𝐏𝐄𝐍𝐔𝐓𝐔𝐏

2.8K 405 112
                                    

Sirius kembali ke toko buku Thomas. Kali ini bersama [Nama] dalam rangkulannya. Saat memasuki pintu, ia melirik Thomas dengan alis yang terangkat satu serta seringai andalannya. Seolah menunjukkan bahwa tidak hanya Thomas saja yang beruntung bisa mendapatkan pujaan hati.

Thomas tidak balas tersenyum. Ia ingat dengan Sirius. Lelaki lima belas tahun yang membeli majalah dewasa sekarang sudah dewasa. Thomas selalu mengingat pelanggannya pada masa-masa tokonya sepi dulu. Sirius selalu mampir saat libur musim panas atau dingin saja, terlebih bacaan yang ia beli begitu unik, pemuda itu memberi kesan kuat pada Thomas.

"Jangan tersasar ke rak majalah dewasa," peringat [Nama].

"Mengapa? Aku sudah besar," rengek Sirius dibuat-buat.

"Ingat, kau sudah bertaubat," timpal [Nama] sambil terkikik.

Gadis itu menyusuri semua sudut toko. Di salah satu rak, bukunya dipajang. Meski tidak ditempatkan di depan bersama para buku best seller, [Nama] merasa senang. Ini cetakan pertama bukunya. Ia tersenyum lebar.

"Aku akan membelinya," celetuk Sirius.

"Kita sudah memilikinya dari percetakan," kata [Nama].

"Jika cita-citamu menerbitkan buku, cita-citaku membeli bukumu," jelas pemuda itu sembari mengambil buku dari tangan sang gadis.

Kali ini [Nama] sadar jika mulut manis Sirius sebenarnya kejujuran. Walau nakal, hati Sirius tulus. Ia juga tulus mengerjai seseorang.

"Kau ingin membeli buku apa?" Tanya Sirius yang tengah mengamati kekasihnya memilah-milah buku.

"Aku akan membayarnya sendiri," kata [Nama].

"Sekalian saja dengan ini-"

[Nama] memotong sembari tertawa, "Cita-citaku membeli buku dari penghasilan menulis buku."

"Raih cita-citamu." Kelakar Sirius. Ia mengelus rambut kekasihnya sembari tertawa renyah lalu menuju meja kasir dan membayar bukunya terlebih dahulu.

"Pacarmu?" Tanya Thomas. Intonasinya masih datar.

"Yoi," jawab Sirius sembari menyandarkan punggung di meja kasir. Ini kali pertama mereka berbincang setelah lama mengenal. "Dia yang menulis buku ini." Sirius mengangkat buku di tangannya dengan bangga.

"Istriku menyukai bukunya."

"Kalau begitu mengapa tidak kau taruh di etalase depan?" Tanya Sirius.

Thomas menatap Sirius 'yang benar saja?' lalu menegakkan tubuhnya. Ia meminta Sirius bergeser karena ada pelanggan lain yang ingin membayar.

Sirius tetap mengawasi [Nama] setelah membayar. Pemudi itu tengah mengobrol dengan Brenda saat ini. Jumpa penggemar. Percakapan mereka berakhir ketika Brenda telah meminta tanda tangan dan mengantarkan [Nama] ke meja kasir.

"Kita bisa kencan ganda kapan-kapan," kelakar Sirius setelah [Nama] membayar buku-bukunya. Ia mengerling pada Thomas yang bermuka datar, bertolak belakang sekali dengan Brenda yang wajahnya memerah malu.

[Nama] menggandeng Sirius keluar toko lalu mengonel, "Berhenti lah menggoda Thomas."

"Tidak janji." Sirius terkekeh lalu memasangkan helm pada kepala [Nama]. Ia menepuk pelan puncak helm itu lalu menggesturkan [Nama] untuk duduk di belakangnya.

"Ingin terbang, Nona?"

"Tidak usah, Tuan." [Nama] melingkarkan tangannya pada perut Sirius.

Lelaki ini menjalankan motornya dengan kecepatan pelan dan konstan. Sirius pernah berkata jika dirinya suka mengantar [Nama] pulang maka dari itu, ia selalu melambatkan langkahnya. Tetapi kali ini ia tidak perlu membeli waktu karena mereka tinggal bersama. Alasan lain mengapa Sirius melajukan motornya perlahan karena ia tidak ingin kejadiannya dengan James terulang. Dikejar polisi muggle lalu dimarahi oleh Remus dan Dumbledore. Jujur bagi Sirius itu mengasyikkan, namun bagian dimarahi oleh Remus tidak begitu asyik.

[✓] 𝐀𝐅𝐓𝐄𝐑𝐆𝐋𝐎𝐖 | Sirius BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang