Aku gak tahu, apakah malam ini lebih dingin sebab sisa hujan sore tadi, atau karena sikap dingin Lee Taeyong di sampingku. Rasanya gak ada bedanya. Ah, iya. Taeyong yang datang menjemput dengan menatap ke arahku sangat sinis. Sebentar, rasanya akan lebih baik jika kembali ke beberapa menit lalu...
Saat ini aku merasa seakan sedang berselingkuh. Lee Taeyong menghampiri kami dan langsung melepaskan helm di kepalaku. Aku melirik ke arah Seungchan yang bersembunyi di balik tubuhnya. "Ugh, tadi aku kira Kak Taeyong masih di Bogor, jadi Seungchan. Gak, maksudnya aku minta ke Seungchan buat antar pulang."
"Lepas."
"Hah?"
"Jaketnya balikin ke Seungchan." Sumpah, aku bingung. Ini kenapa jadi jaket sih? Mau nanya, tapi takut. Taeyong seram.
Daripada memperburuk suasana, aku langsung melepaskan jaket dan berbalik. Seungchan masih memeluk helmnya di tangan. Aku langsung menepuk bahunya dengan tatapan memohon. Kami berdua saling bicara melalui mata. "Chan, makasih ya. Aku balik sama Kak Taeyong. Duluan sana." Mataku melotot. Seungchan yang masih diam di tempat langsung kupukul bahunya agar bergerak lebih cepat.
"Eh, iya. Oke, Bang duluan ya. Permisi." Ia memberikan tatapan padaku yang hanya bisa aku balas dengan anggukan dan lambaian tangan.
Kalau bisa, aku ingin berteriak minta ke Seungchan untuk membawaku juga. Namun, tak bisa. Taeyong berdiri di depanku, menaruh jaketnya di bahuku. "Pake, terus kita pulang."
Aku tidak berselingkuh atau apapun, tapi kenapa aku merasa demikian ya?
Kembali ke saat ini, bukannya langsung pulang Taeyong malah melipir ke restoran dua puluh empat jam. Rasanya aku mau menangis saja. "Um, Kakak lapar?" Tanyaku.
Aduh, Lisa, pertanyaan bodoh. Dalam hati aku kembali merutuk.
"Banget. Gue belum makan." Jawabannya jutek banget, aku rasanya mau mesen ojek online saja. "Lo mau apa?" Tanyanya. Kami masih harus mengantri di belakang mobil merah.
Di keadaan ini seharusnya aku tidak akan bisa makan, tetapi aku lapar. Jadi, aku akan makan. "Big cheese burger, kentang goreng sama milkshake strawberry."
Soal canggung urusan nanti. Sekarang mengisi perut lebih penting. Kami makan di parkiran restoran dengan jendela yang terbuka. "Gue ngerokok ya?"
Aku mengangguk sambil mengunyah kentang goreng. "Tumben ngerokok Kak? Biasanya cuma abis stres rapat aja."
Taeyong ketawa. Asap putih keluar dari sela bibirnya. "Ya, ini lagi stres makanya ngerokok."
"Cobain dong." Permintaanku malah dibalas dengan sentilan di kening. "Ih, serius. Aku juga stres tau."
Taeyong malah ketawa. "Stres apa sih lo? Sakit hati?"
Aku langsung terbatuk dan malah membuat tawa Taeyong makin kencang. "Tuh, nyicip rokok aja belum tapi udah batuk."
Aku mendecak sebal mendengar ledekannya. Tanpa sadar suasana canggung yang dingin tadi kini telah menghilang. "Nyebelin ih!"
Taeyong mengulurkan tangannya, mengusak puncak kepalaku lembut. Rokoknya diselipkan ke sudut bibir. "Terus Kakak stres kenapa?"
"Menurut lo kenapa?"
Hadeh. Aku nanya malah ditanya balik. Untung bos dan kakak tingkat, kalau enggak udah aku dorong deh. "Kak, aku nanya tuh dijawab, bukan malah nanya balik."
Taeyong ini katanya stres tapi dari tadi ketawa mulu. Aku jadi agak khawatir. "Hm, daripada stres kayanya gue cemburu deh."
"Hoh, kasian." Kataku datar. Mungkin karena reaksi yang terlalu datar ini jadi pipiku ditarik oleh Taeyong. "Sakhit!"
"Sukurin." Aku menatapnya, tak paham.
Ini orang tuh baik banget ya? Hobinya berbagi sampai stres pun ia bagi ke aku. "Terus lo sendiri sakit hati sama siapa?"
Aku kira Taeyong sudah lupa, ternyata malah kembali mengungkit. "Ada deh. Cinta pertamaku pokoknya, tapi sekarang lagi proses move on. Doain berhasil ya."
Taeyong tak menatap ke arahku, malah membuang wajah juga asap yang keluar dari bibirnya. Lee Taeyong ini benar-benar aneh. Tingkahnya selalu membuatku bertanya dan sekalipun aku tak pernah bisa menebaknya.
Perlahan, Taeyong menoleh. "Gue doain biar lo cepet merelakan dan bisa ngeliat orang yang suka sama lo."
"Heh, kalaupun aku bisa liat mereka suka sama aku, kalau aku gak bisa balas perasaan mereka bukannya sama aja?" Balasku ragu. Sebab aku terbiasa cinta sepihak, jadi membayangkan ada seseorang yang menyukaiku tanpa dapat kubalas terasa tak nyaman.
"Beda lah. Kalau lo sadar perasaan mereka, entah dibalas atau enggak, masing-masing bakal merasa lega." Ujar Taeyong, "gak bakal ada yang namanya penyesalan karena suka gak harus dua pihak, suka itu bisa sepihak. Yang gak bisa sepihak itu sebuah hubungan."
Aku terdiam. Ucapan Taeyong benar-benar masuk akal dan membuatku berpikir. "Jadi, baiknya kita menyatakan perasaan sebelum melepaskan?"
"Ya, kalau diri kita siap, kenapa enggak? Kalau enggak siap, seenggaknya berhenti berharap untuk perasaan yang dikubur mati-matian terbalas secara ajaib. Manusia gak bicara dengan saling membaca pikiran, tetapi dengan komunikasi dua arah." Taeyong dengan santai membuka bungkus burgernya. Ia menoleh, menatap lurus ke arahku. "Perasaan bisa muncul tanpa diduga kapan datangnya, hubungan bisa terjadi kalau keduanya saling suka, tapi penyesalan karena gak menyatakan hanya akan dirasakan satu individu. Entah diterima atau ditolak, itu adalah urusan nanti. Bukan sebuah tujuan dari pernyataan. Paham, Anak Kecil?"
Lee Taeyong berhasil merusak suasana haru yang sedang kurasakan. "Tsk, nyebelin."
Taeyong berhenti menuang saus ke atas burgernya. "Lo boleh nangis karena patah hati saat perasaan lo ditolak, bukan karena lo nyembunyiin perasaan. Ngerti gak Anak Kecil?"
"Aku sama Kakak cuma beda dua tahun!"
"Artinya gue udah mulai jalan sementara lo baru muncul di dunia."
Sumpah ya, Lee Taeyong ini nyebelin banget!!!
•••
Hehehe
Lisa doing kick it hehehe
-amel

KAMU SEDANG MEMBACA
lovesick girl.
Fanfiction"Lucunya, gue masih aja suka sama lo." Warning: mengandung kata-kata kasar.