menikahlah denganku, Tia!"

***

"Berhenti tersenyum, Leah, apa kau tak lelah seharian ini selalu tersenyum? kau menyeramkan." Harin, rekannya berseru.

Leah menggeleng, makanan yang dijual di sekitar jalanan kembali ia makan dengan lahap. Malam di kota terasa menyenangkan, udara yang ia hidup terasa luar biasa. Leah tak ingin kehilangan lagi, gadis itu ingin menikmati hidupnya sekali lagi.

"Aku kecewa, Leah." Suara salah satu rekannya mengalun rendah, tepat di samping telinga gadis itu.

Leah menoleh. Suara rekannya kembali mengalun, "seharusnya Tatiana tetap ada di sini. Nyatanya, aku mencintainya."

Gadis itu menghentikan aktivitasnya. Netra mereka berpandangan, jantung Leah berdebar kencang. "Aku mencintai Tatiana, bukan kau." Ujar rekannya datar.

Leah tersenyum, "maaf, tetapi kau tak akan lagi bertemu Tatiana." Karena mulai sekarang, Leah akan menjaga kehidupannya dengan baik.

***

A/N: Hai! Terima kasih sudah mengikuti perjalanan 'PARTING' yang akhirnya bisa diselesaikan hari ini. Perjalanan yang berasa panjang ya untuk Parting? Tapi perjalanannya belum selesai loh! Karena bakal ada musim kedua, 'REUNITING'.

Sekali lagi terima kasih buat dukungannya di musim pertama, jangan lupa untuk dukung musim kedua juga yaa!

Oh ya, musim kedua alias 'REUNITING' akan di-upload di account andxntea

Sampai ketemu di Reuniting ya teman-teman!

PARTINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang