𝐯𝐢𝐢𝐢

1.7K 386 37
                                    

So alone in love like the world had disappeared

· · ────── ♪ ♫ ♪ ────── · ·

Sirius diam selama perkumpulan Orde, ia fokus, dan mendengarkan dengan saksama kali ini. Ia menambahkan satu dua kata pula tentang kronologi duelnya bersama Lucius Malfoy.

"Mereka menargetkan [Nama] agar mempermudah untuk membunuhku, mungkin," jelas Sirius.

Lily baru bergabung setelah mengurus [Nama]. Gadis itu mempersiapkan kamar lama Sirius untuk [Nama] dan memberinya selimut di sekitar pundak sang pemudi agar ia merasa tenang. Tak lupa membuatkannya kopi.

James dan Lily disarankan untuk menunda pernikahan mereka sampai keadaan normal, namun pasangan Potter sedang di St. Mungo, mengidap dragon pox. Sebelum tiada, permintaan mereka adalah melihat putra semata wayangnya menikah. Akhirnya pernikahan mereka ditetapkan tahun depan. Saat itu, mereka berumur dua puluh tahun.

Lily juga diminta untuk mengevakuasi saudarinya Petunia. Sirius tahu bagaimana hubungan dua saudari itu. Petunia penuh dengan dengki sehingga memperlakukan Lily dengan buruk. Sirius heran mengapa Lily masih mencintai saudarinya tanpa pamrih. Tapi seperti itulah Lily Evans, bahkan Severus Snape bisa jatuh padanya.

"Apa kita harus meng-obliviate gadis itu?" Tanya Mundungus Fletcher.

Sirius sontak menegakkan tubuh. "Apa katamu?!"

"Sirius," Remus Lupin menepuk pundak Sirius pelan.

Sirius tidak pernah menyukai Mundungus Fletcher. Banyak dari mereka yang tak menyukainya. Mereka menerima pria itu hanya karena Dumbledore.

"Jika kau mencintainya, hapus ingatannya dan bawa dia pergi jauh dari sini," kata Mundungus. "Dia bisa membawa bahaya nanti."

"Shut the fu—"

"Tenang, Sirius Black," Dubledore berucap kalem. Mata pria tua itu menatap Sirius lamat-lamat. "Semua ada di tanganmu," final Dumbledore.

Albus Dumbledore bernostalgia saat melihat Sirius, James, dan Longbottom. Ia pernah muda dan pernah jatuh cinta. Muda-mudi ini membawa pengalaman itu kembali dalam memori Dumbledore, walaupun kisahnya tak semanis mantan murid Hogwartsnya. Maka dari itu, Dumbledore membiarkan Sirius memilih. Hanya satu doa pria tua itu, semoga Sirius tidak menyesal sepertinya di kemudian hari.

Setelah membahas beberapa hal, perkumpulan usai. Sirius melamun di tempatnya ketika yang lain sudah pergi. Dahinya berkerut. Kepalanya seperti penuh benang kusut. Perkataan Mundungus Fletcher menyentilnya. Ia tengah menimbang-nimbang. Ia malu mengakuinya tapi pria itu ada benarnya.

Namun bayangan [Nama] menatap Sirius seolah orang asing begitu mengusik hati. Mungkin Sirius bisa mengembalikan ingatan gadisnya saat ia kembali dengan selamat, tapi jika sesuatu tidak berjalan sesuai kehendak, Sirius akan menyesal sampai mati.

Pada akhirnya Sirius melangkahkan kaki menuju lantai atas, ke kamarnya dahulu. Saat membuka pintu, Sirius langsung disambut [Nama] yang tengah duduk di kasur, tangannya menggenggam cangkir kopi penuh dan sudah dingin, matanya menatap pintu seakan menunggu seseorang untuk masuk.

Sirius tersenyum dan duduk di sebelah [Nama]. Pemuda itu meletakkan cangkir kopi sang gadis di atas nakas lalu membetulkan selimut yang melingkar di pundaknya. Ia mengambil satu tangan si gadis dan mengecup buku jari [Nama] sedikit lama.

"Bagimana kedaanmu?" Tanya Sirius. Mengeluskan jempol pada tangan [Nama]. Matanya tak lepas dari sang gadis.

"Aku baik-baik saja," jawab [Nama] membalas senyum Sirius. Matanya menyipit. "Gadis cantik bernama Lily tadi mengatakan aku berada di dunia sihir."

"Dia benar," balas Sirius. "Welcome to my world."

"Wow! Just... wow!" Bisik [Nama], ia kehilangan kata-kata.

Dunia sihir selalu ada dalam mimpi si gadis, ia tidak pernah tahu jika dunia semacam ini nyata adanya. Apalagi memiliki kekasih seorang penyihir hebat yang menyelamatkannya beberapa jam lalu. Sekarang [Nama] tahu mengapa Sirius tidak mengenal Shakespeare.

Sirius senang dengan tanggapan si gadis. Ia layaknya anak kecil yang dibawa ke pasar malam. Tangan kecilnya meremas milik Sirius, matanya berbinar cerah seperti sedang bercerita soal buku-bukunya. Jika Sirius memperkenalkan dunianya pada [Nama] dengan benar, mungkin gadis ini akan lebih bahagia. Dan Sirius akan senang dan tenang melihatnya.

"Kita hampir mati tadi," kata Sirius.

"Tapi kita aman sekarang." sang pemudi tersenyum saat mengatakannya. Tak lama bibirnya berubah membentuk garis lurus saat senyum Sirius berubah hampa. "Apa kita aman sekarang, Sirius?"

Sirius menggeleng lemah, tetapi senyumnya tidak luntur. Hanya saja kurva itu tidak bisa meyakinkan [Nama] jika semua akan baik-baik saja.

"Kau bisa aman," kata Sirius dan itu tidak berhasil menenangkan [Nama] sama sekali.

"Bagaimana denganmu?"

Tak ingin menjawab pertanyaan [Nama], pemuda ini melanjutkan. "Kami bisa menghapus ingatanmu tentang dunia ini dan mengirimmu ke tempat yang aman."

"Dunia ini? Apa kau juga?" [Nama] bertanya cemas.

Sirius tidak ingin mengangguk, tapi ia melakukannya.

"Aku tidak mau melakukannya." [Nama] menggeleng keras kepala, alisnya tertaut.

"Kami bisa mengembalikkan ingatanmu jika menang perang ini. Aku sendiri akan menjemputmu," Sirius berargumen.

"Kalau tidak?"

Sirius bungkam. Sirius marah pada dirinya sendiri sekarang. Ia tidak bisa melakukan apapun. Pikirannya berkecamuk. Ia tidak mau [Nama] terluka, disisi lain ia tak mau sang gadis melupakannya.

"Aku ingin mengingatmu." Tangan [Nama] mengelus rambut Sirius agar tidak menghalangi matanya. "Meskipun akhir yang tidak kau inginkan terjadi."

"Kau tidak paham..."

"Memang. Aku tahu sedikit, juga tidak bisa sihir. Mungkin aku akan merepotkanmu, tapi apa kau mau aku melupakanmu?"

"No..."

"Masalah selesai."

Sirius terkekeh pelan, menarik sang gadis ke dalam dekapannya. Ia meletakkan dagu di pucuk kepala [Nama]. Rambut cokelatya yang halus perlahan-lahan ia elus. Jika [Nama] menolak untuk dihapus ingatannya, ia tidak boleh memaksa.

"Ceritakan padaku tentang duniamu," bisik [Nama] di dada Sirius.

"Hmmm...," Sirius berpikir. "Saat ini kami berperang-"

"Aku tahu. Aku ingin mendengar yang baik-baik saja."

Memori indah Sirius di dunia sihir hanya saat berada di Hogwarts bersama sahabat-sahabatnya. Ia tidak mau mengingat yang lain. Cerita Sirius mengalir berantakan. Alurnya melompat-lompat. Kadang ia bercerita pada tahun keempatnya, lalu tahun pertama, dan tiba-tiba saat ia lulus.

Tangan Sirius terus mengelus rambut [Nama] dan terkadang di tengah cerita ia mencium puncak kepala atau tangannya.

Sirius berhenti berkisah saat merasakan nafas teratur [Nama]. Ia membaringkan sang gadis lalu memposisikan diri tepat di sebelah [Nama]. Tangan kuatnya melingkar perlahan di sekitar perut si pemudi. Ia mencium pucuk kepala [Nama] singkat, takut membangunkannya. Ia menghirup harum mint bercampur sedikit lavender dari tubuh mungil gadisnya.

"It's weird... I already love you so bad."

[✓] 𝐀𝐅𝐓𝐄𝐑𝐆𝐋𝐎𝐖 | Sirius BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang