Chapter 2: Adrianne

3.4K 633 261
                                    

Om Taehyung baru muncul dikit ya? Ea ea ea.

Kalian nampaknya barbar sekali kawan wkwk. Bantu ramein lagi ya. Aku siap ngeluarin bab babnya nih ;)

 Aku siap ngeluarin bab babnya nih ;)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

Hornbook

Malam ini bisa jadi lebih buruk dari sekadar keinginan untuk tidur yang tidak terpuaskan.

Sumpah, mataku berat sekali, tapi terang lampu di sini membuat mataku selalu terbuka. Jangankan berharap tidur, memejamkan mataku pun tak bisa lama-lama karena pelayan yang silih berganti datang memenuhi meja dengan berbagai hidangan. Kendati meningkatkan selera makan, aku justru tak bisa berhenti untuk menghitung berapa banyak uang yang dikeluarkan dengan semua yang tersaji di sini.

Marie bilang kemungkinan besar orang-orang kaya ini yang akan membayar, tapi aku tetap tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau aku diminta membayar.

Lima belas menit terlewat dan baru kami bertiga yang ada di meja. Aku hanya bisa diam sementara Auntie Heejoon dan Taehyung bicara perihal pekerjaan, sesekali aku menyimak dan kadang aku hanya memilih untuk tidak mendengarkan karena bingung. Namun aku mendengar beberapa hal menarik yang Taehyung katakan, mulai dari penggunaan hive*, holdout sample*, sampai perancangan game terbaru. Paling tidak ada sedikit yang kumengerti sekalipun aku hanya sekadar mendengarkan.

(*Hive: perangkat lunak proyek tempat penyimpanan data untuk data yang terstruktur di Hadopp.)

(*Holdout sample: bagian kecil dari sebuah dataset yang digunakan untuk memeriksa penggunaan/tampilan dataset secara keseluruhan)

"Kakek dan Nenek Kim baru sampai, aku akan menjemput mereka ke luar," kata Auntie Heejoon. "Kalian bisa mulai makan lebih dulu."

Aku ingin bilang agar Auntie Heejoon sebaiknya tidak pergi, namun dia sudah beranjak lebih dulu dan meninggalkanku sendiri bersama Taehyung. Karena hanya tinggal berdua, aku memilih untuk betul-betul tutup mulut. Aku sadar akan tatapannya yang terarah padaku, namun sebisa mungkin kuabaikan dengan mengalihkan perhatian ke sekelilingku.

Taehyung menanggalkan kacamatanya dan memasukkan ke dalam saku kemeja ketika dia menatapku. "Kau kelihatan tidak sabar untuk pulang."

Sindiran yang lembut sekali, wow. Aku menolehkan kepala, tersenyum. "Masa?"

Alih-alih menjawab, dia justru menenggak anggur sedikit sebelum bertanya lagi, "Kalau tidak mau ke sini, untuk apa datang?"

Jujur, aku punya ketertarikan sendiri dengan suara yang terdengar berat, seperti mencerminkan sesuatu yang tangguh. Namun mendengar suara Taehyung dengan kalimat sarkastiknya ini, dia justru terkesan layaknya tokoh antagonis dalam sebuah drama.

"Kau sendiri kenapa datang?"

"Kau, hm," Taehyung bergumam dengan sebelah alis yang terangkat, kemudian melanjutkan, "kau seharusnya menjawab pertanyaanku dulu."

My Not So Dumb WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang