Wah, daku kembali hahaha. Halo! It's quite a long break. Hampir 3 bulanan nggak ada update. Apakah ini berarti aku bakal cepet update cerita ini? Maybe, tapi aku nggak janji.
Sebenernya waktuku cukup padat, and it took me this almost-3-months to complete this chapter. I really appreciate ur time and enthusiasm, tapi tolong jangan terror aku ya. Agak mengganggu sejujurnya. Seringnya yang aku update apa, malah ngomentarin yang lain.
Beberapa orang mungkin nggak suka sama keputusanku mulai banyak nulis orific. But I do that because I want to pursue my career. Beberapa dari kalian mungkin udah pada aware kalau fanfiction ini terlalu abu untuk dikomersilkan secara umum. So, as much as I like writing this, I know I can't stay in my comfort zone. Kalau kalian berkenan, I really appreciate if you would also enjoy my orific(s). I've got some on-going and completed, bisa dicek aja di reading list. Aku nggak mau ninggalin tulisan gaya terjemahan sih, jadi mungkin ke depannya bakal ada, walaupun namanya nggak bakal literally "Kim Taehyung" kayak gini. Biar bisa lebih bebas gitu lho, Bun~
Belakangan aku mempertimbangkan untuk akuisisi fanfiction di drafku ke akun lain, tapi masih melihat sikon juga sih. Karena lebih memungkinkan untuk ngolah itu ke orific sekalian. But anyway, thank you for sticking with me. Kuharap kalian tetap bareng aku sekalipun yang kutulis ke depannya bukan fanfiction lagi.
Then, onto the new chapter. Selamat membaca~ :)
---
---
Descrying
"Kau sibuk, ya?"
Suara Adri membuatku menoleh ke belakang, mendapatinya tengah berdiri di depan pintu ruangan kerjaku. Dia memang sudah pulang sejak satu jam lalu. Kukira pintunya sudah tertutup. Aku tidak memperhatikan karena sibuk berkutat dengan pekerjaanku sendiri.
"Ada apa?" tanyaku lagi, tapi Adri tidak langsung menjawab. Dia justru mendekat seraya membawa nampan. Ada aroma kopi menguar dari muk putih yang dia bawa, ditambah roti selai kacang ditumpuk sampai empat lapis.
"Kau belum makan siang." Akhirnya dia menjawab.
"Sebentar lagi."
"Sekarang sudah hampir pukul lima, Tae."
Entah dia kesal atau hanya berniat mengingatkan, tapi dari ekspresi wajahnya, dia tampaknya tak akan mundur sampai aku mengiakan. Mau tak mau akhirnya aku mengangguk.
"Baiklah, akan kumakan. Terima kasih," ujarku.
"Kalau mau makan yang lain, bilang saja," Adri menambahkan, "mungkin bisa sekalian makan malam."
"Kau sendiri sudah makan?" Aku balik bertanya.
"Aku belum semaniak kerja kau kok, tenang saja," sindirnya terang-terangan. Anehnya, aku terpancing untuk tersenyum. Dikarenakan dia masih belum beranjak, aku menarik piring berisi roti mendekat dan memotongnya dengan pisau dan garpu yang tersedia.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Not So Dumb Wedding
Fanfiction"Kau baru lulus, kan? Jadi apa rencanamu ke depan?" Adrianne memandangi gelas kopinya, tersenyum miris sambil mengangkat bahu. "Entahlah. Tapi kelihatannya aku akan menikah dengan pria kaya yang jauh lebih tua dariku." Dalam kepalanya Adrianne memba...