❝I'm holding nothing against it, except you and I❞
· · ────── ♪ ♫ ♪ ────── · ·
Sirius terbangun karena wangi kopi dari arah dapur. Ia tidak macam-macam dan tidur di sofa dengan anteng seperti anak baik.
Sinar matahari menerangi ruangan dengan natural karena tirai telah dibuka lebar, dan ruangan ini terasa lebih bewarna dari tadi malam. Ia bisa melihat cat dinding yang ternyata bewarna putih tulang.
Pemuda ini mengernyit ketika dua lapis selimut menutupi tubuhnya. Seingatnya hanya satu yang ia pakai. Sirius tersenyum dengan bayangan [Nama] memberinya selimut tambahan ketika ia sedang tertidur. Menjadi pria yang manis dan bertanggung jawab, Sirius melipat selimut [Nama] dengan rapi.
Saat berdiri, matanya melihat pada satu potret. Foto itu mengingatkannya pada [Nama] saat pertamakali mereka bertemu. Mata kucing si gadis yang Sirius samakan dengan McGonagall ternyata tidak setajam sekarang. Foto itu menunjukkan [Nama] bergaya bersama satu gadis cilik. Itu adiknya, bernama Rose.
Semalam mereka membahas keluarga walau sejenak. Berbeda dengan Sirius, [Nama] begitu mencintai keluarganya walau tak banyak waktu yang bisa ia habiskan bersama.
Orang tua [Nama] meninggal karena kecelakaan saat ia berumur delapan tahun. Mengharuskan dirinya pergi ke panti asuhan bersama saudarinya. Lalu adik semata wayangnya meninggal karena sakit sebulan sebelum pertemuan [Nama] dan Sirius di toko buku milik Thomas.
Sepeninggal Rose, [Nama] enggan pulang ke panti, bahkan sampai sekarang ia selalu malas pulang karena selalu merasa kesepian. Itulah mengapa [Nama] menyibukkan diri dengan buku dan menulis, agar ia lupa.
Berbeda dengan Sirius yang tidak ingin pulang karena membenci keluarganya, [Nama] justru sebaliknya.
Sirius menjadi ingat dengan Regulus. Di tahun ini adiknya meninggal. Hanya nama yang kembali, tanpa jasad. Setelah itu rasa sesal meninggalkan lubang besar pada dirinya. Ia bukan kakak yang baik seperti [Nama].
Sirius dan [Nama] kompak berharap jika Regulus dan Rose bertemu disana. [Nama] yakin Regulus akan menjaga Rose. Sedangkan Sirius yakin Rose kecil akan mewakilinya menendang Regulus di pantat karena telah bergabung dengan Pelahap Maut.
Setelah puas melihat pigura yang tertata rapi di meja kecil sebelah sofa, Sirius melangkahkan kakinya menuju dapur.
Sirius begitu gila karena ia tak bisa menahan senyum melihat [Nama] berkutat dengan peralatan masak. Ia ingin segera melamarnya, padahal berpacaran saja belum. Ia tak ingin seperti James yang langsung melamar Lily saat masih di Hogwarts. Sirius tak ingin ikut-ikutan tidak waras seperti rusa jantan itu. Ia mau menunjukkan bahwa dirinya lebih hebat perihal wanita.
"Pagi!" Sapa Sirius.
"Pagi!" Balas gadis itu. Ia berjalan menuju meja bundar kecil dan meletakkan secangkir kopi dan secangkir teh. Gadis itu sudah hafal jika Sirius lebih memilih teh ketimbang kopi.
"Sungguh aneh kau tetap manis meski hobimu minum kopi hitam," ucap Sirius.
"Ini masih pagi, Tuan," balas [Nama] dengan kekehan. Ia sudah terbiasa dengan mulut manis Sirius. Baik di surat maupun saat bertemu langsung, Sirius pasti mempunyai kesempatan untuk merayunya. Walau begitu jantungnya masih saja berdebar.
Gadis itu menarik kursi untuk duduk dan menggesturkan agar Sirius bergabung dengannya.
Hanya ada roti dan selai kacang di meja. Sirius tidak mempermasalahkan itu. Apapun yang ia lakukan bersama gadis itu selalu menyenangkan.
"Aku melihat fotomu di depan," kata Sirius.
"Kau menyadarinya?" [Nama] mengoleskan roti untuk Sirius lalu meletakkannya di piring pria itu.
"Uh-uh."
Sirius semakin senang dengan perbuatan gadis manis di hadapannya. Ia dibuatkan roti. Hal kecil namun besar.
"Aku sangat tengil."
"Kau sangat cantik walau masih kecil."
"Bukankah sudah kubilang ini masih pagi?"
Mereka sarapan dalam diam. Sirius hanya memperhatikan [Nama]. Kantung mata [Nama] mulai membaik. Melihat pipinya yang penuh menbuat Sirius lega jika sang gadis masih memiliki selera makan setelah minggu berat yang ia lalui dengan penerbit.
"Omong-omong ini roti dengan selai kacang terenak yang pernah kumakan," celetuk Sirius setelah menghabiskan porsinya.
"Ini selai kacang dari toko. Tidak ada yang spesial." [Nama] tertawa.
Pemuda ini melihat selai di sudut kiri bibir gadis itu. Tanpa pikir panjang, Sirius mengusap ujung bibir [Nama] lalu menjilat selai di jarinya.
Gadis itu terbahak sampai seluruh wajahnya memerah. Bahkan ia mengeluarkan air mata. Tawanya menular, Sirius sampai turut tertawa.
"Itu menjijikan kau tahu?" [Nama] berujar dengan sisa tawanya.
"Hm? Aku tidak dengar." Sirius mencondongkan badannya.
"Itu menji-"
[Nama] membatu. Sirius mengecup ujung kanan bibirnya. Mata [Nama] berkedip berkali-kali. Wajah Sirius masih berada tepat di depannya.
"Ada selai di situ," lirih Sirius. "Apa masih menjijikan?"
"Sirius Black you're a prat," bisik [Nama].
Tanpa takut, ia menarik wajah Sirius mendekat dan mencium bibirnya singkat.
"Lakukan dengan benar," kata [Nama] sembari mengusap-usap pipi Sirius lambat.
Sirius menyeringai dengan tingkah [Nama]. Keberanian gadis ini selalu membuatnya jatuh lebih dalam. Pemuda ini tidak peduli jika wajahnya merah padam atau jantungnya yang bertalu-talu menyebalkan. Ia tidak akan membuang waktu lagi.
"Be mine?"
"Finally."
[Nama] melingkarkan tangannya pada leher Sirius. Pemuda itu menarik si pemudi mendekat untuk duduk di pangkuannya. Kali ini Sirius Black melakukannya dengan benar.
Note:
Oml I never expected I can write this! Aku bukan ahlinya dalam menulis adegan romantis😭
I almost forget to upload it, sorry :<
Semoga kalian suka♡
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 𝐀𝐅𝐓𝐄𝐑𝐆𝐋𝐎𝐖 | Sirius Black
Fanfiction❝I will hold on to the afterglow.❞ Selama hidupnya Sirius Black kerap merasakan renjana. Tapi yang satu ini... entah rindu entah mabuk cinta. ⌗ Sirius Black x FemaleMuggle!Reader Marauders' era 16+