Chapter 6: Adrianne

2.8K 567 203
                                    

Halohalohai. Kayaknya lumayan lama sejak terakhir update. Semoga masih pada inget. Aku lagi jarang ngetik, sworry. Banyak tugas dan revisian juga, tapi badanku drop banget. Hope things would be better soon.

Bab ini belom aku edit, hanya udah ngendap di draft aja. Jadi kalau ada yang bingungin atau salah tik monggo dikomen aja.

Until then, enjoy ya. Bantu ramein juga~ 👋

 Bantu ramein juga~ 👋

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-----

Gestation


Dalam sebulan terakhir ini, aku menjadi pengangguran yang sibuk.

Ajaib, aku tahu, karena aku bahkan belum mengajukan lamaran pekerjaan ke mana pun. Aku juga tahu kesepakatan yang kubuat dengan Taehyung sama sekali bukan pekerjaan, tapi hal itu membuatku seperti memiliki pekerjaan: menjadi calon pengantin.

Kesibukan semakin bertambah karena semuanya mendekati hari pelaksanaan. Tepatnya besok. Undangan sudah disebar sejak dua minggu lalu, dan hari ini persiapan gedung yang kami sewa—lebih tepatnya Taehyung sih—untuk pernikahan nanti sudah selesai. Tidak pernah kuduga bahwa menikah akan semerepotkan ini.

Jujur saja, hari ini aku betul-betul kewalahan. Untungnya setelah persiapan gedung selesai, kami pulang setelah jam makan siang. Taehyung bilang ada beberapa hal lain yang harus dia urus, jadi kami berpisah setelah dia mengantarku kembali ke rumah Auntie Heejoon.

Persiapan sudah selesai, tinggal mempersiapkan fisik. Auntie Heejoon merekomendasikan agar aku lebih banyak beristirahat karena besok akan jadi begitu melelahkan. Tapi percuma. Aku betul-betul terjaga, memejam untuk mengantarkan diri dalam tidur pun tak bisa. Alhasil aku hanya menggeliat di kasur, menutup dan menyibak selimut beberapa kali hingga aku memilih untuk menyerah dan memborbardir browser history ponselku dengan pertanyaan acak seperti cara menenangkan diri, cara tidur dengan cepat, tips menghilangkan kecemasan, sampai pengalaman menjadi pengantin pertama kali.

Iya, pertama. Karena aku tidak butuh cara jadi pengantin kedua, ketiga, dan seterusnya. Semoga tidak sih.

Sebagian besar artikel yang kubaca memiliki kesimpulan bahwa berdebar sebelum hari pernikahan merupakan hal yang wajar. Sayangnya bukan itu yang kubutuhkan. Aku butuh saran, bukannya sekadar jawaban wajar atau tidaknya sesuatu. Masalahnya tiap berniat untuk mengosongkan pikiran, secara kurang ajar bayangan hari esok melintas begitu saja. Aku membayangkan bagaimana aku menyeret gaunku ke altar, Taehyung menunggu di ujung sana, kemudian... kosong. Entah apa yang akan terjadi, dan mencoba menebak-nebak hanya membuat perasaanku makin tak nyaman.

Namun aku harus tahu. Setelah menikah nanti apa? Apa lagi?

Ini membuatku gila!

Baru membalikkan tubuh dan membiarkan wajah menempel pada bantal, ponsel di dekat bantalku bergetar. Kuraih ponsel malas sambil menelengkan kepala untuk melihat layar. Ada telepon masuk dari Taehyung.

My Not So Dumb WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang