masih lajang

2.3K 261 16
                                    

Masih di hari yang sama. Begitu menyelesaikan masaknya, Jay langsung memanggil anak-anak untuk makan. Ketiga bocah lucu itu lari berhamburan keluar dari kamar dan langsung duduk mengelilingi meja kecil di depan TV yang sudah dipenuhi dengan masakan Jay yang meskipun tidak banyak tapi menunya mewah juga.

"Ini dagingnya berbagi ya, tidak boleh serakah. Dihitung jumlahnya, bagi tiga. Paham?"

Anak-anak itu mengangguk serempak. Setelah itu dia meninggalkan mereka menuju dapur. Heeseung sudah di sana, duduk di salah satu kursi meja makan, mulai menyantap makanannya.

Jay duduk di hadapannya.

"Nanti shift sampai malam?" tanya pria bermarga Park yang diangguki oleh pria bermarga Lee.

"Hm. Aku titip Sunoo dulu ya, nanti malam aku kesini lagi jemput dia."

Jay hanya mengangguk. Dia pun menyuapkan nasi ke dalam mulutnya, diikuti dengan sepotong daging. Sambil mengunyah, dia memandang lekat pria di hadapannya yang makan dengan begitu lahap. Sebelah pipinya menggembung, bergerak-gerak kecil membuatnya terlihat menggemaskan di mata Jay.

Heeseung yang sadar sedang diperhatikan lantas mendongak. Mata doe nya mengerjap-ngerjap untuk sesaat, memunculkan senyum di wajah Jay.

"Kenapa?" Tanya Heeseung setelah meneguk air minumnya.

"Kau kelihatan lebih kurus setelah kepergian Yeonsoo," kata Jay sembari melanjutkan makannya.

Heeseung mendengus. "Memang sebelumnya aku gendut gitu?"

Jay tertawa mendengarnya. Tapi dia buru-buru menggeleng saat mendapati Heeseung tengah memelototinya.

"Bukan begitu maksudku, Hyung. Dulu saat ibu Sunoo masih ada, kau kelihatan lebih berisi, aku ingat sekali pipimu terlihat chubby. Tapi semenjak istrimu meninggal, wajahmu kelihatan lebih tirus, mengingatkanku saat kita masih SMA dulu."

"Wah, kau perhatian sekali padaku ternyata sampai bisa bicara begitu," sarkas Heeseung seraya memasukkan sesendok nasi ke mulutnya.

"Tentu saja, kan aku menyukaimu."

Heeseung keselek nasi yang sedang dia kunyah. Jay buru-buru memberinya minum. Menepuk-nepuk pelan punggungnya sampai Heeseung berhenti terbatuk. Wajahnya kelihatan memerah dengan mata berair, Jay sedikit merasa bersalah.

"Ahh .. inilah kenapa saat makan tidak boleh sambil mengobrol."

Jay tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Maaf."

Heeseung menggeleng pelan, kembali menyuapkan nasi ke mulutnya.

Setelah itu mereka makan dalam keheningan, hanya terdengar suara anak-anak yang sedang bercerita heboh tentang mitos hantu di sekolah Sunoo.

Heeseung selesai duluan. Dia bergegas ke tempat pencucian piring, mencuci alat-alat makan yang tadi dia gunakan. Saking fokusnya, dia sampai tidak sadar kalau Jay sudah di sebelahnya.

"Aku serius, Hyung."

Heeseung menoleh, tatapannya jatuh tepat pada kelereng kecoklatan milik Jay. Mereka berdiri begitu dekat, berdempetan malah karena tempat pencucian piringnya memang kecil.

Pria yang lebih tua menoleh kembali pada piring yang sedang dia sabuni.

"Kenapa aku? Aku yakin orangtuamu pasti mengharapkan keturunan darimu, kandung, bukan tiri."

"Mereka tidak begitu peduli soal itu."

"Apalagi aku seorang duda."

"Mereka juga tidak peduli."

a normal day of Jay ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang