seminggu pertama di Moscow

457 53 4
                                    

"Aku sudah sampai di bandara, Hyung," katanya saat bertelepon, sedangkan tangan satunya menarik koper menuju tempat check-in.

"Iya ini baru akan check-in. Kau sudah makan siang?"

Jay menyerahkan tiket dan kartu identitasnya pada petugas. Membiarkan petugas wanita itu melakukan tugasnya sementara dia masih berkutat dengan telepon.

"Hm. Bagaimana dengan Sunoo? Ah, kau menitipkannya pada ibu mertuamu."

Jay menggumamkan terimakasih saat petugas itu memberinya selembar boarding pass. Lantas dia pun pergi menuju ruang tunggu, celingukan mencari sekretaris ayahnya yang katanya sudah duluan sampai.

"Hm. Titip salamku pada Sunoo, Hyung. Akan kubawakan oleh-oleh untuknya dan adik-adiknya nanti. Hm. Love you, too. Akan kuhubungi nanti kalau sudah sampai."

Jay mematikan sambungan tepat saat ia menemukan wanita Tiongkok itu. Lantas ia membawa dirinya mendekati wanita itu, seorang wanita berusia 27 tahun yang berpenampilan seperti 7 tahun lebih muda dari usianya.

"Hai," sapanya pada wanita itu yang awalnya sibuk dengan ponselnya. Begitu menyadari bahwa orang yang menyapanya adalah putra dari atasannya, seketika ia menyimpan ponselnya dan bangkit untuk membungkuk sopan.

"Annyeonghaseyo, Sajangnim."

Jay terkekeh. Tangannya memberi gestur pada wanita itu untuk duduk. "Jangan terlalu formal. Duduklah."

Jay dengan tenang duduk di kursi kosong sebelah wanita itu. Ia membuka ponselnya untuk berkirim pesan dengan Heeseung, namun bibirnya berbicara pada orang di sebelahnya.

"Bagaimana aku harus memanggilmu? Yizhou-ssi?"

"Ningning saja supaya lebih mudah, Sajangnim."

Jay mengangguk, masih tidak memperhatikan wanita di sampingnya.

"Kau sekretaris baru? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya di perusahaan."

"Ah ne, aku baru bekerja beberapa hari."

Sepertinya prasangka Jay benar. Ayahnya memang sengaja mau mendekatkan mereka. Hah, yang benar saja.

Percakapan mereka selama di ruang tunggu hanya sebatas itu. Jay menyibukkan diri dengan berkirim pesan pada Heeseung, bahkan dia juga berkirim pesan dengan Jungwon melalui nomor Jake. Ia tak hentinya tersenyum melihat Jungwon terus membombardirnya dengan stiker-stiker lucu yang entah didapatnya dari mana. Sepertinya tak hanya Heeseung yang merindukannya, anak-anak juga tampaknya tidak sabar ingin segera dia pulang dari Rusia. Padahal berangkat saja belum.

Di pesawat, keduanya mendapatkan seat bersebelahan di first class. Well, Jay sama sekali tidak terganggu sih dengan itu. Dia lagi-lagi asik dengan dunianya sendiri. Membaca buku, bahkan tidur.

Perjalanan yang panjang hingga mereka tiba di Rusia. Beruntung ayahnya tidak dengan tega membuat mereka berada di satu kamar hotel. Yang benar saja, itu keterlaluan kalau ayahnya sampai melakukan itu. Keduanya mendapatkan kamar bersebelahan, sama-sama suite room.

Jay merebahkan tubuhnya yang lelah di atas ranjang besar nan nyaman itu. Kamar ini terlihat sangat luas dan nyaman. Jay tiba-tiba kepikiran kekasihnya, andai saja ia bisa datang kemari bersama sang kekasih. Mungkin Jay akan lebih menikmati perjalanan bisnisnya di Moscow.

Ngomong-ngomong soal kekasih, Jay baru ingat dia belum menghubungi pria itu. Segera dia mengambil ponselnya di atas nakas, melakukan panggilan video dengan Heeseung.

Butuh waktu hampir semenit sampai Heeseung mengangkat panggilannya.

"Sayang~" panggil Jay dengan senyum sumringah begitu mendapati wajah tampan Heeseung memenuhi layar ponselnya. Ah rasanya kerinduan membuncah di dada. Jay ingin sekali memeluk tubuh dari sosok dengan wajah yang tampak lelah itu.

a normal day of Jay ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang