Chapter 15: Taehyung

2K 465 137
                                    

Note panjang (biar kelen baca):

Hae gaes, kembali lagi bersama om kali ini. Kangen? Sori ya komen belum pada kubalesin, tapi kerecehan kalian terbaca semua koks ;)

FYI, barangkali lupa, Tae emang bosnya Juki (secara posisi, dia CTO, ini mirip CEO tapi megang bagian tech) sementara Juki di bawahnya, walaupun kerja jadi senior developer. I've already dropped a hint before di chapter 3. 👌

Ini apdetnya emang lama, jadi wajar aja pada lupa. But you can always go back to read mumpung masih avail (ceilah). Currently aku memang lebih sibuk sama orific due to mengejar cita cita (hilihkintil), jadi maklum ya. Ceritanya mau berkembang ke industri yang lebih ciusmiapahnokalengkaleng.

But anyway, selamat membaca~

But anyway, selamat membaca~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

Dinner For No Winner

"Aku turut senang kalian menikmati bulan madunya."

Makan malam berjalan cukup lancar dan tenang sementara Nenek mendominasi obrolan bersama Adri. Sebenarnya sejak awal aku juga sudah tahu makan malam ini akan begini. Yang perlu kusiapkan hanyalah berjaga-jaga, sekalipun Adri lebih membutuhkan itu.

Selama satu jam pertama, tidak ada umpan janggal yang Nenek berikan.

Bukan tidak. Lebih tepatnya belum. Sudah pasti ada agenda tersembunyi dalam acara malam ini, dan siapa pun yang hadir di sini tahu apa itu.

"Destinasi bulan madu sekarang lebih bervariasi," kata Nenek lagi. "Dulu kami tidak memikirkan hal-hal begitu. Cukup menikah dan lanjut bekerja."

Kakek mengangguk mengiakan, dengan tenang memotong daging di piring dan memakannya. Sejak tadi Kakek tidak banyak bicara, dan biasanya memang begitu. Kakek merupakan antitesis dari ayahku yang terbiasa mendominasi banyak hal, termasuk pembicaraan dalam keluarga ketika kami masih punya formalitas untuk berkumpul di ruang tengah untuk menunjukkan 'keluarga' kami masih berjalan.

"Taehyung memilih lokasi yang tepat," Adri menanggapi. Aku menoleh dan mendapatinya tersenyum. Tampaknya dia sudah mulai terbiasa dengan ini.

"Kau yang pilih Florence, Adri. Pilihanmu juga bagus," imbuhku. Saling memuji begini termasuk agenda yang kami setujui sebelum makan malam. Bagaimanapun, kami berdua sama-sama tahu apa yang akan terjadi di makan malam ini, dan menyusun rencana merupakan sebuah kewajiban daripada membuat improvisasi dadakan hanya untuk membuat kami kelihatan seperti orang bodoh di hadapan Kakek dan Nenek.

"Jadi bagaimana?" tanya Nenek lagi. Dua kata itu sudah cukup menjadi pertanda bahwa Nenek akan memulai pembicaraan. "Kalian sudah punya rencana?"

"Aku dan Adri ingin menikmati waktu berdua dulu," jawabaku cepat dan santai. "Kami tidak mau memaksakan situasi dulu. Lagi pula Adri masih muda, Nek. Dia berencana mencari pekerjaan lebih dulu."

My Not So Dumb WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang