14. Saat Pesta Dansa

90 26 0
                                    

Leah mencuri tatap pada tempat Sang Prajurit Istana berdiri. Beberapa kali bertukar pandangan dengan Leedo, pria yang berulang kali mengingatkan Leah untuk memperbaiki gesturnya. Tak jauh dari pasang senyuman, tegakkan tubuh, dan angkat dagu.

"Melihatmu kembali tenang tampaknya kau sudah merefleksikan kesalahanmu," ucap Sang Raja pelan di tengah suara para tamu yang mulai berbincang begitu acara dimulai.

Leah mendengarnya, merekam segala perkataan dari Raja secara diam-diam di dalam kepalanya. "Memang sudah sepantasnya aku tak mengundangmu untuk acara jamuan tadi malam." Tutur pria dewasa itu, sebelum melanjutkan, "Supaya kau memiliki waktu lebih banyak untuk merefleksikan kesalahanmu sebelum menghadiri acara sepenting ini."

Gadis itu memutar bola matanya malas, mencoba untuk mengabaikan penuturan yang keluar dari mulut Sang raja. "Ingat, Tatiana, jangan membuat masalah apalagi sampai mempermalukan dirimu sendiri. Berdansalah dengannya, perjodohan akan tetap di laksanakan." Ujar Sang Raja sembari menunjuk salah satu pria bangsawan dengan dagunya.

"Berdansa?" Gumam Leah pelan.

Gadis itu memang sudah belajar berdansa, bahkan rela menyerahkan separuh malam panjangnya demi mempelajari gerakan dansa. Namun ia tak yakin mampu sempurna. Malam-malam lalu hanya di habiskan bersama Leedo, pria yang telah terbiasa untuk di injak kakinya. Tak mungkin ... gadis itu belum benar-benar siap untuk berdansa dengan orang lain.

Musik yang mulai mengalun membuat suasana semakin meriah. Dengan musik yang mengalun, beberapa orang mulai mampir ke lantai dansa. Sayangnya, berbeda dengan Leah, gadis itu hanya berdiri dengan kaku di salah satu sudut ruangan. Ia merasa ini lebih baik karena tak harus menjadi peran utama. Namun sayang, seorang pria bangsawan yang sejak tadi ia rasa harus dihindari datang begitu saja.

Itu pertama kalinya bagi Leah, menatap seorang pria bangsawan secara langsung. Parasnya rupawan, terlalu sempurna untuk di sandingkan dengannya saat melihat fakta bahwa Leah bukanlah Tatiana. Ternyata, pria-pria bangsawan mirip seperti yang ada di cerita-cerita yang secara tidak sengaja Leah lihat. Rupa yang sempurna, tubuh yang tinggi semampai, dan aura yang tidak dimiliki oleh sembarang orang.

"Ingin berdansa?" Tawar sang pria bangsawan sembari berlutut sebentar sebelum benar-benar mengulurkan tangannya. Leah mencuri tatap pada Leedo, pria itu memberikan gestur untuk menerima ajakannya. Leah menurut, ia menyambut uluran tangan sang bangsawan.

Mereka berjalan bersama menuju tengah lantai dansa. Secara natural, mereka menjadi pemeran utama dalam pesta dansa ini. Sang pria bangsawan berbaju biru dengan Tatiana sebagai anak Putri raja. Mereka serasi, andai saja jika pengisi raga itu benar-benar seorang Tatiana.

"Ternyata kau memiliki keberanian yang besar dengan tetap hadir ya?" Tutur Sang pria bangsawan sembari tersenyum miring.

Leah menatapnya, menusuk kedua netra indah itu dengan tatapannya. Ia tidak mengerti apa yang dimaksud pria ini, tapi ia sadar bahwa ia harus waspada.

"Kau ingat? Percakapan terakhir kita kala kau tak terima dengan perjodohan lalu memutuskan untuk kabur di malam yang sama." Suara Sang pria bangsawan mengalun rendah. Kepalanya mendekat ke telinga Leah, ia kembali berbisik, "Sayang sekali, kau masih tampak baik-baik saja setelah tersesat di hutan utara."

Jantung Leah berdetak kencang. Ini adalah pertemuan pertama mereka, namun senyuman dan tatapan itu telah membekas di dalam kepala Leah; pria di hadapannya jahat. Leah yakin, tujuan dan rasa sakit Tatiana bukan berasal dari perjodohan, namun pada siapa ia di jodohkan. Pasti semua ini ada hubungannya dengan seorang Putri Raja yang awalnya tenang dan anggun sampai tiba-tiba kabur di tempat yang berbahaya.

Senyuman Leah mengembang, "Tentu, aku akan selalu baik-baik saja. Sayang sekali ya, kau tak cukup membuatku terganggu." Balas gadis itu tegas. Demi langit dan bumi, Leah tak tahu ke mana arah pembicaraan mengalir, hanya saja ia tak terima jika terlihat lemah di hadapan laki-laki ini. Instingnya mengatakan untuk tetap waspada, mungkin ini akibat setelah menghabiskan waktu beberapa saat di istana yang bagaikan neraka.

PARTINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang