❝This is the level where we're losing track of time❞
· · ────── ♪ ♫ ♪ ────── · ·
Tempat [Nama] bernaung itu kecil serta temaram karena tirai-tirai ditutup rapat dan lampu yang redup, tetapi barang-barangnya rapi. Sirius terheran-heran karena, ada buku di setiap sudut ruangan.
[Nama] mempersilakan Sirius duduk di sofanya. Terburu-buru ia membuatkan teh hangat untuk tamunya dan dirinya sendiri. [Nama] peminum kopi pahit, tapi sudah terlalu banyak kopi di perutnya hari ini.
[Nama] menyuguhkan minuman untuk Sirius dengan senyum. Matanya tidak nembentuk bulan sabit. Ada yang mengganjal di Sirius saat memerhatikan [Nama].
"Bagaimana kabarmu?" Tanya Sirius.
"Membaik," jawab [Nama] meyakinkan. Perlahan ia mendekatkan cangkir pada bibirnya. "Oh! Apa kau butuh selimut?"
"Tidak, tidak." Sirius menggeleng kuat.
[Nama] mengangguk lalu melanjutkan kegiatan meminum tehnya. "Apa ada yang bisa kubantu? Kau kesini malam-malam," tanyanya sambil meletakkan cangkir di meja dan bersiap mendengar apapun masalah Sirius.
"Kau tidak membalas suratku. Aku khawatir," jujur Sirius.
Mata [Nama] mencari-cari fokus selain iris abu-abu Sirius yang berubah gelap di keremangan rumahnya. Gadis ini melirik lantai di dekat pintu. Tumpukan surat tak tersentuh dibiarkan [Nama] di sana. Ia begitu sibuk akhir-akhir ini.
Sirius tahu tumpukan surat itu. Ia sedikit kecewa dan kesal. Dia begitu mengkhawatirkan sang gadis.
"Aku sedang sibuk."
"Sesibuk apa, [Nama]?"
[Nama] menghela nafas. Suara Sirius begitu halus, namun [Nama] dapat merasakan amarah disana. Demi apapun, [Nama] tak ingin membuat Sirius khawatir apalagi mengabaikannya.
Gadis ini berdiri dan mengajak Sirius ke sebuah tempat. Ia mempunyai satu ruangan sempit yang Sirius yakini adalah tempat kerjanya. Hanya ruangan ini yang berantakan. Banyak sekali tumpukan buku dan kertas. Di tengah terdapat meja, kursi, dan mesin ketik. Jika tidak ada tumbuhan kecil di dekat jendela, ruangan ini terkesan mati.
Sirius melangkah masuk. Ia melihat-lihat buku [Nama]. Nama Shakespeare dan Agatha Christie adalah yang paling familiar bagi Sirius.
"Inilah kesibukanku," kata [Nama]. Ia menyeberangi ruangan menuju meja kerjanya. Ia membuang tumpukan kertas ke tempat sampah.
"Mengapa kau membuangnya?" Tanya Sirius.
"Mereka ditolak," jawab [Nama] murung.
Iris cokelat muda [Nama] selalu mengaburkan pandangan Sirius pada hal lain sehingga ia tidak menyadari kantung mata hitam gadis itu, tulang pipinya yang semakin menonjol, serta rambut acak-acakannya. Bekerja di klinik gigi dan menulis buku. Gadis ini terlalu memaksakan diri.
Sirius mengambil satu buku karya William Shakespeare bertajuk Hamlet. Ia menunjukkannya pada [Nama]. Gadis itu mengernyit.
"Buku ini tentang apa?" Tanya Sirius seperti anak kecil yang penasaran.
"Untuk seukuran orang Inggris, kau tidak pernah tahu soal Shakespeare," kata [Nama] menyelidik. "Di kelas bahasa guru selalu membahas pria ini."
Sirius tidak menjawab. Biarlah [Nama] mengira ia tidak memperhatikan atau bolos kelas. Ia hanya memberi senyum menawan dan berkata, "Ceritakan saja apa isi buku Hamlet ini."
Mati kutu dengan senyuman Sirius, [Nama] mengesampingkan kecurigaannya dan menjelaskan, "Sama seperti Othello cerita ini tragedi. Semua orang meninggal di akhir."
"Semua?"
"Yang tersisa hanya Horatio."
Cerita Hamlet mengalir dari bibir ranum gadis ini. Setelah kisah pangeran dari Denmark itu, Sirius mengambil buku lain lalu bertanya dan [Nama] bercerita. Mereka mengulangi hal itu berkali-kali. [Nama] tidak sadar jika semakin lama, intonasinya begitu antusias. Sirius terus tersenyum ketika rencananya berhasil.
"Sejujurnya mengapa kau melakukan hal ini?" Tanya [Nama] setelah sadar ketika tenggorokannya terasa kering setelah bicara panjang lebar.
"Matamu berkilau saat bercerita," jawab Sirius. "Aku mengkhawatirkanmu karena berita kematian misterius di sini. Dan saat melihatmu murung seperti tadi, aku tidak suka."
"Soal berita itu, polisi menduga karena serangan jantung. Kami semua tidak percaya karena dia adalah atlet," jelas [Nama]. "Kau tidak perlu risau."
Sirius tidak bisa melaksanakan itu. Pemuda ini akan tetap khawatir karena ia tahu yang sebenarnya.
"Dan terimakasih sudah membuatku merasa lebih baik," sambung [Nama], pipinya merona.
Secara mengejutkan cara Sirius ampuh. Membuat fokus [Nama] teralih pada hal lain dan melupakan masalahnya tentang penolakan para penerbit. Mungkin bukan karena itu saja, tapi Sirius yang menemani [Nama] disaat seperti ini juga membantu banyak.
"Mari kembali. Suaramu serak," kata Sirius lembut.
[Nama] duduk di sofa dan meneguk tehnya yang semakin dingin. Sedang Sirius meminta ijin untuk membuka tirai jendela karena saat melihat jam, tak terasa hari sudah begitu larut.
"Badai salju," gumam Sirius setelah mengedarkan pandangan pada luar jendela. Bisa saja ia ber-apparate tapi ia tidak mau mengambil resiko.
"Kau bisa menginap," celetuk [Nama].
Sirius menoleh kaget. Dia menyukai ide itu. Selain dekat dengan sang gadis, ia juga bisa menjaganya jika sesuatu terjadi.
Sirius menyeringai. "Jika kuamati kamarmu hanya satu."
[Nama] memerah bahkan daun telinga dan lehernya pula. Melihat reaksinya, senyum Sirius semakin lebar.
"Apa kau ingin tidur di kamar?" Tanya [Nama].
"Aku hanya mengikuti permintaan nona rumah."
"Kalau begitu tidurlah di kamar."
Sirius tidak menyangka dengan santai gadis itu mempersilakan Sirius tidur di kamarnya.
"Aku akan di sini." Lanjutan kalimat [Nama] lebih mengejutkan.
"Apa? Tidak!" Sirius menjawab cepat.
[Nama] tertawa. Bulan sabitnya kembali nampak. "Apa yang kau pikirkan, Tuan Black? Kupikir kau sudah bertaubat."
Bukan itu kehendak pria ini. Ia bermaksud menggoda [Nama] malah berakhir terdengar sebagai tamu tidak tahu diri yang meminta banyak hal.
Dengan halusnya [Nama] memutarbalikkan perasaan Sirius. Dari pertama mereka bertemu selalu saja seperti ini.
"Aku akan tidur di sofa," kata Sirius tidak dapat diganggu gugat. Tirai ia tutup kembali.
Sirius berjalan mendekat ke sofa dan duduk tepat di sebelah [Nama]. Ia menunduk, mendekatkan wajah pada [Nama] sampai dahi mereka hampir bersentuhan.
"Kau menggodaku, [Nama]."
"Kau melakukannya duluan, Sirius."
Note:
Seperti janji, aku mem-publish setiap bab di sabtu malam :3Semoga kalian menikmati ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 𝐀𝐅𝐓𝐄𝐑𝐆𝐋𝐎𝐖 | Sirius Black
Fanfic❝I will hold on to the afterglow.❞ Selama hidupnya Sirius Black kerap merasakan renjana. Tapi yang satu ini... entah rindu entah mabuk cinta. ⌗ Sirius Black x FemaleMuggle!Reader Marauders' era 16+